Oleh: Ghanimah Himesh
"Langsung saja, Namaku Manggala, orang-orang biasa memanggilku Mang. Layaknya dua orang sebelumnya aku berasal dari suku Api. Kelas, Santi Waraney, tingkat, Manshira, dan umur, 22 tahun. Ada yang ingin ditanyakan?"
Tak layaknya Devan yang benar-benar membuatku terkesima, dia tak membuatku melamun dan lupa menaruh biodatanya. Tapi entah mengapa ada sesuatu dari dirinya yang membuat diriku seakan ingin mempercayakan hidupku di tangannya. Karisma segila ini… di mana aku pernah membacanya?
-----
Nama : Manggala Kaukseya
Kelas : Santi Waraney
Senjata : Santi
Ranking Magis : Manshira
Ranking Guild : Iron
Gender : Laki-Laki
Umur : 22
Ras : Penempa Bumi
Suku : Genka
Tinggi : 171
Kota Asal : Afaarit
Deskripsi Penampilan :
Pria dengan badan sedang dan muskular; berkulit sawo matang; bermata jingga; berambut cukup panjang bergelombang berantakan dengan warna merah; tidak memiliki rambut wajah.
Keterampilan :
[…]
[…]
-----
Aku kemudian mengangkat tanganku, hendak bertanya. Aku tak tahu mengapa aku melakukannya, sudah jelas dari awal mula perkenalan ini kita selalu langsung mengucapkan pertanyaan kami jika ada yang kami tak pahami. Tapi entah mengapa dengan dirinya, rasanya dia berada di tingkat yang lebih tinggi dari kami.
"Mengapa kamu ngangkat tangan? Ngomong aja."
Ah, kurasa hal ini juga terjadi pada Dakruo barusan. Apa dia juga merasakan hal yang sama denganku?
"Itu… kamu sama Lalita, kakak adek?"
"Benar, lalu?"
Ia menatapku seakan pertanyaanku ini tidaklah penting.
"Ah tidak, hanya saja dari awal kalian berdua terlihat begitu mirip, dan kini setelah melihat nama belakang kalian aku jadi ingin memastikannya."
"Cukup dipahami."
"Eh? Kak, emangnya kita sebegitu miripnya ya?"
Lalita pun bertanya pada Manggala.
"Ah benar juga, jika diingat-ingat, kurasa ini pertama kalinya seseorang mengutarakan hal itu."
Mendengar ucapan adiknya itu Manggala mengelus dagunya.
"Mungkin lo pada jarang main keluar kali."
Bang Asger lalu menyela pembicaraan mereka.
"Kok gitu, bang?"
"I mean… lo bedua biasanya ada di lingkungan yang tiap orang kenal sama kalian, jadi ya jelas aja gak ada yang pernah mempertanyakan persodaraan kalian bedua."
"Ah… masuk akal."
Jujur, aku cukup terkesima dengan bagaimana bang Asger dengan mudahnya membuat logis keadaan ini.
"Ngomong-ngomong lo bedua, duo kan? Macam gue sama si Seija."
Tanya si Vhisawi.
"Iya bang, kami duo Leo Kalipopo."
"Apa itu?"
Aku pun mengutarakan ketidak pahamanku. Bahasa itu tak terdengar seperti bahasa Bumi.
"Singa dan kupu-kupu, duo Santi sama Ina Waraney, ini duo yang biasa dimiliki kakak adik."
"Oh… oke deh."
Mungkin kah ada sesuatu yang spesial sehingga mereka dijadikan suatu duo?
"Baiklah, kurasa itu cukup untuk sesi perkenalan kita. Sekarang kita bisa lanjut untuk membahas isi lembaran-lembaran kertas yang menggunung kian tingginya ini, seraya bertukar ilmu yang masing-masing kita emban."
Seperti apa yang diucapkan Manggala, kami kemudian mulai membahas dan menelaah satu-satu topik yang tertera di lembaran-lembaran itu.
***
Hai semua, Polar si Raja Magnet di sini, atas alasan detail yang berkepanjangan aku akan men-skip sesi pembahasan mereka dan lanjut ke sesi terakhir pertemuan ini. Tentu saja kalian bertemu denganku untuk mendengarkan cerita, bukan bersekolah tentang Dunia kami. Jadi ada baiknya kalian mempelajarinya seiring dengan berjalannya kisah mereka.
Untuk sekedar informasi, topik yang mereka bahas antara lain:
- Sistem Suci
- Guild dan Sejarahnya
- Benteng Guild
- Peran tiap-tiap kelas secara keseluruhan. Hanya untuk gambaran bagaimana peran dibagi pada tim 69:
1. Santi Waraney : Main DPS (pemberi kerusakan utama)
2. Ina Waraney : Offensive Support (pendukung naiknya tingkat kerusakan yang diberikan tim)
3. Istinggar Waraney : Burst DPS (pemberi kerusakan secara besar dalam waktu singkat)
4. Malianis (Support) : Defensive Support (pendukung naiknya tingkat ketahanan tim)
5. Nu Manah : Healing Support (penyembuh tim dari kerusakan yang diterima)
6. Drakenkrijger : Tank (pengalih kerusakan dari lawan dan penarik perhatian mereka dari anggota tim lainnya)
7. Jawara Tombak : Sustained DPS (pemberi kerusakan konstan secara terus menerus)
8. Dara Komodo : Utility Support (pendukung yang memperlemah musuh dan memperkuat tim dengan efek dari keterampilan mereka)
- Monster atau Taanji
- Sistem Tim dan Kolaborasi
- Kepengurusan Rumah Guild
- Event atau Acara kedepannya
Kurasa itu saja. Baiklah, kita akan lanjutkan kisah ini ke sesi terakhir dari pertemuan mereka, yaitu penentuan kepengurusan tim. Selamat mendengarkan.
***
"Baiklah, sudah semua kita bahas, setidaknya secara ringkas dan jelas. Sekarang kita hanya perlu menentukan kepengurusan tim yang nantinya akan kita berikan infonya pada administrasi. Di antara yang perlu kita tentukan ialah ketua, wakil, sekertaris dan bendahara."
Manggala mulai menandakan akan berakhirnya pertemuan pertama kita.
"Hanya empat? Apa itu berarti setengah dari kita tak akan memiliki peran dalam kepengurusan tim?"
Tanyaku, bukankah tak adil jika ada anggota yang tak memiliki peran? Walau ya… jelas hampir semua kekuasaan dan tanggung jawab ada di tangan ketua.
"Benar... kurasa tak ada yang salah dengan itu, kita bukanlah Ilmuan Langit yang dipenuhi oleh kaum cendikiawan, banyak di antara Penempa Bumi yang tak memiliki kemampuan dalam hal kepengurusan, contoh kasarnya adalah teh Senaria dan Seija. Maaf ya teh…"
"Gak papa… aku teh… ngarti kok."
Rasanya kasian melihat reaksi teh Senaria. Tapi aku paham maksud Manggala, jelas banyak Penempa Bumi yang hanya tahu caranya bertempur dan menerima perintah.
"Oke kalau begitu, kita mulai dari ketua, ada yang ingin mengajukan diri?"
Suasana ruangan seketika hening. Seperti apa yang sudah kuduga, tak satupun dari kami menawarkan dirinya.
"Kok situ masih nanya? Bukannya dah jelas ye?"
Bang Asger menggaruk-garuk kepala, rautnya cukup terlihat... letih.
"Hah? Maksudnya bang?"
"Mang, dari tadi kan dah kamu yang mimpin pertemuan kita, kok kamu masih bingung siapa yang bakal jadi ketua?"
Sambung diriku.
"Tapi kamu kan dari keluarga utama, sapa tahu kamu mau jadi ketua."
Wah gila kok kesel aku dengernya.
"Aku ini perempuan Mang, kan kamu sendiri yang tadi bilang soal hukum seksis Dunia baru ini."
"Ah benar, tapi... serius tak apa aku yang jadi ketua?"
Kenapa sih! Dari tadi juga dia yang nuntun kita semua, kenapa sekarang tiba-tiba jadi ragu gini. Dah jelas-jelas dia punya bakat dan terbiasa memimpin, napa masih gak yakin segala!
"Kak kita semua di sini percaya sama kakak, gak ada lagi di antara kita yang layak jadi ketua ketimbang kakak."
Tunggu! Ada yang tak beres.
Raut wajah Lalita berbeda dari sepanjang jalannya pertemuan ini. Apa Manggala memiliki semacam trauma? Lihat! Bahkan Devan memalingkan wajahnya dan tampak tak berani berucap apa-apa.
"Mang? Haloooo?"
"Ah maaf, benar, ahahaha apa yang kupikirkan, tentu saja aku yang akan jadi ketua."
"Mang??"
Ini orang sehat?
"Baiklah, kurasa 1 posisi sudah terpastikan, selanjutnya wakil ketua."
Oke wajahnya sudah benar lagi, kurasa aku bisa menghawatirkan mentalnya di kemudian hari.
Atau mungkin aku bisa membawanya ke klinik benteng ini? Tempat ini dihuni oleh banyak Melati (perempuan Tanduk Putih), mereka jelas sangat ahli dalam psikologi, mungkin psikolog di klinik benteng ini bisa membantunya.
"Untuk wakil ketua… aku ingin menunjuk Bang Asger!"
"The fuck!? Kok jadi gue?"
Pria Vhisawi itu hampir melompat dari bangkunya.
"Abang yang paling senior di antara kita, jelas abang memiliki pengalaman dan kebijaksanan yang paling tinggi di antara anggota lain tim ini."
Lanjut Manggala.
"Aku setuju."
Dukungku.
"Lah? Gue? Bijak? Ngawur dari mana lo jir, jelas-jelas gue blak-blakan seenak jidad geneh, bijak dari mananya???"
Muka bang Asger benar-benar berantakan karena saking kagetnya.
"Ya… tingkah laku sama isi otak kan gak selalu menggambarkan hal yang sama bang."
"Oke fine… fine! Gue jadi wakil ketua, toh palingan ujung-ujungnya semua diemban ketua."
Ya gak salah sih.
"Baiklah…"
Aku bisa melihat keringat menetes dari kening Manggala.
"Lanjut, bendahara, Ghanimah bisa kan?"
"Hah? Aku?"
Kok jadi aku!?
"Kamu yang paling pintar di sini, perempuan pula, masalah ketelitian dan keuangan kalian yang paling jago, ditambah segala urusan dapur ada di tanganmu, tentu saja kamu yang paling cocok untuk jadi bendahara."
Sial! Tadi dia minta aku jadi ketua, sekarang tiba-tiba langsung ditunjuk jadi bendahara!? Gila ini orang.
Tapi gapapa lah kalau cuma masalah ngurusin keuangan tim, dan dia ada benarnya, segala hal yang dimakan orang di tim ini pasti ada di tanganku mengingat aku seorang gadis Iska. Ya… megang duit kayaknya gak ada buruknya.
"Oke, aku jadi bendahara."
"Kalau begitu yang terakhir… sekertaris. Jujur aku pengen perempuan yang jadi sekertaris, kalian lebih perhatian dan lebih rajin, tulisan kalian juga lebih bagus. Tapi semenjak Ghanimah jadi bendahara…"
"Woy yang bener aja, masa aku megang dua posisi!"
"Enggak-enggak, makannya ini cari yang lain."
"Aku aja kalo gitu kak~"
Ah makasih Lalita, untung ada kamu.
"Ah iya, kurasa kamu cocok jadi sekertaris kalo aku yang jadi ketuanya."
"Hehe iya dong, kan aku yang paling paham soal kakak~"
Lalita terlihat sangat senang menerima posisinya.
"Baiklah, kurasa dengan ditentukannya kepengurusan tim kita akan akhiri pertemuan pertama kita hari ini. Tak terasa hari juga sudah mulai sore, sekarang kalian bisa mulai ambil barang-barang kalian, dan mulai memindahkannya ke rumah Guild ini. Mulai hari ini, rumah ini akan jadi rumah kalian, jadi kuharap kita semua bisa nyaman disini."
Oh iya aku sampai lupa soal barang-barang. Aku lupa kalau tak satupun dari orang-orang di tim ini mampu membuat dimensi pribadinya sendiri. Kalau aku sih tinggal naro semua barangku dari sana ke kamar, tapi mungkin… aku akan minta tolong mereka setelah mereka selesai memindahkan barang-barang mereka.
Aku mungkin sama-sama penghuni Daratan, tapi Ilmuan tetaplah Ilmuan, tubuh dan kekuatan otot kami jaaauuuuuuh lebih lemah ketimbang para penempa, apa lagi aku ini perempuan. Kurasa aku akan habiskan waktuku berkeliling benteng terlebih dahulu sampai mereka selesai memindahkan barang.