Chereads / Ardiansyah: Raja dari Neraka / Chapter 132 - Chapter 22: Team 39

Chapter 132 - Chapter 22: Team 39

Oleh: Manggala Kaukseya

Esok hari pun tiba, dan entah mengapa udara terasa lebih dingin dari biasanya. Mungkin musim gugur akan terus mendingin hingga musim dingin tiba.

Kami membuat janji dengan tim Ozak, tim 39, untuk bertemu di depan gerbang barat benteng Guild, gerbang yang mengarah pada kandang Talaria. Aku meminta Lalita untuk mengirimkannya pesan itu kemarin, semenjak dia adalah sekertarisku dan pemuda Iska cenderung merasa nyaman saat berbicara dengan gadis Genka, walau ya… dia mempunyai gadis Genkanya sendiri di tim itu.

Pukul 6.45, aku akhirnya bisa melihat ke-8 anggota tim 39 berjalan ke arah kami.

"Selamat pagi Manggala, selamat pagi semua." Ozak langsung menyapa kami.

"Selamat pagi Ozak, ini sudah semua kan?"

"Sudah."

"Kalau begitu bisa kamu perkenalkan mereka terlebih dahulu, sebelum kita berangkat."

"Oh tentu, tentu…"

Ozak lalu meminta ke-7 anggotanya untuk berbaris, dan mulai memperkenalkan mereka satu-persatu.

"Dimulai dari aku dulu, namaku Ozak Diratama, Fui Malianis (Core) dan ini adikku Inaya Diratama, Fui Malianis (Support)."

Kurasa di Dunia baru ini, siapapun bisa dengan mudah melihat suku seseorang hanya dengan melihat fisik mereka. Ozak dan Inaya memiliki rambut putih kesianan dan mata sian, persis seperti Ghanimah atau Iska pada umumnya. Bedanya dengan Iska di Angkasa, Iska di Daratan akan lebih sering untuk tidak menampakkan sayap mereka, ketimbang menentengnya ke mana-mana, namun bukan berarti kemampuan terbang mereka lebih inferior.

Ozak dan Inaya mengenakan seragam Malianis yang sama persis seperti Ghanimah, jubah sihir dengan corak sian dan putih. Namun terdapat sedikit perbedaan antara Ozak dengan Ghanimah ataupun Inaya, Malianis (Support) memiliki logo perisai dengan topi penyihir di sakunya, sementara Malianis (Core) memiliki logo tongkat dan topi penyihir.

"Lalu ini Vardah Caraka, Parang Malianis."

Sama seperti sebelumnya, Vardah merupakan Iska dengan rambut putih kesianan, mata sian dan kulit putih dingin. Hanya saja ketimbang kedua Malianis di timnya, Vardah terlihat lebih tenang dan tajam.

Seragamnya cukup berbeda dengan para Malianis. Ia menggunakan baju lengan panjang, dan celana super pendek. Aku yakin ini demi mobilitasnya, semenjak Parang Malianis merupakan pasukan yang menggunakan pedang es, terbuat dari baja ringan. Meski begitu, Parang Malianis merupakan Utility Support layaknya Seija.

Oh, dan satu hal yang pasti dari seragam Iska, punggung mereka selalu terekspos, agar mereka bisa mengeluarkan sayap mereka tanpa merusak pakaian mereka.

"Di sebelah Vardah… kuyakin kamu pasti telah mengenal mereka Manggala, Anna dan Parama Ganendria, Wengkow Waraney (2H) dan (SS)."

Ia tak salah, aku memang mengenal keduanya. Mereka adalah pasukan berseragam hitam merah layaknya diriku. Bedanya Parama memiliki zirah di pakaiannya, yang bahkan lebih lengkap dan kuat ketimbang diriku.

"Kemudian ada bang Destin Urania, Jawara Busur."

Hmm… bang Destin dan bang Asger sama-sama seorang Jawara, tapi pakaian mereka jelas terlihat sangat berbeda. Topeng mereka juga berbeda bentuk, dan bang Destin memiliki tudung di kepalanya. Kurasa sudah standar tiap pemanah di Dunia baru untuk menggunakan tudung, teh Senaria juga memiliki tudung di seragamnya.

"Setelahnya, Shaerra Vasantia, Raksaka."

Raksaka ya… Raksaka gen 4 jelas berbeda dengan yang ada di perang Sfyra. Raksaka gen 4 merupakan hasil perkawinan antara Sarma dan Jawara, pada masa reinkarnasi Pohon Kehidupan.

Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi gen dari Jawara dan Sarma (yang seharusnya hanya menjadi wadah netral) bersatu dan membentuk jenis Raksaka hybrid.

Gadis ini memiliki rambut putih pekat dan mata biru toksik, kulitnya sama seperti Vhisawi lainnya yaitu putih susu. Secara detail mungkin mereka berbeda dengan Iska, tapi jika hanya dilihat sekilas, keduanya mirip. Seakan Raksaka menjadi versi lebih gelap dari Iska. Walau ya… tinggi badan mereka jelas berbeda, semenjak Raksaka adalah anak dari Sarma dan Vhisawi yang berbadan tinggi.

Shaerra membawa busur silang layaknya bang Destin, namun ukurannya lebih kecil. Raksaka gen 4 berbeda dengan para Jawara busur, entah mengapa mekera semua terlahir perempuan, dengan kata lain mereka memiliki kemampuan support bukan DPS. Mereka adalah hybrid yang memiliki elemen Toksik, tapi mampu melakukan peyembuhan walau tak sebaik Sarma. Shaerra pasti berperan sebagai Healing Support di tim 39, anggap saja dia Sarma yang juga mampu menyerang.

"Dan yang terakhir, Andrew Esel, Dubalang Pariasai."

Antara batu naga dan berlian suci sebenarnya lebih keras berlian suci, namun berbeda dengan Dubalang Parisai yang hanya memiliki berlian suci di zirah dan parisai mereka, Dakruo juga memiliki batu naga di sekujur tubuhnya. Dia tetap akan kuat walau ditelanjangi, ditambah tubuhnya yang 1,5 meter lebih tinggi dari para Dubalang, jelas Drakenkrijger lebih superior dalam menjadi Tank.

"Oke, itu dah semua Mang."

Selanjutnya aku memperkenalkan kepadanya tiap anggota tim 69. Setelah itu kami pun mulai berjalan ke arah kendang Talaria.

"Kak Manggala! Kak Manggala!" Aku mendengar suara girang dari seorang gadis memanggil namaku.

"Hm?" Aku pun menengok ke belakang, rupanya kedua Wengkow Waraney tengah tersenyum di belakangku.

"Kita akhirnya bakal bertugas bareng lagi kak!" Mereka tampak begitu bersemangat, kurasa wajar bagi para Waraney untuk merasa nyaman ketika bersama Waraney lainnya.

"Anna, Parama, yang lain mana? Kok kalian berdua doang?" Lalita kemudian bergabung ke percakapan kami dan bertanya kepada mereka.

"Gak masuk Ta, cuman kita bedua doang yang dari keluarga Ganendria."

"Hah serius? Ganendria? Keluarga sebesar kalian, cuman kalian bedua yang masuk?" Lah gak waras, masa iya, Ganendria itu keluarga Wengkow Waraney yang isinya orang-orang berbakat. Ditambah lagi di keluarga mereka itu ada 42 ibu yang masing-masing melahirkan 8 orang anak, masa iya cuman kepilih 2.

"Hehe becanda kok kak~ yang lainnya ada di tim lain. Kan gak mungkin ada lebih dari satu kelas yang sama dalam satu tim."

"Ah kamu ini, hampir rusak harga diriku gara-gara kamu Na…"

"Hehe~"

Tak lama kemudian kami pun sampai di kendang Talaria, dan Ozak langsung memilih kereta Talaria yang akan ia dan timnya tunggangi.

"Kalian mau make yang mana Mang? Kami kemaren pakai yang itu, jadi kami ingin pakai kereta yang sama."

"Ah kami? Kami gak perlu pakai Talaria kok."

"Lah, terus?"

"Dakruo! Kita berangkat!"

Aku pun meminta Dakruo untuk berubah menjadi wujud naganya. Seperti apa yang kuharapkan, tiap anggota tim 39 melongo melihatnya. Ahahahaha… aku jadi penasaran apa ada Drakenkrijger lain di Guild ini, sejauh yang aku baca sih belum ketemu, tapi aku baru membaca sedikit dari nama-nama orang di Guild.

"Gila Mang! Apa-apaan!? Kalian serius mau naikin rekan kalian sendiri?"

"Ah gak kamu gak Ghanimah sama aja!"

"Woy Mang, pertanyaan kami kan legit dan jelas!" Ghanimah langsung mengoceh setelah mendengar perkataanku.

"Iya benar! Masasih kalian mau menunggangi rekan sendiri?"

Astaga aku diserbu oleh tiap Iska di sana.

*Duarrr!*

Aku pun menghentakkan tanah dengan kakiku, dan memunculkan api jingga yang teramat terang dan panas.

"Kalian cerewet amat sih! Dakruonya juga gak ada masalah! Kenapa jadi kalian yang ruwet!"

"I-iya Mang… maaf."

Kurasa mau sekuat apapun Iska, mereka tetap akan takut sama api, kami benar-benar counter terbaik dari suku mereka.

***

Hai semua Polar Muttaqin di sini. Sebelum kita lanjut, sebenarnya beberapa dari kalian pasti bingung, bukannya tim 39 juga memiliki Ambawak ya? Dubalang Parisai kan tingginya kurang lebih 3,5 meter.

Jawabannya ya… kereta Talaria memang muat untuk dimasuki Dubalang, tapi tidak muat untuk Drakenkrijger. 1,5 meter itu lumayan jauh lho untuk sebuah perbedaan tinggi badan.

Oke, kembali lagi ke ceritanya, selamat mendengarkan!

***

"Yaudah lah, kita sekarang langsung berangkat aja, jarak dari benteng ke Aeris itu mayan jauh, bisa sampai 3 jam, kita masih belum tahu hal buruk apa yang akan dilakukan para Uhndak di sana."