Oleh: Manggala Kaukseya
Lalu seperti apa yang aku pinta, dia melayangkan biodata Asger di tengah meja rapat.
-----
Nama : Asger Urania
Kelas : Jawara Tombak
Ranking Magis : Manshira
Ranking Guild : Iron
Senjata : Tombak
Gender : Laki-laki
Umur : 27
Ras : Penempa Bumi
Suku : Vhisawi
Tinggi : 192
Kota Asal : Polona
Deskripsi Penampilan :
Pria dengan badan tinggi dan atletis; berkulit putih susu; bermata biru muda; berambut sedang bergelombang rapih dengan warna hijau toksik; tidak memiliki rambut wajah.
Keterampilan :
[…]
[…]
-----
"Di lembaran lainnya juga terterang info lain seperti hobi, makanan favorit, silsilah keluarga, ukuran tubuh serta pakaian dan lain-lain."
Nona Himesh membulak-balik lembaran kertas lain yang turut tertempel pada biodata Asger. Wajahnya agak sedikit memerah tiap kali ia melihat isi lembaran-lembaran yang ada di tangannya, mungkin dia malu jika deskripsi tubuhnya dibaca orang lain, atau kah… ada deskripsi pada biodata Asger yang membuatnya merasakan hal aneh? Mengingat orang suku Toksik tak terikat oleh hukum Pohon Kehidupan yang mengekang mereka untuk melakukan aktifitas seksual hanya di masa reinkarnasinya saja.
"Tak perlu, info pribadi seperti itu ada baiknya dipelajari melalui interaksi sosial kita antar sesama."
Ku pinta gadis itu untuk hanya menunjukkan halaman pertamanya saja.
"O— Oke deh kalau begitu."
Ah, jelas ada sesuatu yang berjalan di benaknya.
"Interaksi sosial ya..."
Bang Asger tertawa kecil.
"Ranking Guild? Apa itu?"
Devan lekas melontar tanya setelah membaca info yang tertera pada meja rapat di depannya.
Aku pun turut melihat ke tengah meja rapat, letak kumpulan kata itu tertera. Namun layaknya Devan, aku juga tak mengerti maksud dari kalimat itu, maupun kata yang ada di sampingnya.
"I… ron?"
Tanyaku.
"Apa itu kata dalam bahasa Unity?"
Sahut nona Himesh.
"Ah… mungkin juga, Devan coba cek lembaran lainnya, mungkin ada info yang lebih jelasnya."
"Dimengerti."
Devan lalu mengambil tumpukan kertas yang ada di depanku, dan mulai mengeceknya.
"Mengapa kamu meminta dirinya?"
Nona Himesh bingung.
"Aku yakin aku yang paling cepat kalau soal membaca di sini."
Ia juga agak terasa terhina karena aku seakan tak mempercayainya.
"Jawabannya mudah… karena mata Manguni, melihat segalanya."
"Hah?"
Gadis itu semakin tersesat mendengar jawabanku.
"Kamu akan mengerti setelah Devan memperkenalkan dirinya."
Aku bilang begitu, tapi aku yakin siapapun tahu Devan berasal dari keluarga Serenada, mungkin dia hanya kurang paham sejauh mana batasan kemampuan para Manguni mempengaruhi mereka.
"Ah!"
Tiba-tiba di tengah perbincanganku dengan nona Himesh, Devan telah berhasil menmukan informasi yang kami butuhkan.
"Sudah ketemu."
Ucapnya.
"Eh!? Boong! Cepet banget!"
Lihat gadis itu tercenggang.
Devan mungkin bukan orang terpintar di antara para Genka (atau manusia secara keseluruhan), namun ia dapat melihat menembus segalanya. Jika yang dia cari bersifat spesifik, dia akan segera menemukannya.
"Tolong jelaskan pada kami van."
Pintaku.
"Dimengerti."
Ia mengangguk paham dan mulai menjelaskan segalanya dari atas kursinya.
"Ranking Guild adalah tingkatan seseorang dalam Guild, semakin tinggi Rangking Guild seseorang, semakin banyak pula hak yang akan mereka peroleh."
"Hak?"
"Benar, layaknya gaji, fasilitas, kesukaran kontrak, tingkat permintaan, informasi dan kontak."
"Gaji? Kita dibayar sebagai anggota Guild?"
Tanya Lalita, matanya lekas berbinar mendengarnya. Aku tak ingat dia punya hubungan yang intim dengan uang… ataukah ada sesuatu yang ingin ia beli?
"Tentu saja, kita tak lagi seorang murid yang mendapat jatah bulanan layaknya di Papendangan, kita sudah memasuki dunia kerja sekarang."
Jawab Devan.
"Ah benar, kita bertiga mengambil kelas tambahan 4 tahun di Papendangan…"
Sahutku.
"Kelas tambahan? Untuk apa?"
Nona Himesh tak kuasa menahan keingin tahuannya.
"Sebagai persyaratan untuk menjadi seorang Magistra."
"Oh gitu, berarti kalian bertiga sudah Magistra sekarang?"
Lanjutnya.
"Belum, kami bertiga menunda tes kami agar bisa masuk Guild ini."
"Ah benar, aku sampai lupa Manshira merupakan persyaratan dasar."
"Kamu juga begitu kan?"
"Hah? Apa maksudmu?"
Aku tak tahu gadis ini beneran kaget atau pura-pura.
"Seorang Himesh sepertimu seharusnya sudah menjadi Magistra sekarang."
"Gini ya, bisa gak sih gak ngungkit keluargaku!? Darah dan keturunan bukan segalanya di Dunia ini."
Nah kalau ini aku tahu kalau dia beneran marah. Tapi ini memang jelas salahku karena tak sopan.
"Kamu benar, maaf akan kelancanganku."
Aku menunduk sebagai tanda minta maaf.
"Lanjutkan Devan."
Ucapku.
"Dimengerti."
Pemuda itu mengangguk.
"Dalam Guild ini terdapat 7 tingkat, mulai dari paling bawah terdapat,"
[Iron] = Besi
[Steel] = Baja
[Bronze] = Perunggu
[Silver] = Perak
[Gold] = Emas
[Platinum] = Platina
[Diamond] = Intan
"Seseorang dapat naik Ranking bila dirinya telah mendapatkan jumlah poin kontrak yang cukup dari mengerjakan kontrak-kontrak, dan mengajukan kenaikan Ranking pada Administrasi."
"Hanya mengajukan saja? Tidak ada tes?"
Tanya nona Himesh yang dengan cepatnya sudah pulih dari rasa kesalnya.
"Di sini tidak dijelaskan."
Jawab Devan.
"Mungkin ae mereka ngerahasiain biar kagak ada yang curang pas pengajuan Ranking."
Bang Asger membuka pendapatnya.
"Oh! Ada benarnya juga."
Nona Himesh tampak setuju.
"Sekalian deh, kamu tahu gak kenapa pada bagian keterampilan, hanya titik-titik yang tertulis?"
Devan memandang ke arahku seakan meminta perizinanku untuk menjawab pertanyaan si nona. Aku sungguh tak mengerti mengapa dia melakukannya, tapi aku terlalu malas untuk bertanya kenapa, jadi aku hanya mengangguk saja.
"Biodata dan info pribadi yang tertulis pada kertas ini akan selalu senantiasa berubah karena di data langsung oleh Raja Magnet yang tahu akan segalanya."
"Info yang ada pada kertas ini juga dapat dilihat oleh tiap orang yang menjadi anggota dari Guild ini, dan atas dasar itu, keterampilan yang kita miliki tak akan tertulis pada kertas biodata ini sebelum mereka digunakan pada saat bertugas yang mengatas namakan Guild, atau segala acara yang diadakan oleh Guild."
"Jadi intinya, demi menjaga kerahasiaan dari kekuatan yang mungkin disembunyikan seseorang begitu?"
Tanya si gadis Es.
"Bisa dibilang."
"Itu… luar biasa menarik."
Tampaknya sudah tak ada lagi yang perlu ditanyakan. Sekarang kita bisa melanjutkan sesi perkenalan dirinya.
"Baiklah, selanjutnya… mungkin dari suku Toksik lainnya?"
Ucapku.
Seperti apa yang kuduga, gadis kadal itu tak sama sekali menjawabku, tapi dia jelas mengerti apa yang aku ucapkan dan terus memandang tajam ke arahku. Sebenarnya fakta bahwa dia bisa begitu anteng dan duduk manis di kursi rapat, cukup membuatku kaget dan kagum.
Dia juga memakai seragam yang rapih, walau jelas banyak sisi yang menampakkan kulitnya ke dunia luar. Entah para Dara Komodo sudah mendapat pelatihan yang lebih, atau abang Asger telah melatih dirinya dengan sangat baik.
"Ah, die kagak mampu ngomong selain nama orang, biar gue aja yang kenalin."
Bang Asger pun menawarkan dirinya.
"Kalau begitu apa boleh buat, tentu saja bang, walau aku berharap kita akan menemukan cara untuk berkomunikasi satu sama lainnya saat bang Asger sedang terlalu sibuk untuk menjadi juru bicara dirinya."
Tanggapku akan penawarannya.
"Ahahaha becanda aja lu, gak bakalan lah ade hari kalian butuh bicara sama die selain sepelewat gue lebih dulu. Ngomong ama die mah kayak ngomong sama anjing, kalian cukup perhatikan gerak-geriknya serta dengar nada geramannya. Kalo butuh kelengkapan informasi tanyanye ke gue, komunikasi gue ama si doi caranye agak… spesial."
"D— dimengerti bang…"