Chereads / Ardiansyah: Raja dari Neraka / Chapter 130 - Chapter 20: Meeting Room

Chapter 130 - Chapter 20: Meeting Room

Oleh: Ghanimah Himesh

Hari menjelang malam, sebaiknya aku mulai menyiapkan makan malam. Mereka pasti akan makan terlebih dahulu sebelum rapat kan?

"Van, panggilin yang lain buat makan malem dong."

"Oke, Mah."

. . . sial, aku sebenarnya sudah biasa dipanggil seperti itu oleh teman-temanku karena jelas itu suku kata terakhir di nama depanku. Tapi entah mengapa saat Devan melakukannya kok rasanya… agak… gimana gitu.

Fokus-fokus, aku harus segera menghidangkan makanan ini. Aku tak tahu apa Manggala telah memberitahukan tiap orang akan pertemuan malam ini, jadi mungkin ia berniat memberi tahu yang lainnya saat makan malam.

*

Tak lama setelahnya, semua orang pun berkumpul dan kami mulai menyantap makanan kami. Ini ke-4 kalinya kami makan bersama, dan Dakruo masih saja makan di lantai. Apakah ada baiknya kami membangun kursi untuknya? Ah tapi dia kan seorang Ambawak, harusnya dia yang paling mahir di antara kami dalam membangun perabotan, dia bisa mengotak-ngatik volume dan massa jenis kan? Bisa gak sih dia ngecilin tubuhnya? Kayaknya tidak.

"Ah, aku lupa bilang, habis makan malam kita kumpul di ruang rapat ya, ada sesuatu yang harus aku beri tahukan pada kalian." Seperti dugaanku dia belum sempat memberitahu yang lain.

Aku yakin Manggala bukan seseorang yang lalai atau pelupa, pikirannya pasti sibuk akan hal lain. Ya… dari semenjak pulang dia memang sudah sibuk sih, lagi pula dia tetaplah seorang laki-laki, mereka tak pernah menjadi yang terbaik dalam melakukan multitasking, itu lah gunanya sekertaris.

"Lalita, Manggala tak memberitahumu apa-apa soal pertemuan malam mini?"

"Hm? Enggak tuh, ini pertama kalinya aku dengar dari kakak."

Hmm… fakta bahwa Lalita saja tak tahu akan hal ini dapat menceritakan banyak hal tentang bagaimana Manggala menjalankan kepemimpinannya. Aku ingat bahkan Tuan Agung Amartya punya sekertaris pribadi untuk membantunya, apa Manggala berusaha mengemban semuanya sendirian? Ataukah dia tidak percaya pada kami? Setidaknya dia percaya pada adiknya sendiri kan? Aku akan coba bicara dengannya nanti.

"Langsung ke atas saja ya, biar kalian bisa segera beristirahat untuk esok hari?"

"Memangnya mau ngapain besok Mang?"

"Itu… akan kujelaskan semuanya di ruang rapat."

Seperti apa yang diminta, kami pun naik ke ruang rapat setelah selesai makan malam. Aku yang terakhir masuk ruangan tentunya semenjak aku harus membereskan meja makan. Ya… hal-hal seperti ini sebenarnya bisa mereka lakukan sendiri sih… mungkin akunya saja yang terlalu senang memanjakan orang.

Setelah ke-8 dari kami akhirnya berkumpul di ruang rapat, kecuali Lalita, nampaknya tiap anggota tim kami cukup terkejut melihat ruang rapat yang sudah dikelilingi banyak sekali berkas dan segala macam hal. Tempat ini benar-benar menyimpan banyak sekali informasi yang pastinya akan sangat berguna dan berharga untuk misi-misi kami.

"Baiklah akan aku mulai pertemuan kita malam ini dengan hal yang setidaknya sudah kita pahami sebagian."

"Para Uhang Pandak?" Sahutku atas ucapan Manggala.

"Benar, para Uhndak seperti apa yang sudah kita lihat merupakan makhluk kerdil yang menyerupai manusia dengan kulit kehitaman dan mata merah maroon. Mereka juga menggunakan elemen yang belum pernah kita temui sebelumnya, yaitu elemen Kaos."

"Apa ada makhluk lain yang menggunakan elemen Kaos selain mereka?"

"Ada, dari data yang aku dapatkan dari pusat dan catatan Tuan Verslinder, mereka menjinakkan berbagai monster yang memiliki elemen Kaos, tapi kita akan bahas itu nanti, mungkin diperjalanan."

"Baiklah."

"Selanjutnya untuk perlengkapan yang mereka gunakan, apakah ada yang ingat?"

"Zirah tipis dan pedang pendek." Bang Asger langsung membalas pertanyaan Manggala, sepertinya ia cukup tertarik dengan pembahasan ini.

"Benar, dari yang kita lihat, mereka tak terlalu memasang usaha dalam melindungi tubuh mereka, info Tuan Verslinder juga berkata demikian, dan untuk pedang pendek yang mereka gunakan, ia bernamakan 'Tumbuk Lada'."

"Tumbuk Lada? Terdengar seperti alat bertani."

"Aku tak yakin bahasa yang digunakan sama dengan bahasa Bumi, namun yang aku tahu senjata ini memiliki kekuatan sihir di dalamnya."

"Apa itu berarti mereka berfungsi layaknya tongkat para Ilmuan?"

"Tepat, itu sebabnya Uhndak yang kita lawan pagi tadi mampu menggunakan sihir saat bertarung dengan kita."

"Dan sihir anjeng itu bisa seenak jidad ngebersihin sihir lo, ini makhluk kok ngerepotin banget dah."

"Kita hanya belom terbiasa dengan mereka, bang."

"Ya… kagak salah sih."

"Ah, mereka juga menggunakan senjata lain layaknya tombak dan panah, info dari catatan Tuan Verslinder juga mengatakan mereka memiliki hewan untuk ditunggangi."

"The fuck? Berarti kite sama aja kayak ngelawan suku lain dong kalo gini ceritanya."

"Nah itu dia yang sebenernya pengen aku omongin malam ini bang."

"Hm? Soal misi yang dikasih pusat?"

"Iya, misi ini diberikan langsung oleh Direktur Guild." Manggala pun menunjukkan sebuah lembaran misi yang berisikan deskripsi lengkap misi tersebut kepada kami.

"Para Uhndak diketahui membangun sebuah kemah di dekat wilayah desa Aeris, Guild ingin kita membersihkannya."

"Woh gile! Upahnya gede bener!"

"Wih iya benar!"

"Kok bisa sebesar ini Mang?"

Aku tak kuasa bertanya karena penasaran dengan jumlah yang jelas jauh lebih besar dari misi yang kita lakukan tadi pagi. Mungkinkah misi ini amat susah atau semacamnya?

"Misi kali ini dikategorikan sebagai kelas D, 2 tingkat lebih tinggi dari misi Dakutan."

"Kelas D? Segede gitu? Gimana kelas S nanti… langsung auto kaya dah."

"Ya tapi kan tingkat kesulitannya juga beda bang…"

"Santuy…"

"Ah benar, karena kita masih berada di ranking Iron layaknya tiap orang di Guild saat ini, kita akan ditemani oleh tim lainnya."

"Lah? Berarti upahnya dibagi dua dong!?"

"Bang… 3,6 juta itu masih gede lho keitungnya…"

"Ye tapi kan kita pada juga jadi rugi 3,6 juta."

"Ya gak salah sih…"

"Terus Mang, tim mana yang bakal menemani kita?"

"Ah, biar aku tulis di papan, kalian mungkin mengenal beberapa dari mereka."

Manggala lalu mengambil sebatang spidol hitam dan berjalan ke arah papan tulis utama yang berada sejajar dengan meja rapat. Ia lalu mulai menulis nama dan kelas dari kedelapan anggota tim yang akan menemani kami.

-----

Ozak Diratama | Malianis (Core)

Inaya Diratama | Malianis (Support)

Vardah Caraka | Parang Malianis

Andrew Esel | Dubalang Parisai

Anna Ganendria | Wengkow Waraney (2H)

Parama Ganendria | Wengkow Waraney (SS)

Destin Urania | Jawara Busur

Shaerra Vasantia | Raksaka

-----

"Ini adalah tim 39, tim yang letaknya paling terbawah pada daftar tim Guild, dengan kata lain, mereka tim terlemah di Guild."

Manggala selesai menulis daftar anggota tim yang akan menemani kita. Jujur aku tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Manggala.

"Wait… serius? Itu? Paling lemah!? Salah liat kali lo Mang!"

"Enya atuh… tidak mungkin!" Bahkan teh Sena juga tak percaya.

"He eh Mang, kamu yakin gak salah liat? Aku mungkin tak terlalu kenal dengan dua Fui Malianis di sana, tapi Parang Malianisnya aku kenal betul, gadis itu tak diragukan lagi prestasinya!"

"Ah sebenarnya… jika aku boleh jujur, aku sendiri juga sampai mengecek berkali-kali apakah benar mereka benar-benar terlemah, karena ya… dua Ganendria di sana jelas-jelas prajurit tombak yang teramat mahir dan berada di puncak kelasnya." Wajah Manggala terlihat begitu bimbang, jelas dia sama tak percayanya dengan kami.

"Lah? Terus!?"

"Tak ada sedikitpun kecacatan dari list yang ku berikan, merekalah tim terlemah di Guild ini."