Predict pun melirik kea rah kantung yang ada di atas meja itu kemudian ia mengambilnya dan mengeluarkan satu per satu benda yang ada di dalam kantung tersebut. "Ini ada bung tujuh rupa!" Jawabnya sembari mengeluarkan sebuah plastik yang terisi penuh oleh macam-macam bunga.
"Terus ada dupa!" Jawabnya lagi seraya mengeluarkan satu bungkus dupa yang berwarna merah. Tak berhenti sampai di sana, Predict juga mengeluarkan satu buah kelapa tua yang terlihat serabutnya. "Terakhir ada kelapa!" Ucapnya kemudian menatap kembali pada Dhani dan Leo yang terdiam terkejut dengan mulut mereka yang terbuka.
"Apa… Bunga tujuh rupa? Dupa? Kelapa? Aduh Prediiiict! Kita mau ngapain sih sebenernya?" Nada yang baru saja datang bersama Lilac, Icha dan Fatur itu pun langsung bertanya pada si pembawa barang. Tentunya dengan ketakutan yang luar biasa di dalam hatinya. Ia menatap pada Predict yang hanya memasang senyuman padanya, kemudian berdiri dari sofa itu membuat Nada mulai gelisah.
"Kita akan melakukan Seance, memang apa lagi?" Tanya Predict yang kini mengambil semua barang yang ia bawa dan kemudian berjalan mendahului mereka ke arah pintu belakang rumah Fatur. Membuat mereka semua kebingungan yang melihatnya tiba-tiba pergi ke sana.
"Dict, mau kemana lu?" Tanya Icha memperhatikan langkah Predict. Perempuan itu berbalik untuk menatap semua temannya yang kebingungan kemudian ia dengan santainya berucap.
"Kita tidak bisa lakukan ritual itu di sini, nanti semua ruangan yang ada di sini bau dupa yang akan kita nyalakan!" Ucapnya memberikan sebuah jawaban yang dapat di terima oleh mereka semua dan memang pada kenyataannya benar seperti itu.
"Oke, aku bukakan pintunya!" Fatur pun menyetujuinya dan segera berjalan mengambil kunci pintu belakang rumah miliknya dan membukakan pintu itu untuk Predict.
"Jangan lupa matiin lampu luarnya ya Fat!" Saat Predict berjalan melewati lelaki itu, ia berbisik dan meminta agar lampu halaman belakang Fatur di matikan. Lelaki itu pun kembali mengangguk, dan berjalan kea rah stopkontak untuk mematikan lampu.
Gelap… Itulah kondisi yang mereka alami saat ini, meskipun lampu-lampu tetangga masih menyala dan memberikan setidaknya sedikit cahaya untuk mereka semua, tetapi gelap tetaplah gelap. "Harus banget ya lampunya di matiin?" Tanya Nada yang sekarang memeluk lengan Lilac yang berdiri di sampingnya.
Mereka semua memperhatikan Predict yang kini meletakan buah kelapa yang tadi di bawa olehnya, mereka tidak mengetahui harus mengerjakan apa karena perempuan itu tidak memberikan sebuah perintah. Maka mereka hanya bisa memperhatikan secara seksama bagaimana cara Predict mempersiapkan ritual ini.
Predict menyalakan tiga buah dupa dan menusukkannya ke atas kelapa yang tadi, ia juga menaburkan bunga tujuh rupa itu kesekeliling kelapa itu. "Sini kalian semua!" Ucapnya sembari melambaikan tangan pada keenam teman mereka yang hanya berdiri di pojokan dari taman belakang itu.
Keenam orang itu dengan sedikit ragu berjalan ke arah Predict dan berdiri di hadapannya, kedua tangan Predict terulur seolah meminta mereka untuk memegangnya. Fatur dan Dhani adalah orang pertama yang mengganggam tangan Predict secara bersamaan, membuat mereka yang lainna hanya terdiam di hadapan Predict. Namun kemudian perempuan yang mengenakan jaket hitam itu menatap pada mereka dan mengatakan bahwa mereka harus membuat sebuah lingkaran dan saling berpegangan. "Bergandengan ya! Buat sebuah lingkaran!" Pinta Predict pada mereka semua.
Akhinya Nada pun memberanikan dirinya untuk menggenggam tangan Fatur, di sambung oleh Leo, Lilac, dan kemudian Icha yang kembali menggenggam tangan Dhani. Sehingga kini mereka sudah berada dalam posisi melingkari benda-benda yang Predict siapkan tadi.
Predict tersenyum "Dengarkan persyaratan yang akan aku berikan ya! Apapun yang terjadi nanti… Genggaman tangan kita ini gak boleh lepas ya, karena lingkarannya gak boleh hancur. kalian mengerti?" Ujarnya bertanya kepada semua teman-temannya yang mengangguk paham dan menyanggupi. Setelah melihat kesanggupan para temannya, Predict kemudian perlahan turun ke bawah untuk duduk bersila, dan tentu saja di ikuti oleh mereka semua secara perlahan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 yang dapat di ketahui melalui suara beep dari salah satu jam yang mereka gunakan, atau lebih tepatnya Dhani yang mengenakan jam tersebut. Ia berniat ingin melepaskannya tadi, tetapi saat mendengar syarat yang Predict berikan maka ia biarkan saja jam itu terapasang di lengan kanannya.
Mereka semua secara bersamaan melirik ke arah Predict yang terlihat menghirup nafasnya dengan dalam dan menutup matanya. Perempuan itu tengah berkonsentrasi dengan apa yang akan ia lakukan. Lima detik dari sana, mereka semua di kejutkan oleh suara burung malam yang lumayan menyeramkan yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. 'Kikk… Kikk… Kikkk…' Dhani dan Nada secara bersamaan mengadah untuk mencari dari mana asal suara burung itu, tetapi keadaan gelap itu membuat keduanya tidak dapat melihat apapun.
Tangan Predict mulai terasa dingin, Fatur dan Dhani yang merasakannya pun saling berbalas pandang dan melirik pada Predict. Sedangkan yang lain hanya terdiam menunggu apa yang akakn terjadi selanjutnya karena memang Predict tidak mengatakan syarat apapun lagi selain tidak menghancurkan lingkaran dan genggaman tangan mereka.
"Kami hanya ingin mengetahui siapa yang mengganggu kami, dan apa yang kamu inginkan?" Predict bertanya yang entah pada siapa, yang membuat mereka saling melirik hingga bulu kuduk mereka semua berdiri. Angin bertiup kencang beberapa saat setelahnya, angina itu tidak terlalu kencang namun terasa sangat dingin. Mungkin karena waktu sudah memasuki tengah malam sehingga suhu nya semakin rendah.
"Jika memang kamu ingin meminta bantuan dari kami… Silahkan untuk menunjukkan diri!" Ujar Predict kembali. Mereka yang belum siap melihat hantu atau apapun itu, cukup terkejut dengan ucapan yang barusan Predict katakan. Bahkan Nada dengan segera menutup kedua matanya karena takut jika tiba-tiba ada sebuah sosok yang muncul di tengah-tengah di antara mereka.
"Hhmmm… Hhmmm… Hhmmmm…" Entah dari mana asal suara tersebut, tetapi mereka meyakini bahwa suara yang saat ini terdengar di telinga mereka adalah suara seorang perempuan yang sedang bersenandung. Suara itu tidak terlalu besar tetapi terdengar cukup dekat dengan tempat mereka berada saat ini.
"Ha… Siapa itu?" Nada yang terkejut segera membuka matanya dan bertanya pada Leo yang ada di sampingnya dengan berbisik. Leo yang mendapatkan pertanyaan tersebut hanya menggelengkan kepalanya, karena dia sendiri tidak mengetahui dari mana dan milik siapa suara tersebut.
"Sssttt…!" Predict yang merasa sedikit terganggu dengan pertanyaan Nada tersebut pun menyuruh pada perempuan itu untuk diam dan tenang. Nada yang mendapatkan terguran pun berusaha untuk menenangkan dirinya dengan kembali memejamkan mata dengan erat dan bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi asalkan ia masih memegang tangan kedua temannya.
Setelah situasi kembali hening, Predict pun kembali berusaha untuk berkomunikasi dengan makhluk yang tidak terlihat wujudnya itu. "Permisi… Saya hanya ingin membantu anda! Bisakah anda berkomunikasi dengan kami dan menjawab pertanyaan kami?" Ucap Predict dengan pelan.
"…" Mereka semua terdiam untuk waktu yang lama. Begitu pun dengan Predict yang menjadi pemimpin dari ritual tersebut, ia terdiam menunggu jawaban yang tak kunjung datang. Angin dingin sekali lagi berhembus meniup asap dupa yang memiliki harum khas itu, masuk ke dalam indera penciuman mereka yang kini terduduk membuat sebuah lingkaran di tempat yang hanya di terangi oleh enam buah lilin.