Chereads / Ardiansyah: Raja dari Neraka / Chapter 96 - Chapter 30: Melody of the Deep

Chapter 96 - Chapter 30: Melody of the Deep

Kedua musisi memakan rasa takut yang ia tinggalkan. Sang pemain seluling kini telah menyerap cukup rasa takut, dan dengan ini, muncullah kekuatan sejati keluarga Teabii (tiup kayu).

Aspis memainkan nada panjang, melengking nyaring, suara horror yang ia timbulkan menyayat telinga pasukan Langit yang mendengarnya.

Angkasa memunculkan pusaran-pusaran hitam, darinya muncul ular raksasa yang mendesis di wajah para penyihir. Mereka mulai buncah dan melontarinya dengan sihir, dan ular itu lalu mundur perlahan kembali ke pusarannya, angankan serangan mereka berhasil.

Tapi -tTiba-tiba ia mematok ganas, menghantam bumi, meluluh lantahkan mereka yang ada di depannya. Para penyihir berterbangan terlempar ke segala arah, tubuh dan darah mereka bercipratan, menggenangi kemah yang semalam mereka tiduri. Situasi menjadi semakin kacau, Parjanya terpaksa mulai mengambil alih pertempuran, walau aku tak yakin apa ini bisa disebut demikian.

"Profisa!"

"Di mana Magistra Kiram?" Tanya Parjanya pada Manshira-manshira itu.

"Kurasa para musisi baru saja merenggut nyawanya, terakhir terlihat ia terkurung dalam penjara cemin, penjara cerminnya sudah hilang tapi tak ada yang tersisa darinya."

"Ah… ini... akan merepotkan. Sial!"

"Sekarang kita harus bagaimana Profisa?"

"Jujur aku tak tahu cara melawan makhluk sekuat mereka, tapi kita harus tetap mencobanya, kumpulkan semua penyihir yang berlarian, kita mulai melawan!"

"Dimengerti, Profisa."

Di tengah-tengah serangan ular-ular hitam yang begitu ganas, pasukan Langit mulai mengumpulkan kekuatan mereka. Udara dingin berhembus ke kedua musisi, ia pun berubah menjadi bongkahan es yang membekukan keduanya sehingga mereka tak bisa ke mana-mana.

Para penyihir lalu mulai memantrakan sihir-sihir terbaik mereka, semuanya terarah langsung pada kedua musisi. Tempat itu kian bergemuruh, sampai tanpa mereka sadari sebuah gitar kecil berhasil selamat dari bongkahan es tersebut.

"Luncurkan!"

Dengan aba-aba Parjanya para penyihir menembakkan meriam sihir mereka secara bersamaan. Sementara di tengah-tengah itu terdengar petikan gitar yang begitu cepat lagi lantang.

*Doom!* *Doom!* *Doom!*

Dalam waktu singkat tembakan meriam sihir menghampiri kedua musisi, tetapi nada yang dikeluarkan gitar tadi membentuk terumbu karang raksasa yang melindungi keduanya dari segala sihir yang mendatangi mereka. Dan akhirnya serangan mereka ditutup dengan awan hitam dari Parjanya, ia menembakkan petir yang begitu dasyat tepat dari atas kedua musisi.

*!*

Sebuah tentakel hitam raksasa pun muncul dan menghadang petir itu. Es yang membungkus mereka lalu pecah dan kedua musisi terbebas darinya. Petikan gitar kembali berbunyi dari tangan musisi yang satunya, ia lah Ragnar, kepala keluarga Citara (petik).

Sesosok kapal hantu terbit dari tanah, bersamanya ombak-ombak tinggi menerjang keluar dari bawahnya. Para penyihir tentu mampu menghindar darinya, tapi kemah mereka tidak demikian.

Di atas kapal itu para mayat hidup bersorak sorai dengan senjata mereka terangkat ke atas. Kulit mereka pucat, rambut mereka hitam dan mata mereka menggelorakan warna ungu. Mereka mirip dengan para Dramu, hanya saja lebih mati dan lebih buruk rupa.

Satu petikan lantang terhempas dari gitar Ragnar. Gelombang suara yang ia hasilkan merambat ke seisi kemah yang telah luluh lantah, mengubahnya menjadi genangan air keruh, kian gelap dan menghitam.

"Apa-apaan ini?!" Parjanya kian panik berada di antara genangan itu.

"Profisa, apa tak apa kita bersentuhan dengan air ini?"

"Aku tak yakin, kembangkan sayap kalian, menjauhlah dari air yang menggenang!"

Namun begitu pasukan Langit mengudara, tangan-tangan gurita muncul dari air itu. Mereka menarik para penyihir kembali masuk ke dalamnya.

♪ And shall I sing ♪

♪ Bringing terror from the deep ♪

♪ KRAKEN! ♪

Para penyihir berusaha terbang lebih tinggi lagi, menjauh dari jarak yang dapat disentuh tentakel-tentakel itu. Sayangya pusaran di langit masih berputar, ular-ular yang bersarang di dalamnya terus melahap para penyihir yang berterbangan.

"Andai saja para malaikat maut tidak menghianati kita, mungkin mereka bisa mengekang kedua makhluk ini!" Geram Parjanya

"Setidaknya orang-orang cahaya masih bertama kita, Profisa"

"Tunggu… kau benar… apa yang aku pikirkan."

Penyihir-penyihir cahaya lalu membuat perisai sihir datar di atas dan bawah mereka, menghadang kedua makhluk hitam dan besar itu untuk sementara waktu.

"Baiklah… sekarang apa?"

*TANG!*

Dari kejauhan pun terdengar suara lonceng kapal berdentang. Kapal hantu itu menerjang, berlayar di atas perisai cahaya, bergerak ke arah mereka dengan mayat-mayat hidup mengawak di atasnya.

Penyihir Es membuat duri-duri es dengan sisi tajamnya menatap pada kapal itu. Jumlah mereka sangatlah banyak dan besar, mereka melebihi setengah dari tinggi kapal. Tertabraklah kapal itu, dan kini ia tertancap pada duri-duri es. Makhluk-makhluk nisa yang mengawakinya lalu mengangkat senapan-senapan hitam yang menembakkan kegelapan. Para penyihir berdiri di bawah dan juga melayang di hadapan mereka, keduanya lalu saling melontarkan serangan pada satu sama lain.

Dua ular hitam raksasa kemudian merayap dengan cepat dari balik kapal. Mereka menghantam setiap penyihir yang berdiri terlalu dekat dengan kapal itu dan membersihkan duri-duri es yang berada di sekitarnya.

Beberapa mayat hidup mengangkat pedang dan tombak mereka. Mereka melompat dari atas kapal dan mulai berlarian ke arah penyihir yang berdiri di atas perisai cahaya. Pertempuran dasyat pun terjadi di antara dua lempengan sihir yang melindungi mereka.

Di sisi lain, tubuh kedua musisi sudah mulai menguap dengan cepat. Energy kegelapan yang mereka miliki sudah hampir habis. Kini saatnya mereka untuk pergi.

"Forgive us little one, our current journey ends here, hope to see u again as a happy crow in Heaven."

"May The Lord smile on you and be gracious to you."

Aspis dan Ragnar pun menguap ke dalam kegelapan.

Di tengah pertempuran hebat mereka dengan para mayat hidup, Parjanya menyadari pusaran hitam dan air keruh di sekitar mereka mulai menghilang. Dan atas perintahnya penyihir cahaya pun mematikan perisai sihir mereka dan pasukan Langit kembali berpijak di tanah.

"Aku tak tahu apa yang terjadi pada kedua Dramu, tapi yang jelas musik mereka kini sudah tak terdengar lagi, bahkan kapal hantunya juga menghilang."

"Kita masih punya masalah dengan orang-orang yang tampak mati ini, Profisa."

"Benar, kurasa mereka akan tetap ada walau ditinggal majikan mereka, namun ini seharusnya tidak sulit, ada baiknya kita membersihkan mereka secepat mungkin, aku yakin ini bukan akhir dari serangan para musisi."

Pasukan Langit masih memiliki ribuan orang berperang di sisi mereka. Sementara mayat hidup yang datang melalui kapal hantu hanya berjumlah ratusan, tak akan memakan waktu lama hingga mereka akhirnya mampu terbebas dari makhluk-makhluk nista itu.

*

Seekor Manguni bertengger di atas pohon tak jauh dari tempat terjadinya pertempuran. Pohon itu tak tumbuh dengan sendirinya, Ester menumbuhkannya khusus untuk Amartya.

"Apa kau melihatnya adinda?"

"Tentu kakanda, kedua kepala keluarga meluap begitu saja, tak menyisakan apapun."

"Jadi begitu proses kematian natural para musisi, walau aku tak yakin mereka sepenuhnya mati."

"Tapi jika mereka tak kehilangan istri mereka, bukankah berarti Dramu bisa mengeluarkan serangan-serangan dasyat seperti itu terus menerus?"

"Aku yakin ada batas di mana mereka harus makan atau beristirahat, walau aku tak tahu bagaimana sistemnya, tapi ya, jika para Lishmi masih hidup, Dramu akan terus membantai lawannya dengan kegelapan yang luar biasa kuat."

"Lalu bukankah kita masih memiliki satu Lishmi yang selamat?"

"Ah benar, Austra, mereka bilang Verslinder berdiri sebagai musisi terkuat di Ratmuju, jika Aspis dan Ragnar saja sudah sebegitu gilanya… aku tak bisa membayangkan bagaimana Verslinder akan melawan pasukan Langit."