Chereads / SEANCE / Chapter 5 - Jahil

Chapter 5 - Jahil

"Kenapa lu gak bantuin? Biasanya lu baik banget!" Tanya Icha kembali ketika keduanya sudah cukup lama terdiam setelah pembahasan tersebut. Nada yang tidak terlalu mendengar pertanyaan tersebut, berbalik dari kaca untuk menghadap Icha.

"Huh?" Tanyanya, meminta Icha mengulang kembali pertanyaannya. Icha membuang nafas dengan lelah dan menurunkan handphone miliknya.

"Kenapa lu gak bantuin Leo? Biasanya lu kan baik banget!" Icha kembali mengucapkan pertanyaannya, dan kali ini lebih jelas. Hingga Nada berkata oh dan membenarkan posisi duduknya.

"Habis tadi dia pake acara sita-sita handphone sih! Jadi biarin aja… Biar tahu rasa!" Mendengar jawaban Nada, Icha hanya mampu menggelengkan kepalanya.

Taksi yang mereka naiki telah sampai di depan kediaman Nada. Icha pun segera turun dan membantu Nada setelah ia membayar taxi tersebut. Dan saat Nada sedang membuka gembok rumahnya, Icha melihat tidak ada satupun mobil milik kedua orang tua Nada di sana. Biasanya jika Ayah atau Ibu Nada ada, setidaknya ada satu mobil yang terparkir di garasi atau depan rumahnya. Tetapi melihat tidak ada satu pun mobil di sana akhirnya Icha bertanya kepada Nada. "Ortu lu kemana, Nad?" Tanya Icha.

Nada berhasil membuka gerbang dan berjalan untuk membuka pintu rumah yang terbilang besar itu, Nada hanya melirik kearah garasi tempat penyimpanan mobil yang kini kosong. "Pergi ke luar Kota, Cha. Mama ada jadwal sama temen-temen arisannya, liburan tiga hari dan katanya besok pulang. Kalau Papa ada urusan kantor, jadi ga bisa pulang lima hari ke depan." Saat Nada menjelaskan hal tersebut, ada raut sedih yang dapat Icha tangkap meski ia tidak yakin apakah Nada benar-benar bersedih karena hal itu.

"Masuk, Cha!" Nada membuka pintu rumahnya dan mempersilahkan Icha untuk masuk ke dalam rumahnya. Nada menaruh tas nya dengan sembarang ke atas sofa, kemudian ia berjalan kearah dapur kecil yang ada di dekat dengan ruang tamu. Icha yang masuk ke dalam rumah Nada terlihat sangat santai seperti sudah terbiasa, dan memilih mengikuti langkah Nada kearah dapur.

"Lu udah bener baik-baik aja kan, Nad?" Tanya Icha memastikan sahabatnya itu tidak perlu ke dokter atau klinik terdekat. Karena Nada sempat menolak ajakannya untuk mengunjungi salah satu klinik yang mereka lewati tadi.

Nada yang kini sedang membuka kulkas dan melihat-lihat isinya pun menganggukkan kepalanya dengan yakin. Ia mengeluarkan sebuah jus yang ada di dalam kulkas dan mengangkat botol itu untuk memperlihatkannya pada Icha.

"Mau jus? Atau air dingin?" Tawarnya pada Icha. Perempuan itu berjalan dan ikut melihat isi kulkas, kemudian ia berjalan mengambil gelas dan menyodorkannya pada Nada yang hanya terdiam melihat gerak-geriknya.

"Jus aja deh! Hehehe…" Jawab Icha pada akhirnya, setelah ia melihat isi kulkas milik Nada. Nada tersenyum dan menuangkan jus itu ke dalam gelas yang di sodorkan oleh Icha. Keduanya kembali berjalan ke ruang tamu, dan duduk di sofa.

"Thank you Cha! Maaf ngerepotin." Ucap Nada dengan tiba-tiba, membuat Icha yang sedang meminum jus nya sempat tersedak. Kemudian Icha menaruh gelasnya ke atas meja dan mendekatkan duduknya pada Nada yang duduk di sampingnya itu.

"Ga apa-apa kok, Nad! Lagian gw yang mau nganter lu pulang. Jadi ga usah sungkan ya…" Ungkap Icha pada perempuan kurus itu. Nada mengangguk, namun tanpa dia sadari saat ini Icha tengah menyembunyikan sebuah senyuman tipis. Di dalam kepalanya saat ini terisi oleh beberapa ide untuk menjahili Nada, karena memang pada dasarnya Icha adalah anak yang jahil. Jadi seserius apapun yang ia lakukan, ia pasti memiliki niatan untuk menjahili teman-temannya.

"Eh Nad… Lu di rumah sendirian kan hari ini?" Icha menanyakan suatu hal yang sudah jelas dan sebenarnya tidak perlu di pertanyakan lagi. Nada hanya mengangguk keheranan sebab seharusnya Icha dapat mengambil kesimpulan dari penjelasan mengenai kepergian kedua orang tua yang tadi Nada jelaskan.

"Kenapa Cha?" Tanya Nada saat ia melihat raut wajah Icha yang berubah drastis di hadapannya itu. Icha menggelengkan kepalanya seolah enggan mengatakan apa yang sebenarnya ingin ia katakana, dan membuat Nada semakin penasaran.

"Apa sih Cha! Cepet kasih tau aku… Kalau nggak, aku bakalan teriak di depan kelas kalau kamu tuh sebenernya anak dari seorang Intelegen Negara!" Ancam Nada pada Icha, kedua mata Icha membulat ketika mendengar ancaman tersebut.

"Jangan! Jangan! Jangan kaya gitu deh Nad, nanti gw kena tegur Papa." Mohon Icha, Nada pun melipat kedua tangannya ke depan dada dan menunggu ucapan yang sedari tadi Icha urungkan.

"Oke, oke… Gw tadi Cuma mau bilang hati-hati ke lu. Lu sendirian di rumah kan?" Akhirnya Icha mengungkapkan apa yang akan ia katakana sebelumnya. Kening Nada mengerut mendengar pertannyaan terakhir yang Icha ucapkan dalam penjelasannya itu.

"Memang kenapa kalau sendirian di rumah, Cha?" Nada yang masih penasaran dengan maksud dari kata 'Hati-hati' yang di ucapkan Icha itu pun akhirnya kembali menanyakan alasan perempuan tersebut.

Icha mendekatkan dirinya untuk membisikkan sesuatu pada Nada, sehingga dengan refleks perempuan itu ikut mendekatkan kupingnya pada bibir Icha. Jantung Nada mulai berdebar karena takut, ia adalah tripikal orang yang penakut dan panikan sehingga sebelum ia mendengar alasan dari Icha pun ia sudah merasa cukup was-was.

"Banyak orang bilang… Kalau lu lagi sendirian di rumah, pasti ada tamu yang tidak di undang datang." Bisik Icha, Nada memajukan kedua bibirnya ke depan dan menyipitkan matanya seraya menjauh dari Icha ketika Icha selesai dengan ucapannya.

"Tamu yang tiba-tiba dateng pasti banyak sih, Cha. Apa yang harus di hati-hatiin sih?" Tanya Nada dengan santai, ia tidak terlihat takut ketika mendengarnya. Lagi pula ia sudah terbiasa kedatangan tamu dari orang tuanya yang tiba-tiba datang menanyakan keduanya ketika mereka sedang pergi.

"Ihh… Bukan tamu itu, Nad!" Sanggah Icha, "Tapi tamu tak kasat mata!" Sambung Icha kembali. Nada menahan nafasnya saat mendengar penjelasan Icha tersebut, dan dengan cepat ia memukul lengan perempuan berpita pink yang ada di sampingnya saat ini.

"Jangan gitu dong, Cha!" Protes Nada, Icha pun hanya mampu tertawa kencang dan mengaduh kesakitan karena pukulan yang di berikan oleh Nada padanya.

"Hahaha… Lu ga takut kan, Nad?" Tanya Icha yang sekarang mengusap-usap lengan kanannya.

"Ta… Nggak! Aku gak takut!" Jawab Nada yang sempat meralat jawabannya tersebut. Ia terlihat ragu, tetapi itulah tujuan Icha mengatakan semua hal menyeramkan itu. Ia memang berniat menakut-nakuti sahabatnya ini.

"Oh, syukur deh!" Sahut Icha, ia kembali meminum jus miliknya dan tersenyum dari balik gelas yang sekarang menutupi mulutnya tersebut. Icha dengan terburu-buru menghabiskan jusnya dan menaruh kembali gelas itu setelah kosong.

"Dah ah… Nad, gw pulang ya!" Pamit Icha. Nada yang mendengar ucapan pamit tersebut segera mendongak, menatap pada Icha yang sudah berdiri dari duduknya. Perempuan itu segera mengambil tasnya yang sedaritadi terbaring di atas sofa. Nada terlihat panik ketika mengetahui Icha akan pulang, sementara dirinya masih merasa parno dan ketakutan karena ucapan Icha sebelumnya.

"Cha, nggak mau makan dulu?" Tanya Nada, setidaknya ia mencoba membuat Icha lebih lama berada di dalam rumahnya. Namun jawaban yang di berikan Icha sungguh berada di luar ekspektasinya.

"Nggak ah, gw udah kenyang." Tolak Icha, Nada terdiam mematung ketika mengetahui usahanya sia-sia. Icha segera mengeluarkan jaket miliknya dan menggunakannya sebelum ia pulang. Nada menggunakan kesempatan itu untuk memikirkan sebuah rencana yang dapat menghambat kepulangan sang sahabat.

"Nad, gw pulang dulu ya. Bye!" Icha berjalan ke depan pintu keluar, dan Nada yang sudah merasa terpojokkan itu akhirnya menggunakan sebuah jurus yang menurutnya sangat jitu. Ia memegang kepalanya dan mengaduh.

"Aduh… Cha! Pusing, Cha!" Ucapnya seraya memejamkan matanya dan terduduk dengan lemas ke atas sofa. Icha yang mengetahui itu hanyalah sebuah akting yang Nada lakukan untuk menahan kepulangannya pun hanya bisa berusaha menahan tawanya sekuat yang ia bisa.

Sedetik kemudian Icha berpura-pura panik dan menghampiri Nada yang masih berakting sakit. "Eh, Nad! Lu ga apa-apa kan?" Tanyanya, ia kini masuk ke dalam permainan yang di mainkan oleh sahabatnya itu.

"Kepalaku sakit banget, Cha!" Jawab Nada melebih-lebihkan apa yang tidak sebenarnya ia rasakan. Namun lagi-lagi semuanya berada di luar ekspektasi Nada, Icha mengambil duduk di sampingnya dan mengodok isi tas nya. Mencari sesuatu yang tidak Nada ketahui.

"Untung gw punya obat pusing yang dokter kasih bulan lalu!" Terangnya. Nada mengintip dari balik matanya yang tidak tertutup sempurna itu, dan mendapati Icha sedang mengeluarkan sebuah bungkusan obat.

"Nih, Diminum ya! Gw harus cepet-cepet pulang, Nad!" Icha kembali berdiri dari duduknya dan kini menatap Nada, menunggu perempuan itu berhenti dengan segala kepura-puraannya. Nada pun dengan berat hati membuka matanya untuk menatap Icha dan mengangguk.

"Hati-hati ya, Cha!" Ucap Nada pada sahabatnya tersebut. Icha mengangguk dan sesegera mungkin keluar dari rumah Nada. Meninggalkan Nada yang terduduk lesu, karena di tinggalkan sang sahabat.

Icha berjalan menuju jalan raya yang cukup jauh dari rumah Nada. Selama perjalanan menuju jalan raya, Icha tak henti-hentinya tertawa mengingat apa yang di lakukan oleh Nada tadi. "Nada… Nada… Dasar lu tuh memang freak!" Gumam Icha di sela tawanya.