Belum sempat Petra melangkahkan kaki memasuki ruang kelas, Petra sudah ditarik keluar halaman oleh Hime dan Teresa dengan paksa. Petra bahkan tidak bisa berbicara apapun karena Rita yang menyusul dibelakangnya memberi isyarat dengan jari telunjuk kanan ia letakkan diantara bibir yang berarti 'tolong diam'.
Setelah mereka benar-benar aman dari telinga-telinga manusia tidak tahu diri yaitu trio Veronica, Rita mulai berkacak pinggang. Sikap mengintrogasi Petra.
"Apa kamu tahu kalau trio gadis sok cantik itu mendapat panggilan beasiswa renang dalam kelompok dari sekolah asrama di Haraikan?" cecar Rita tampa memberi kesempatan Petra untuk duduk disalah satu kursi taman.
Membiarkan Petra berdiri sendirian sementara tiga teman kelasnya duduk cantik dihadapannya.
"Tidak. Dan tidak peduli. Tapi kedengarannya bagus itu." sahut Petra tidak mau tahu.
Setelah itu Petra beranjak pergi namun tangan panjang Teresa segera menahan Petra ditempat. Dan tidak berkutik. Mata tajam Teresa lebih garang dibanding seekor singa betina kelaparan jika dia sudah ada maunya.
Dengan mendengar nama trio gadis sok cantik itu saja sudah membuat perut Petra melilit. Apalagi jika mengingat perbuatan yang telah mereka bertiga lakukan pada dirinya saat di Dustena.
Namun Petra tidak bisa menceritakan apa yang sudah ia alami berkat mereka bertiga kepada teman-temannya. Bahkan Petra enggan masuk di kelas yang sama dengan trio Verinoca jika tidak karena terpaksa. Beasiswanya lebih penting dari pada nyawa Petra sendiri.
Petra bukanlah seorang gadis pendendam, tetapi jika ia sudah pernah dilakukan tidak baik oleh orang yang jelas-jelas menyatakan perang kepadanya maka Petra lebih memilih menghindar.
Petra bersikap seperti itu bukan karena ia seorang pengecut, hanya tidak mau memancing keributan yang tidak ada artinya dan buang-buang waktu.
Bagi Petra, tinggal sendiri di Metropol tidak lain adalah untuk belajar dan mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Selain itu Petra sama sekali tidak peduli. Atau berusaha sebisa mungkin untuk tidak peduli.
Bersikap peduli hanya akan membawa Petra pada masalah yang lebih besar. Itulah yang Petra petik pelajaran setelah bertemu dengan Lyon. Terima kasih banyak tuan muda Lyon!
"Hei, jangan begitu Petra. Apa kamu tidak penasaran bagaimana mungkin mereka bisa tiba-tiba mendapatkan panggilan beasiswa di tengah semester seperti ini. Terlalu mencurigakan bukan?" bahkan Teresa membela ucapan Rita.
"Apa kamu tidak berpikir jika ada campur tangan Lyon?" usik Rita lagi. Meletakkan satu tangan diatas tangannya yang lain seperti benar-benar sedang berpikir serius.
"Lyon tidak mungkin melakukan hal licik semacam itu. Aku tahu kalau dia berasal dari keluarga kaya, tapi apa mungkin dia menggunakan uangnya untuk sesuatu yang tidak masuk akal hanya demi aku? Demi menjauhkan pengganggu itu dari jangkauan... Kecuali salah satu anggota keluarga Lyon memiliki kekuasaan di sekolah ini?" ucap Petra membela diri.
Sejak mengenal Lyon, setiap kali pemuda itu tersenyum manis dimata orang lain namun tidak bagi Petra yang menilai itu hanya sebuah kamuflase. Senyum itu sebenarnya adalah senyum licik Lyon yang sebenarnya.
Lyon yang wajahnya seperti malaikat namun berotak rubah.
Tetapi, sekali pun Lyon selalu bertindak licik kepada dirinya, Petra tidak sekali pun berpikir kalau Lyon akan melakukan perbuatan seperti itu.
Apalagi jika pemuda itu melakukannya demi dirinya. Petra menggelengkan kepala tanpa sadar membuat tiga temannya hanya mengangguk mengamini ucapan Petra.
"Ucapanmu ada benarnya juga, Petra. Tetap saja ada yang aneh loh." decak Rita masih meragu. Berlagak seperti detektif dalam novel klasik yang diangkat ke layar kaca.
"Inilah akibat kamu terlalu banyak nonton drama tidak bermutu di TV." oceh Petra kemudian meninggalkan tiga temannya menuju kelas.
Kali ini ketiga teman Petra membiarkan dirinya pergi meninggalkan mereka kembali ke kelas. Sialnya, sebelum sampai Petra di depan pintu kelas trio gadis yang namanya tidak ingin Petra ingat bahkan tidak ingin Petra sebut namanya, menghadang menghalangi jalan kearah pintu.
"Sayang sekali, kita harus meninggalkan sekolah ini dan mungkin berhenti bertemu denganmu, Petra. Padahal masih banyak yang ingin aku lakukan bersamamu loh." Veronica berkacak pinggang tepat didepan Petra.
Veronica benar-benar menghalangi jalan. Dan matanya tajam menusuk pada Petra.
"Selamat. Aku dengar kalian mendapat beasiswa di Haraikan. Kalian sangat beruntung sekali, hanya dengan mengganggu saja Asosiasi Renang Nasional lansung meminta kalian masuk disalah satu sekolah unggulan yang mereka kelola. Apalagi jika kalian benar-benar membuatku menghilang selamanya. Bukan hanya di Haraikan mungkin kalian akan ke planet Mart yang dilanda musim kemarau sepanjang tahun." Petra tanpa menunggu respon Veronica ia berjalan melewati mereka bertiga.
Petra ingin sekali tertawa terbahak setelah menyelesaikan ucapannya. Namun mengingat rasa sakit hati karena perbuatan mereka bertiga hanya semakin mengiris pertahanan mental Petra.
.
Dan..
Akibat aksi nekat Petra, mau tidak mau mereka bersenggolan bahu yang cukup keras.
"Apa maksudmu gadis ular?" seru Veronica tidak terima di hina seperti itu oleh Petra. Hingga murid satu kelas melihat kearah mereka berdiri.
"Ucapan selamat dariku. Bukankah tadi sudah aku katakan?" jawab Petra jengah. Melenggang menjauh. Menjauh sejauh yang Petra bisa.
Dan tanpa memandang kearah Veronica dan dua temannya, Petra langsung duduk ditempatnya. Membuka buku tugas. Detik selanjutnya sudah tenggelam dalam pekerjaannya sendiri.
Dengungan seperti lebah yang dihasilkan trio Veronica akan Petra anggap sebagai sebuah paduan suara nan sumbang. Tidak enak didengar namun terpaksa terdengar.
Pada akhirnya Petra menyadari, tinggal di kota besar berbanding lurus dengan resiko yang harus ditanggung. Apalagi menanggung rasa sakit yang ia alami sejak hari pertama menginjakkan kaki di Metropol entah bagaimana Petra bisa mengatasi selain bersikap acuh.
...
Hari yang sama.
Lyon sengaja mengabaikan Petra. Tidak disekolah, dirumah bahkan ditempat latihan pacuan kuda, tidak sekalipun Lyon mencoba berbicara kepada Petra.
Anehnya lagi, Petra pun seakan tidak merasa ada yang salah dari sikap Lyon.
Justru karena itu, selama sisa sore Lyon uring-uring seperti gadis yang sedang datang bulan. Tidak jelas dan semua terlihat serba salah.
"Ada apa Lyon? Tidak biasanya kamu meminta kakak kelasmu yang sibuk sekali ini untuk datang ke...tempat apa ini?" sapa Steven yang sudah berdiri didepan pintu lantai dua rumah Petra yang masih direnovasi.
"Tempo hari kamu pernah cerita tentang legenda penguasa elemen. Apa menurutmu itu benar-benar ada...maksudku mereka itu?" tanya Lyon tanpa basa basi.
Steven yang baru saja duduk didepan Lyon dibuat kaget karena tiba-tiba saja bocah tidak tahu sopan santun itu bertanya tentang sesuatu yang sedang ia selidiki.
"Menurutmu sendiri?" Steven balik bertanya dengan menyunggingkan senyum jahil khasnya.
"Aku sedang serius Stev!" gerutu Lyon tidak sabar.
"Oke. Baik. Tolong tenangkan dirimu dulu Lyon. Begini, aku akan tanya satu hal padamu jika aku percaya ada penguasa elemen hidup dan nyata diantara kita, apa kamu juga akan percaya?"
-tbc-