Di dalam ruang UKS, setelah Icha dan yang lainnya pergi… Nada dan Leo hanya saling terdiam dengan canggung. Nada terlihat masih enggan membuka mulutnya untuk menyapa lelaki yang kini menemaninya di dalam ruangan tersebut. Dan Leo terdiam karena masih mempertimbangkan diri, haruskah ia meminta maaf sekarang atau nanti saja? Itulah yang ia pertimbangkan.
Leo melirik pada Nada yang saat ini sedang terdiam dengan handphone di tangannya. Entah apa yang perempuan itu lakukan dengan ponselnya tetapi hal tersebut cukup mengganggu lelaki dengan gelar kapten di tim basket sekolah mereka. Leo akhirnya berdiri dari tempatnya dan merebut ponsel milik Nada. Ia memasukan ponsel tersebut ke dalam sakunya dan menatap pada Nada yang kini menatapnya dengan cukup tajam. "Apa-apaan kamu Leo!" Tegur Nada padanya yang telah merebut ponsel tersebut.
"Kalau sakit, jangan main Handphone. Tidurlah!" Jawab Leo, niatnya baik kepada perempuan itu. Tetapi tension yang tercipta di antara mereka sebelumnya menjadikan niat baiknya terartikan secara salah oleh Nada. Ia mengira bahwa saat ini laki-laki yang tengah berdiri di hadapannya sangat mengatur dirinya. Meski ia berterima kasih karena Leo memilih untuk menemaninya disini, bukan berarti lelaki itu bisa mengaturnya dengan menyita ponsel miliknya.
Nada memang tidak membalas ucapan Leo, ia hanya melipat kedua tangannya kedepan dan terdiam. Dan diam… adalah kemarahan yang paling di takuti oleh Leo di dunia ini. Karena menurutnya dengan diam, ia tidak akan mengetahui apa kesalahan yang telah ia perbuat dan akan makin menyiksa dirinya dengan ribuan spekulasi yang datang ke dalam pikirannya.
Leo terus menatap Nada yang enggan melirik padanya. Leo membuang nafasnya perlahan, mempersiapkan dirinya untuk menyelesaikan semua ketegangan yang ada di antara mereka berdua. "Nad…" Panggil Leo pada perempuan yang marah ini.
Nada tidak bergeming, ia seolah-olah tidak mendengar panggilan dari Leo yang cukup keras itu. Sehingga Leo kembali memanggilnya, "Nad!" Kali ini Nada menoleh, tetapi dengan tatapan tajamnya yang ia arahkan pada Leo. Tatapan yang menurutnya akan menusuk-nusuk lelaki di hadapannya itu.
"Maaf ya…" Tanpa di duga oleh perempuan itu, Leo mengatakan maafnya. Selama ini… Selama mereka saling mengenal dan berseteru, tidak ada satu pun kata maaf yang pernah Leo ucapkan padanya. Karena pada akhirnya Nada lah yang selalu mengatakan kata maaf tersebut.
Nada kebingungan, ia merasa bahwa pendengarannya telah mengelabui dirinya. "A-apa?" Tanya Nada berjengit bingung, ia menghadapkan tubuhnya pada Leo untuk melihat apakah laki-laki itu benar-benar mengatakan maaf padanya, atau semua yang dia alami hanya sebuah ilusi.
"Maaf, aku gak bermaksud kasar dan buruk tadi pagi." Leo kembali mengulang maafnya, dan menjelaskan atas apa ia meminta maaf. Ia terlihat sangat tulus ketika mengatakan hal tersebut, dan Nada hanya menganggukkan kepalanya pelan seraya memalingkan wajahnya untuk tidak menatap Leo yang terlihat semakin tampan ketika meminta maaf padanya.
'Pantas banyak perempuan yang langsung memaafkannya ketika dia melakukan salah.' Ucap Nada dalam hati.
Leo tersenyum mengetahui permintaan maafnya telah di terima, ia pun mengambil kursi untuk duduk semakin dekat dengan ranjang di mana Nada terbaring. Ia duduk untuk menatap pada perempuan itu, tetapi sebuah angin kencang tiba-tiba berhasil membuat pintu terbuka lebar dan membanting pada tembok dengan kencang hingga suara keras itu cukup membuat keduanya terkejut. Leo dan Nada menatap ke arah pintu dengan panik ketika angin itu berhasil masuk, membuat seisi ruang UKS berantakan. Kertas-kertas catatan kesehatan siswa berterbangan dan tirai pun berkibar. Leo segera berdiri dari duduknya untuk bergegas menutup pintu.
'Cleck!' Leo memilih untuk mengunci pintu UKS karena knot pintu yang telah rusak akibat kejadian tadi. Nada terdiam dengan jantung yang berdetak kencang, ia melirik ke arah kanan untuk melihat kondisi ruangan itu. Semuanya berantakan, kertas-kertas berserakan, tirai-tirai menyangkut pada besinya, bahkan patung skeleton pun terjatuh dari tempatnya berdiri. Sungguh angin yang sangat kencang!
Nada melihat kearah luar yang terlihat amat gelap, membuatnya semakin takut dan menatap pada Leo yang sekarang memunguti satu per satu kertas yang berserakan. "Leo." Panggilnya pada lelaki itu, Leo mendongak untuk menatap Nada yang masih duduk di ranjang UKS.
"Apa Nad?" Tanya Leo dan melanjutkan kegiatannya memungut kertas-kertas itu. Nada segera turun dari kasurnya dan berjongkok di samping Leo sambil menutupi kedua telinganya dan memejamkan mata dengan erat. Pada awalnya Leo mengerenyit bingung saat melihat Nada seperti itu, tetapi setelah ia mendengar suara ledakkan kencang dari langit. Ia sadar, bahwa saat ini Nada sedang ketakutan karena petir. Leo menarik kedua sudut bibirnya ke atas dan menyimpan kertas-kertas itu di atas lantai. Tangannya memeluk kedua bahu Nada untuk membantunya berdiri dan kembali naik ke atas ranjang. Kemudian Leo berjalan kearah jendela untuk menutupnya dengan gorden sehingga Nada tidak dapat melihat petir di luar sana.
Sebelum Leo menutup gorden itu, ia melihat kearah luar sana yang kebetulan adalah lapangan basket. Zzzzhaaassss! 'Hujannya sangat kencang. Bagaimana kita bisa latihan basket sore ini kalau hujannya kaya gini?' Leo yang memang memiliki rencana untuk latihan basket hari ini pun merasa kecewa karena hujan yang besar tiba-tiba mengguyur wilayah mereka. Padahal pagi tadi langit begitu cerah bahkan tidak ada yang menyangka bahwa hujan akan datang. Itulah misteri langit, yang tidak pernah ada satupun dari manusia yang mengetahuinya sekalipun badan meteorologi yang mempunyai peran memperkirakan cuaca. Terkadang kita telah di tipu oleh alam, atau memang segala sesuatu tidak ada yang pasti dan hanya dapat di perkirakan.
Setelah menutup gorden itu, Leo kembali merapikan kertas-kertas. "Hujan deras, Nad. Kamu pulang sama siapa hari ini?" Tanya Leo basa-basi sambil ia memunguti satu per satu kertas itu.
Nada berdehem untuk membasahi tenggorokannya yang kering sebelum kemudian ia menjawab pertanyaan dari Leo. "I-icha… Aku pulang sama Icha hari ini." Jawab Nada. Leo terdiam ketika mendengar jawaban tersebut, dan melirik pada perempuan yang kini menatapnya dengan heran.
"Ga di jemput ortu?" Tanya Leo lagi, Nada menggelengkan kepalanya tanda bahwa orang tuanya tidak akan menjempun dirinya hari ini. Dan Leo pun memilih untuk diam ketika ia telah kehabisan topic untuk ia tanyakan pada Nada.
Setelah semua kertas itu terkumpul, Leo menyimpannya kembali ke atas meja. Leo melihat keadaan ruangan tersebut dan berjalan ke salah satu ranjang untuk menarik tirai-tirai yang menyangkut dan merapikan posisi ranjang itu, kemudian ia melirik kearah patung skeleton yang terjatuh. Untuk sejenak Nada dapat melihat Leo menghela nafasnya sebelum kemudian mengangkat patung skeleton itu untuk berdiri di posisi semula. Trak! Nada tersentak karena suara dari tangan patung skeleton itu yang terlepas dan terjatuh ke atas lantai. Leo yang telah berhasil membuat patung itu kembali berdiri, segera mengambil tangan tersebut dan menaruhnya di bahu skeleton karena ia tidak bisa memasangkannya kembali.