Chereads / Ardiansyah: Raja dari Neraka / Chapter 97 - Chapter 31: Dragon's Wrath

Chapter 97 - Chapter 31: Dragon's Wrath

Pertempuran ini belum berakhir, masih ada 4 kepala keluarga yang belum memunculkan dirinya di medan pertempuran. Dan dendam mereka masih membara, haus akan rasa takut dan darah.

-----

"When He broke the second seal, I heard the second living creature saying, "Come." And another, a red horse, went out, and to him who sat on it, it was granted to take peace from the earth, and that men would slay one another, and a great sword was given to him."

-----

Kletak kletuk, suara kuda melangkah dari timur. Di sana berdiri kuda merah dan di atasnya seorang pria yang membawa terompet. Ia tak lain adalah kepala keluarga Aes (Tiup logam), Vulnera.

*Dooot!*

Terompet pun berbunyi dengan megahnya, memainkan nada-nada tinggi dan lantang seakan ia meneriakkan tangisan perang. 33 mammoth hitam muncul di belakangnya, membentuk dua barisan, membukakan jalan diantara keduanya. Mereka mengikuti Vulnera memainkan melodinya.

Berjalanlah di antaranya seseorang dengan zirah hitam, ia memopang cello di atas bahunya. Langkahnya begitu kuat, hingga bumi pun retak karenanya. Pria besar itu menghembuskan dendam dari nafasnya, ia lah kepala keluarga Baixo (gesek rendah), Ares.

Di belakangnya berbaris 99 pasukan hitam dengan zirah yang tebal dan pekat. Tiap kesebelas mereka menggiring 1 ekor naga yang masing-masing berbeda elemennya, dan zirah mereka berukirkan lukisan elemen tersebut.

"Keluarga Baixo ya?" Parjanya menggaruk kepalanya karena stress.

"Jumlah tentara mereka terlihat sedikit, Profisa, tapi…"

"Zirah mereka terlihat kian perkasa, mungkin lebih kuat dari para Dubalang, aku tak yakin apakah sihir kita mampu menembusnya."

"Ya… itu maksudku."

"Kita tak punya pilihan, buatlah barisan mengarah ke timur!"

*!!!*

Mendadak Parjanya menendang serpihan-serpihan kemah yang hancur. Kekesalan dan frustasi akhirnya menelannya.

"Argh bedebah! Bagaimana caranya aku mengatur pasukan yang ribuan jumlahnya tanpa seorangpun Magistra memimpin tiap regu mereka… *tch!* Ah sudahlah!"

Para penyihir memanggil elemental mereka, semuanya pun berbaris sesuai apa yang diminta Parjanya. Barisan terdepan diisi Diabolic (elemental es) dengan tombak es mengarah ke depan dan perisai es melindungi tubuh mereka. di belakangnya Bartelsi (elemental angin) dengan meriam angin yang siap ditembakkan dan Bulweri (elemental listrik) di belakang mereka bersiap untuk bertukar tempat dengan Bartelsi ketika musuh sudah mendekat.

Para penyihir berbaris, mengatur jarak mereka di belakang para elemental, bersama beberapa raksasa putih yang siap melindungi mereka.

"Nyalakan sihir-sihir kalian! Begitu mereka cukup dekat, tembakkan semua yang kalian punya!"

"Dimengerti, Profisa!"

"Jika mereka berhasil menembus barisan kita, pastikan kalian menjaga jarak dari senjata mereka, aku tak tahu seberapa jauh tiap-tiap Dramu mampu menyerang, namun pastikan keris raksasa yang dibawa pasukan berzirah hitam itu cukup jauh dari kalian."

Kesembilan Dragon Guard pun mulai membentuk barisan di depan Vulnera, sementara naga-naga mereka di tinggal di belakang bersama para mammoth hitam. Reptil-reptil raksasa itu tiada hentinya mengaumkan elemen mereka ke Angkasa, mengintimidasi pasukan Langit.

"Aku tak menyangka burung-burung pendosa itu mampu membuat formasi perang seperti ini." Ares mengelus dagunya.

"Please don't speak to me with the little one's language, I'm still learning it!"

"Huh? It's been decades already you retard! And to make it worst, you're about to die!"

"Hey don't mock me! I'm not smart like the lot of you!"

"Apaan sih anjing! Ni anak dah lulus univ juga."

"Pardon?"

"Auk ah! Persetan dengan semua ini!" Cello Ares seketika berubah menjadi sebilah kapak hitam raksasa, yang tajamnya cukup untuk membelah udara.

"KAN KU CABIK-CABIK KALIAN SEMUA!"

*Hush!*

Ares melompat begitu tinggi ke arah pasukan Langit yang saat itu jaraknya sekitar 300 langkah dari mereka. Dari punggungnya keluar sayap naga raksasa yang sementara membantunya melompat begitu jauh.

"APA-APAAN!?" Parjanya terperangah melihat sosok Ares yang kian besar melompat tinggi ke arahnya.

Pasukan Langit menembaki Ares dengan sihir mereka, namun tak satu jua mampu menggores dirinya. Ia pun melewati barisan elemental dan mendarat tepat di tengah-tengah pasukan Langit, melontarkan tanah dan para penyihir di sekitarnya melayang di udara. Kapak besar itu terayun begitu ganas, mementalkan potongan tubuh tiap orang di sekitarnya seraya membelah mereka.

"AKU TELAH HIDUP MELEWATI PERANG NUKLIR, KALIAN PIKIR SIHIR RENDAHAN KALIAN MAMPU MELUKAIKU?!"

Ares menghentakkan kapaknya ke tanah, seketika bumi pun remuk. Serpihannya terhempas ke segala arah, menabrak tubuh-tubuh rentan pasukan Langit, hingga berubahlah mereka menjadi gumpalan daging dan darah.

"Ini tidak bagus, jaga jarak kalian! Jangan berdiri terlalu dekat antara satu dengan yang lain, atau kita akan rata dengan cepat." Parjanya melengking kian lantangnya.

Pasukan Langit mulai menjaga jaraknya. Meskipun area serangan Ares begitu besar, hal ini membantu mengurangi jumlah korban perdetiknya. Sementara itu sisa pasukan Dramu mulai berjalan mendekati medan pertempuran. Parjanya melihatnya dan berniat untuk menghentikan Ares untuk sementara waktu, dan mulai membacakan mantranya.

"Diam, terbelenggu"

"Terpaku pada tanah yang rapuh"

"Menangis, berlutut"

"Di antara tiang-tiang sang ratu"

"Jatuh, tunduk"

"Terperangkaplah dalam penjara yang agung"

[Sihir Listrik]

[Tingkat 4 Ekstensi]

"(Penjara Petir)"

"Kunjara Pracalita!"

6 tiang baja jatuh dari Angkasa, mengelilingi ares. Di atasnya terdapat kubah yang terus berputar, tenggelam dalam listrik. Darinya muncul rantai violet yang menyambar tangan, kaki, leher dan pinggang Ares, membelenggunya dengan erat. Rantai-rantai itu terus mencambuknya dengan petir, membabi buta dirinya, menghentikan gerakannya.

"Woy anjing! Apaan ini?!" Ares meronta-rotan, berusaha untuk lepas dari rantai yang menahannya.

Parjanya tak menghiraukan Ares untuk sementara waktu dan menyusun kembali barisannya untuk menghadapi pasukan Dramu yang hendak menerjang ke arahnya. Tombak-tombak es Diabolic lalu kembali terangkat, bersiap untuk hantaman.

Kesembilan naga pun melompat dan terbang melewati para Dragon Guard. Mereka mengudara di atas pasukan Langit dan menyemburkan elemen mereka. Sementara para Dragon Guard mengayunkan keris-keris mereka, menyayat tombak-tombak Diabolic dan menembus melewati mereka. Medan tempur kembali ganas akan sihir dan kegelapan.

Di sela-sela itu Vulnera membariskan mammoth-mammothnya ke samping. Hewan-hewan agung itu mengangkat belalai mereka dan mengarahkannya pada pasukan Langit. Vulnera mendekatkan terompet pada bibirnya, dan memainkan 3 nada dengan nada terakhir dimainkan kuat dengan serangan.

Para mammoth serentak menembakkan nada dengan gelombang suara yang begitu pekat. Bagai meriam, musik mereka meledakkan tempat di mana nada itu berhenti. Vulnera terus mengulanginya, menjadikan dirinya dan para mammoth bagai artileri ganas pasukan Dramu.

Di antara pertempuran yang berlangsung kian hebatnya, Parjanya merasakan penjara listriknya semakin lama semakin berjuang keras berusaha untuk menjaga Ares tetap terdiam. Perasaan yang mengganggunya itu, membuatnya kemudian menatap panik ke arah pria berbaju hitam itu, dan udara pun dalam sekejab berubah dan kian mencekam.

Para penyihir mulai merasakan kekuatan yang begitu dasyat menantang mereka, amat perkasa dan mengerikan. Aura yang dikeluarkan Ares membuat pasukan Langit di sekitarnya merinding ketakutan, menggigil tiada hentinya. Tatapan pria itu luar biasa mengancam dan mereka kaku karenanya.

Ares adalah kepala keluarga terkuat kedua setelah Verslinder. Mirip dengannya, ia memiliki aura yang membuat siapapun di sekitarnya merasa takut akan kekuatannya. Yang membuatnya berbeda ialah, jika Verslinder memancarkan rasa takut akan dibunuhnya, sementara Ares memancarkan rasa takut untuk berperang melawannya. Dan dengan pertempuran yang terus berkecamuk, ia terus menyerap ketakutan yang tak henti-hentinya dikeluarkan musuh-musuhnya.

"TRAUMATOPHOBIA"