Chereads / Ardiansyah: Raja dari Neraka / Chapter 131 - Chapter 21: Night Lesson

Chapter 131 - Chapter 21: Night Lesson

Oleh: Ghanimah Himesh

"Yang bener aja… gue pernah misi bareng ama tu si Destin, panahnya gak ngotak, bukan masalah meleset gak meleset, tapi kapan panah itu melesat bener-bener selalu tepat, bukan main bakatnya tu anak."

"Shaerra juga… dia Raksaka yang… berbakat."

"Ya mau gimana lagi, mereka benar-benar yang terlemah di Guild." Dari tampangnya Manggala jelas banget gak ngibul sama sekali, dia juga terlihat bingung dengan apa yang baru saja dia tulis. Apaan sih sebenarnya yang sedang terjadi!?

"Jadi maksud lo orang-orang terlemah di Guild isinya salah satu dari prajurit terbaik di kelasnya?"

"Benar bang, ini adalah organisasi elite, dan semua prajurit di benteng ini…"

"Kuat."

Aku benar-benar merinding melihat dan mendengar Manggala mengucapkannya. Kutahu ini organisasi elite yang jelas tak mudah untuk bisa bergabung ke sini, tapi aku tak menyangka standard terendahnya bakal setinggi ini!

"Gila! Apa-apaan! Ini yang nentuin siapa aja yang masuk sini siapa dah? Tuan Verslinder sendiri!?"

"Tapi bang, abang sadar gak sih? Kalau misalnya standar Guild setinggi ini…"

"Musuhnya juga… AH BRENGSEK! Sebenernya kita pada ini ngelawan apaan sih!"

"Semua pertanyaan yang kita punya, bisa kita dapatkan besok bang."

". . . yowes dah, teros? Ada lagi gak yang pengen lo omongin?"

"Ada 1 lagi."

"Apa tuh Mang?"

"Uhndak bukanlah satu-satunya jenis Demi baru, dan bukan satu-satunya yang punya elemen baru juga."

Manggala kemudian menjelaskan tentang Suanggi kepada kami. Jujur musuh yang satu ini terdengar seakan berada di luar kapabilitasku. Maksudku… dari deskripsinya saja sudah jelas kalau mereka mampu memanipulasi dimensi, sementara kami para Ilmuan hanya bisa membuatnya untuk menaruh barang bawaan kami atau Blink. Tidak-tidak… tak boleh begini! Kalau aku sudah takut bahkan sebelum bertarung, maka kegagalan pastinya tak akan terelakkan.

"Jadi para Suanggi ini kemungkinan akan datang ke misi kita besok?"

"Masih kemungkinan, tapi tak ada salahnya berjaga-jaga."

"Yaudah la ya Mang, kagak ada lagi kan? Gue stress cuman dari mikirinnya."

"Gak ada bang, kecuali abang mau ikut les bareng Ghanimah sama teh Sena."

"No thanks… Seija, yok keluar!" Bang Asger pun berjalan keluar dari ruangan bersama gadis kadalnya.

"Aku juga pamit ya Mang." Devan mengikuti di belakang.

"Dakruo? Mau ikutan?" Manggala kemudian bertanya pada raksasa naga yang masih tinggal di dalam ruangan.

"Tidak tuan, tapi saya akan tetap di ruangan ini untuk mendengarkannya secara pasif, selagi mengistirahatkan badan."

"Ah oke, selama kamu tak mengganggu kami…"

"Dimengerti."

Dakruo kemudian merangkul kakinya hingga dirinya berposisi layaknya sebuah bola. Lalu bersama uap yang mengebul pekat, zirahnya terbuka, berubah bentuk menjadi layak telur yang mebungkus seisi tubuhnya. Dia benar-benar berubah menjadi sebutir telur naga!

"Baiklah, kurasa kita bisa mulai pembelajarannya."

Manggala bilang jika ia hendak memberikanku info secara detail tentang kemampuan tiap-tiap prajurit dari masing-masing suku, maka hanya semalam saja tak akan cukup untuk melakukannya. Jadi dia hanya merangkum hal-hal penting, yang sekiranya cukup untuk membantuku di misi esok hari.

"Oh iya, ngomong-ngomong Mang."

"Kenapa?"

"Tadi di list anggota tim sebelah aku ngelihat ada 2 orang Wengkow Waraney, bedanya apa?"

"Beda di gendernya."

"Kayak Malianis?"

"Iya"

Manggala pun berjalan ke papan tulisnya dan menggambarkan ilustrasi yang menjelaskan perbedaan kedua kelas.

"Wengkow SS atau 'Spear and Shield' (tombak dan perisai) adalah Waraney laki-laki yang bersenjatakan wengkow dan salawaku, mereka bertugas di garis terdepan pasukan Genka, dan memiliki kemampuan bertahan yang amat luar biasa."

"Kayak Dubalang Parisai?"

"Hampir, bedanya Dubalang Parisai menjaga garis depan dengan memampangkan Parisai perkasanya, sementara Wengkow SS menjaga garis depan dengan bertarung melawan musuh terdekatnya. Mereka tak hanya punya pertahanan yang keras, tapi daya rusak mereka juga cukup kuat."

"Whoa… apa mereka juga termasuk DPS?"

"Sayangnya tidak, karena mereka tak menghasilkan kerusakan sebanyak Santi dan Istinggar."

"Jadi mereka masuknya apa? Tank?"

"Lebih tepatnya Off Tank."

"Off Tank?"

"Ya, ketika terdapat 2 tank dalam tim, salah satu tank akan menjadi Main Tank, atau tank utama, dan yang satunya menjadi Off Tank, atau tank kedua."

"Bedanya apa?"

Lagi-lagi ia menggambarkan ilustrasi yang membedakan keduanya di papan tulisnya.

"Main Tank bertugas mengambil Aggro dari musuh terbesar dan terkuat, sementara Off Tank akan mengambil aggro dari musuh yang lebih lemah, tapi dalam jumlah banyak."

"Aah… itu mudah dipahami. Lalu Wengkow yang satunya?"

Manggala tampak terdiam dan berpikir sejenak. Lalu tak lama setelahnya ia mulai melihat ke arah adik kecilnya dan memanggil dirinya.

"Lalita, kamu cukup mengenal Anna kan? Bisa kamu yang jelaskan?"

"Oke kak~"

Dan dengan ilustrasi yang luar biasa girang di papan tulis, Lalita pun mulai menjelaskan.

"Jadi gini ya wahai murid-murid yang rajin dan penuh semangat belajar… dan OH! Juga telur di sana… Wengkow 2H itu singkatan dari 2 Handed Wengkow, dengan kata lain tombak yang dipegang dengan 2 tangan."

"Apa berarti tombak mereka lebih panjang?"

"Bing Bong! Tepat sekali! 100 buat kak Imah~"

Bahkan ketika mentari sudah tak lagi menampakkan dirinya, gadis ini masih saja terlihat kian girang dan bersemangat. Aku gak bakalan komplain sih…

"Wengkow 2H itu mirip dengan kami Ina Waraney, mereka juga berperan sebagai Offensive Support! Hanya saja tarian mereka… lumayan berbeda dengan kami."

"Bedanya apa?"

"Banyak tentunya~" Ia tersenyum kian songongnya.

"Garis besarnya, kami membuat serangan lebih cepat dan mematikan, sementara mereka membuat serangan lebih mantab dan lebih sukar untuk diinterupsi."

"Hah!? Maksudnya lebih sukar diinterupsi?"

"Hmm… gimana jelasinnya ya…" Ia mulai memain-mainkan telunjuknya di depan bibirnya, dengan kepalanya yang menari ke sana kemari, gestur tanda dirinya tengah berpikir. Ini anak hyper banget dah…

"Oh oh! Anggap saja begini, ketika seekor kuda hendak menyeruduk kita, kita akan dengan mudah membatalkannya dengan menyerang kuda itu, sementara ketika seekor badak hendak menyeruduk kita, maka kita akan butuh serangan yang jaaaauuuuh lebih kuat untuk memberhentikannya."

"Oh… oke, aku mengerti, itu toh maksudnya."

"Dirimu punya pertanyaan lain, Ghanimah?" Manggala kembali bertanya kepadaku sebelum melanjutkan pembelajarannya.

"Ada sih… sebenarnya aku cukup tertarik pada Phoenix Waraney, semenjak mereka satu-satunya yang menggunakan sihir api di antara para Genka, tapi semenjak aku datang ke Guild, aku tak menemukan satupun dari mereka."

Manggala menghela nafas begitu kencangnya ketika mendengar perkataanku.

"Sebenarnya tiap Genka menggunakan sihir sih, kayak buat nyalain kompor misalnya, tapi aku mengerti maksud ucapanmu… dan iya benar mereka tak ada di Guild ini, lalu?"

"Boleh tidak kamu jelaskan kenapa? Bukankah mereka pasukan elite? Aku ingin tahu tentang Mere—"

"Ghanimah!" Tiba-tiba Manggala menyela ucapanku dengan nada yang cukup tegas.

"Y-ya…?"

"Kita ada misi esok hari, fokus lah pada apa yang akan kita lakukan terlebih dahulu."

"Oke. . . maaf."

Ada yang aneh, memang benar seharusnya aku fokus pada misi dan anggota tim di esok hari, tapi ia tak seharusnya membentakku seperti ini dong! Kadang aku benar-benar tak mengerti apa yang ada di benak Manggala, apakah ada sesuatu tentang Phoenix Waraney yang membuatnya marah padaku?

Setelahnya kami pun mulai membahas mengenai tiap kelas yang ada di tim kami dan tim yang akan bertugas bersama kami besok. Ia juga bilang padaku untuk tak pernah ragu dalam melakukan Blink ketika bertemu dengan musuh di jarak yang berbahaya.

Kurasa ia tahu kalau keluarga utama dari para Ilmuan dapat melakukan Blink secara terus menerus dalam waktu singkat. Kuharap tak ada hal yang akan menghentikanku melakukannya besok.

*

Lesku akhirnya berakhir pada pukul 00.27, beruntung sekali aku tidur tadi siang, tapi jelas aku harus segera tidur sekarang.

Manggala, Lalita dan teh Sena nampaknya masih akan tetap di sana untuk sementara waktu, semenjak ada banyak hal yang teh Sena tak mengerti karena aku yang terlalu cepat memahami pembelajaran. Aku tak akan menyalahkannya, karena perbedaan kecerdasan antara kami berdua mungkin melebihi 100 digit.

Ketika aku keluar dari ruangan aku mendengar suara dari arah ruang TV. Aku tak menyangka akhirnya akan ada yang menggunakan Televisi tersebut, jadi aku merasa sangat penasaran dan segera menghampirinya.

Namun saat aku membuka pintu ruangan itu, TV di sana sudah tak lagi memiliki pentonton. Bang Asger sudah tertidur pulas di atas sofa dengan Seija menempel di dadanya.

Aku tahu keduanya memang cukup dekat, tapi aku tak menyangka sebegini dekat. Kukira hubungan mereka hanya sekedar hewan dan pawang, walau ya… aku bisa membayangkan seseorang tidur dengan anjingnya di atas sofa. Kurasa tak ada yang salah dengan ini, tapi entah mengapa, aku merasa begitu iri.

Ah sudahlah, aku harus segera beristirahat, jadi kumatikan saja TV di depan mereka dan beranjak ke kamarku tuk pergi tidur.