Oleh: Ghanimah Himesh
"Tank? Apa itu?"
Ini pertama kalinya aku mendengar kata itu, jadi tentunya aku pun bertanya padanya.
"Ah benar, aku lupa itu istilah yang aku pelajari dari akademi militer."
Entah mengapa mendengarnya cukup membuatku kesal. Aku tahu aku memang tak memiliki pendidikan militer layaknya hampir tiap orang yang ada di ruangan ini, tapi tetap saja!
"Tank adalah sebutan untuk prajurit yang berada di garis terdepan, fungsi mereka tak lain ialah untuk menerima tiap serangan musuh."
"Tunggu? Maksudmu mereka hanya berfungsi sebagai samsak?"
"Eugh… aku tak akan mempertanyakan logikamu atas pernyataan itu, tapi satu hal yang perlu dirimu tahu tentang medan pertempuran, tak mungkin untuk satu sisi menghindari tiap serangan yang datang. Jadi kita butuh pasukan yang mampu menerima setiap serangan itu, biasanya mereka menggunakan perisai, sehingga mereka yang menghasilkan kerusakan besar bisa secara aman menyerang musuh."
"Tidakkah perisai sihir cukup untuk memberikan perlindungan?"
Bentar, Genka punya perisai sihir gak sih?
"Untuk beberapa skenario iya, tapi para Ambawak yang memiliki tubuh tebal dan besar jelas lebih efektif ketimbang sekedar perisai sihir, kamu akan paham betapa bergunanya Dakruo ketika kita terjun langsung ke medan tempur."
"Baiklah…"
Kurasa itu cukup logis, Dakruo jelas lebih mobile dan lebih besar ketimbang perisai sihir yang bahkan diciptakan oleh para Magistra. Eh tunggu, kalau masalah lebar beberapa perisai sihir lebih lebar deng.
"Selanjutnya… ah, kurasa ini saat yang baik untuk memperkenalkan dirimu, nona Himesh."
Si Santi menggesturkan tangannya ke arahku, memberiku kode untuk berdiri dan berbicara.
"Aku? Baiklah."
Sebagai orang yang menuntun jalannya pertemuan ini, tentu saja dia ingin mengenal orang-orang yang tak dikenalnya terlebih dahulu, karena yang tersisa... hanyalah diriku dan ketiga Waraney. Kurasa hal ini mudah untuk dimaklumi.
"Namaku Ghanimah Himesh dari suku Es Stigra Tala, teman dan keluargaku biasa memanggilku Imah, tapi kalian bisa memanggilku dengan apa saja, kelasku Malianis, tingkatanku Manshira layaknya tiap orang di sini, oh iya... umur 22 tahun, senang bertemu kalian semua."
Tentu aku tak lupa untuk menampilkan biodata dasarku.
-----
Nama : Ghanimah Himesh
Kelas : Malianis (Support)
Ranking Magis : Manshira
Ranking Guild : Iron
Senjata : Tongkat
Gender : Perempuan
Umur : 22
Ras : Ilmuan Bumi
Suku : Siska
Tinggi : 162
Kota Asal : Marzanna
Deskripsi Penampilan :
Gadis dengan badan sedang dan kurus; berkulit putih dingin; bermata sian; berambut sangat panjang lurus rapih dengan warna putih kesianan.
Keterampilan :
[…]
[…]
-----
"Support?"
Si Gadis Sarma berbadan kecil itu tak kuasa mengutarakan ketidak pahamannya, dan nampaknya hanya dia seorang yang tak mengetahui maksudnya.
"Malianis memiliki 2 peran yang berbeda berdasarkan gender anggotanya."
Si Santi Waraney kemudian menjelaskan kepadanya.
"Pria dan wanita… berbeda?"
"Benar, sesuai dengan hukum seksis yang ada di Dunia baru ini, Malianis laki-laki cenderung lebih mahir dalam menciptakan kerusakan dan menyabotase pergerakan musuh. Sementara Malianis perempuan lebih mahir dalam sihir pertahanan yang memperkuat sekutunya ataupun penciptaan perisai sihir."
Senaria pun mengangguk paham. Ah~ dia terlihat begitu menggemaskan saat melakukannya, walau jelas aku seharusnya memanggilnya teh Senaria, karena dia lebih tua dariku hehe...
"Kurasa sekarang giliran para Waraney untuk memperkenalkan diri, Devan, waktu dan tempat milikmu."
"Dimengerti."
Sang Istinggar Waraney pun berdiri dari kursinya dan mulai memperkenalkan dirinya. Posturnya terlihat begitu rapih, menggambarkan dengan jelas kedisiplinan seseorang yang berasal dari latar belakang militer.
"Namaku Mahadevan atau biasa dipanggil Devan dari suku Api, kelas Istinggar Waraney, tingkat Manshira, umur 22 tahun... mohon kerja samanya."
Kini setelah dia menjadi pusat perhatian, diriku tak kuasa terhipnotis dalam pandangan matanya. Asli, mata dia bener-bener indah banget, gak pernah aku ngeliat sesuatu yang sedetail itu dalam hidupku, bahkan berjuta permata pun kalah. Aku jadi penasaran, bagaimana ya matanya akan bergema saat dia menyalakan keterampilannya?
"…"
"Ehem!"
"Eh iya, maaf!"
Lagi-lagi aku ngelamun saat melihat dirinya... ah! Ah! Parah malu banget! Tapi... para Waraney tampak tidak kaget dengan tingkahku, seakan mereka tahu ini hal wajar yang pasti akan terjadi. Entah mereka telah menilai karakterku sedemikian rupa, atau ini bukan pertama kalinya seorang Iska bertemu dengan Devan. Aku pun lekas menampilkan biodatanya.
-----
Nama : Mahadevan Serenada
Kelas : Istinggar Waraney
Senjata : Senapan
Ranking Magis : Manshira
Ranking Guild : Iron
Gender : Laki-laki
Umur : 22
Ras : Penempa Bumi
Suku : Genka
Tinggi : 177
Kota Asal : Afaarit
Deskripsi Penampilan :
Pria dengan badan sedang dan atlestis; berkulit sawo matang; bermata jingga+; berambut pendek lurus rapih dengan warna merah; tidak memiliki rambut wajah.
Keterampilan :
[…]
[…]
-----
"Tenanglah Ghanimah, kami tak memikirkan hal aneh-aneh tentang dirimu, ini tingkah yang wajar untuk dimiliki gadis Iska ketika melihat seorang Serenada."
Eh? EH!? Apa aku setransparan itu!? Tapi setidaknya pertanyaanku terjawab mengapa mereka tak mengherankan kelakuanku.
"Serenada itu keluarga yang diberkahi oleh Manguni kan?"
Tanyaku.
Sebenarnya aku tahu betul mengenai Serenada, karena salah satu gadis Malianis berakhir menikahi seorang pria Serenada, yang jika aku yakin merupakan adik dari ayahnya Devan, dan mereka menghasilkan keturunan yang bisa dibilang… luar biasa gemilang.
Kedua putra mereka ada di Guild ini karena bakat dan mata mereka yang sangat teramat tajam, dengan sebuah kelas yang bernamakan 'Weren Dangit' atau Mata Langit. Mereka penyihir Es yang tak memiliki kemampuan sihir sekuat Malianis (Core), tapi kelincahan dan presisi serangan mereka benar-benar mematikan. Di tambah lagi mereka mampu mengudara dengan kecepatan yang tak kenal kata banding.
Jika aku boleh jujur, keturunan Hybrid memang sering berakibat pada kecacatan elemen mereka, bahkan mental dan fisik juga bisa terpengaruh. Namun jika kedua orangtua mereka memiliki kecocokan luar biasa, potensi mereka akan benar-benar… amat… mematikan.
"Benar, itu sebabnya dia mampu mencari informasi spesifik tentang ranking dengan begitu cepat."
Jawab si Santi.
"Ah… oke."
"Selanjutnya, Lalita."
"Dimengerti ~"
Si gadis Waraney kemudian berdiri dari bangkunya. Berbeda dari Devan, posturnya terlihat jauh lebih santai. Bawahan transparan dan ketat yang ia kenakan menampilkan dengan jelas bentuk dan lekuk tubuhnya, siapapun akan langsung tahu kalau dia memiliki pergerakan yang lentur, lihai dan fleksibel, dia pasti seorang penari yang teramat handal.
"Namaku Lalita dari suku Api, gadis manis berkelaskan Ina Waraney! Tunggu… gadis!?"
Eh!? Kok dia kaget!?!?!?
"Secara teknis dirimu masih gadis Lalita…"
"Ah, oke kak! Tingkatku Manshira dan umurku 21 tahun, salam hangat semuanya!"
Ah, cerah! CERAH BANGET! Bukankah gadis ini terlalu riang untuk seorang militer? Tak apa, setidaknya dia terlihat menyenangkan untuk diajak berteman.
Aku lalu menampilkan biodatanya.
-----
Nama : Lalita Kaukseya
Kelas : Ina Waraney
Senjata : Pistol Kupu-kupu
Ranking Magis : Manshira
Ranking Guild : Iron
Gender : Perempuan
Umur : 21
Ras : Penempa Bumi
Suku : Genka
Tinggi : 160
Kota Asal : Afaarit
Deskripsi Penampilan :
Gadis dengan badan sedang dan ramping; berkulit sawo matang; bermata jingga; berambut panjang bergelombang rapih dengan warna merah.
Keterampilan :
[…]
[…]
-----
Sebenarnya siapapun bisa tahu kalau Lalita merupakan seorang Ina Waraney hanya dari melihat tubuhnya. Penari api yang kian mempesona, namun sungguh mematikan jika berada di panggung yang sama.
"Eh!? Kok gak ada yang komen… kecewanya."
Gadis itu cembetut, dengan ekspresi yang mirip sebuah sandiwara. Cukup menggemaskan... jika aku boleh bilang.
"Diam berarti mengerti Lalita, tandanya mereka sudah cukup paham dengan presentasimu."
Sahut si Santi.
"Oh… baiklah~"
Mendadak dirinya kembali cerah, layaknya mentari yang melewati masa paginya.
Sebenarnya aku memiliki pertanyaan, tapi aku akan simpan untuk perkenalan diri terakhir dari si Santi Waraney.
"Dan yang terakhir, giliran diriku memperkenalkan diri."
Pemuda itu lalu berdiri dari kursinya.
Tiap orang di ruangan lansung tertarik padanya, mereka semua terfokus dan memperhatikan tiap gerak dan apa yang hendak terucap darinya dengan saksama. Aku tak akan bohong, karisma yang memancar dari pria itu benar-benar… luar biasa berlimpah, seakan dia didesain khusus untuk menjadi seorang… raja.