Chereads / Ardiansyah: Raja dari Neraka / Chapter 111 - Chapter 1: Promotion

Chapter 111 - Chapter 1: Promotion

Oleh: Manggala Kaukseya

"Kak, kakak yakin ini tempatnya?"

Adikku, Lalita, bertanya padaku di hadapan sebuah benteng berlapiskan baja putih yang berdiri jauh di Selatan benteng Sfyra.

Tempat ini terlalu kecil untuk disebut kota, namun cukup besar untuk menjadi barak sebuah resimen. Dari tempatku berdiri, sejauh mata memandang hanya dipenuhi oleh pepohonan berdaun hijau, berkayu coklat, dan tentunya karena ini wilayah Mitralhassa, juga oleh gunung-gunung intan.

"Yakin, apa yang membuatmu berkata demikian?"

Jawabku.

"Bukankah ini wilayah kediaman Tuan Amartya?"

Gadis ini meliarkan matanya, mengecek tiap sisi yang merangsang ingatannya.

"Tuan 'Agung' Amartya, Lalita… tapi dirimu benar, ini adalah tempat beliau tinggal."

"Lalu mengapa kita kemari? Bukankah seharusnya kita mendatangi markas utama Guild?"

"Ini markas utama mereka, kamu ini bicara apa?"

"Hah...? Aku tak mengerti…"

Ia lekas terhenti dan memandangku dengan matanya jingganya penuh kebingungan.

"Lebih baik kita masuk, mungkin jawaban dari pertanyaanmu bisa kita peroleh di dalam."

Ia pun mengangguk setuju, dan kami pun melangkah ke jalur masuk benteng ini.

Terlewat oleh kami sebuah gerbang tinggi yang mungkin lebih besar dari 3 Ambawak. Jeruji yang berfungsi sebagai pintu gerbang ini ditempa kuat dari berlian suci, dan aku yakin tak satupun mekanisme pendobrak yang ada saat ini mampu menembusnya. Ditambah larangan teleportasi ke dalam benteng dan kota, menjadikan tempat ini benar-benar kokoh akan serangan dari luar.

"Kak, lihat gak raksasa putih yang jagain gerbangnya?"

Lalita menunjuk ke arah Pasilek Katuang (kura-kura) berpakaian putih suci yang berdiri tegap di samping gerbang. Ia menyangga sebuah piarik (tombak mata tiga) dan perisai panjang, tombak itu mengingatkanku pada pasukan Samudra, namun kesucian senjata Pasilek jauh berbeda dengan ikan-ikan biadab itu.

"Ada apa dengannya?"

"Tidakkah dia terlihat cukup kuat? Bagaimana jika kita ajak kelahi saja?"

Gadis ini memancarkan berjuta semangat saat mengucapkannya. Kedua Tanduk Putih itu melirikkan mata mereka ke arah kami karenanya.

"Idemu tidak buruk, namun kita belum tahu peraturan tempat ini, ada baiknya kita tidak membuat masalah terlebih dahulu."

"Baiklah~"

Lalita pun mengikuti berjalan lebih dalam, menjauh dengan langkah manis yang riang. Kedua Pasilek kini kembali memalingkan pandangan mereka.

Setelah melewati gerbang pertama, nampaklah begitu banyak prajurit lain yang tengah berbincang bersama rekan-rekan mereka. Aku tak pernah melihat begitu banyak variasi warna mata, kulit dan rambut bercampur dalam satu tempat padat seperti ini.

"Waah~ Apa mereka semua prajurit elite seperti kita?"

Lalita menyatakan rasa penasarannya.

"Seharusnya, mengingat jumlah generasi keempat yang lahir 6 kali lebih banyak dari generasi ketiga, dari statistik itu sendiri setidaknya ada ratusan prajurit elite yang terdaftar ke Guild."

"Hmm… lalu kak, apa kita akan tinggal di rumah-rumah itu?"

"Rumah?"

Aku pun tersadar akan kehadiran bangunan-bangunan kecil yang dapat di tinggali menempel pada sisi dalam tembok. Mereka semua berjajar, dan tertumpuk satu sama lain, dengan halaman depan dan balkoni.

"Ah! Ikut aku Lalita! Ada sesuatu yang menarik perhatianku."

Ku raih tangan adikku, dan kutarik dirinya berlari melewati gerbang kedua, benteng ini. Lalu terpampanglah di hadapanku berbagai macam bangunan yang di mana kebanyakan dari mereka sama dengan rumah-rumah tembok yang tertempel di antara gerbang pertama dan kedua. Sementara bangunan lainnya, nampak memiliki fungsi lain dan tak terlihat dapat ditinggali.

"Woah… kira-kira ada berapa rumah di benteng ini kak?"

"Mengingat informasi bahwa tempat ini berbentuk bintang segi 8 dengan wilayah lapang di tengahnya… seharusnya ada tepat 100 rumah jika bagian tengah benteng ini bukan wilayah pemukiman, yaa... setidaknya tidak untuk pasukan."

"100?"

Matanya kian berbinar mendengarnya.

"Yap, 5 rumah di wilayah kecil setelah gerbang pertama, dan 20 rumah di wilayah sedang setelah gerbang kedua, terdapat 4 bilik untuk masing-masing wilayah, dan dari observasiku seharusnya tiap rumah dapat dihuni 8 orang."

"Jadi maksud kakak, kira-kira ada 800 pasukan elite yang akan tinggal di sini!?"

Mulutnya terbuka lebar, ia seakan dilahap oleh gairah.

"Bisa dibilang, aku sungguh tak menyangka akan tinggal di bawah atap yang sama selain dengan sesama Genka."

"Tunggu, kita akan serumah dengan Penempa Bumi lainnya!?"

Hasratnya semakin menggila, ini pertama kalinya aku melihat Lalita sebersemangat ini untuk suatu hal yang berhubungan dengan militer.

"Tentu saja! Aku yakin masing-masing regu akan menghuni 1 rumah, dan tiap regu pasti akan diisi oleh tipe prajurit yang berbeda untuk memastikan keefektifan regu itu."

"Hee… bukankah ini sangat menarik!? Tapi... kita tetap akan satu regu kan, kak?"

Ia mendadak padam setelah menyadari kemungkinan itu.

"Aku tak tahu akan hal itu Lalita..."

Di tengah perbincangan kami, tiba-tiba terdengar suara yang begitu lantang memanggil kami untuk datang ke tengah benteng Guild. Ucapannya terdengar begitu merdu dan menenangkan, berbeda dengan kata-kata tegas yang kami dengar selama masa pelatihan dan operasi militer. Rasanya seperti terhipnotis oleh…

"Musik!?"

"Ada apa kak?"

Adikku ini hampir melompat karena kaget mendengar suaraku yang mendadak tinggi lagi menyentak.

"Tida— tak apa."

"Kurasa kita harus bergegas dan mematuhi panggilannya."

"Ah, benar."

Kami pun berjalan melewati gerbang ketiga, dan di sana tampak seluruh pasukan yang datang berkumpul di tengah-tengah lapangan. Seisi bagian tengah ini dipenuhi dengan bangunan-bangunan besar, kurasa masing-masing dari mereka memiliki fungsi krusial di dalam Guild, aku yakin bangunan terbesar di Selatan merupakan pusat administrasi dari organisasi ini.

"Kak, aku bisa melihat bangunan Genka di Utara!"

Lalita menunjuk pada rumah pondok yang terlapiskan tungsten pada dinding-dindingnya.

"Ah, kau benar, apakah itu kediaman Tuan Agung Amartya?"

"Perlukah kita memberikan penghormatan setelah panggilan ini usai?"

"Kurasa ada baiknya begitu…"

Tiap pasukan berbaris sesuai suku mereka di lapangan besar ini. Di sana aku bertemu dengan banyak kawan-kawan kami dari Waraney generasi keempat. Salah satu di antaranya adalah sahabat dekatku Mahadevan Serenada.

"Wah, Mang, kurasa tidak mengejutkan melihatmu mendapat undangan dari Guild."

Ucap seorang pemuda dengan mata bergema lagi merekah, yang seakan seisi dunia terlukis di atasnya. Ia berasal dari keluarga yang diberkahi Manguni, wajahnya selalu menarik perhatian banyak orang karenanya.

"Aku bisa ucapkan hal yang sama."

"Maaf tuan-tuan, tapi kita sedang berbaris ya… bukankah ini pelajaran dasar di Papendangan."

Lalita menertibkan kami berdua yang saat ini tengah berada di barisan yang rapih, dengan senyuman kelakarnya.

"Ah, maafkanlah kami adikku, mari, kita dengarkan apa yang ingin diucapkan wanita di dep—"

Serentak mataku terbuka kian lebar, tubuhku terasa begitu panas tapi diriku tak sedikit pun bisa berhenti menggigil. Di hadapan kami berdiri wanita pendek bergaun putih, dengan mata kuning secerah mentari, kulit pucat bagai rembulan dan rambut putih bergelora bagai cahaya pagi. Tak salah lagi, pantas saja suaranya terdengar seperti musik, wanita itu tak lain ialah… Austra Keshan, Profisa Lishmi, dan istri dari Verslinder Gloria.

Wajah muda dan cantiknya yang begitu kaku layaknya boneka, membuat jantungku terus berlomba-lomba. Tapi perasaan ini jelas bukan cinta, rasanya seakan… aku berada di hadapan sesuatu yang begitu megah, sosok yang begitu agung. Apa-apaan ini? Apa yang sedang terjadi!?

"Hm? Kebanyakan dari kalian mungkin belum tahu, tapi suamiku dan diriku lah yang membentuk organisasi ini, dan jujur aku sama sekali tidak mengerti soal militer, jadi mohon maaf aku akan merusak formalitas dan kedisiplinan kalian di upacara kali ini."

Wanita itu tersenyum kian kejat, namun bukan karena canggung, melainkan karena ia terbiasa hidup di dalam boneka yang terbuat dari kayu.

"Singkat saja, karena aku yakin kehadiranku di sini cukup membuat kalian tertekan~"

Setidaknya dia sadar akan apa yang ia lakukan pada diriku dan para prajurit lainnya.

"Guild ini kami bentuk sebenarnya atas kesepakatan para manusia abadi dan Sang Pencipta, tujuan utama kalian ialah… atas dasar agama atau spiritualitas di Dunia ini."

Spiritualitas? Apa maksudnya?

"Keputusan ini merupakan hasil permintaan Sang Pencipta pada Yang Berkuasa di atas sana. Mengingat tubuh dan jiwa kalian merupakan ciptaan Sang Pencipta, penghuni Dunia ini tak lain hanyalah replika atau rekayasa dari manusia seutuhnya."

Aku tak percaya dirinya merendahkan kami semua dengan begitu santainya. Ah, ataukah sifat wajahnya yang memang seperti itu?

"Ditambah lagi, masa ibadah manusia yang sudah berakhir ketika sangkakala dibunyikan, seharusnya seorang manusia sekarang menikmati kehidupannya di Surga atau menderita di Neraka. Namun kalian berbeda, kalian masih hidup dan perlu tempat untuk memanjatkan doa-doa kalian."

Apa ini? Maksudmu Tuhan meninggalkan para penghuni Dunia ini!? Tapi tunggu, jika itu benar, maka ucapan pertama nyonya Austra invalid.

"Oleh sebab itu Sang Pencipta menciptakan sistem sucinya sendiri, terkhusus untuk kalian, para ciptaan yang disayanginya. Dan aku, Austra serta para makhluk abadi lainnya, menjadi bagian darinya~"

Tunggu! Tunggu sebentar! Sekarang aku paham! Itu sebabnya mengapa aku begitu tertekan, itu sebabnya mengapa aku begitu terhipnotis akan kehadirannya. Saat ini kami semua tengah berada…

Di hadapan seorang Dewi.