Sudah seminggu sejak kejadian itu, kini Lauren tengah mengurung dirinya di dalam kamar. Dan kebetulan hari ini adalah hari minggu jadi Lauren bebas di kamar seharian.
Lauren masih melamun. Ia masih memikirkan kejadian seminggu yang lalu. Sesekali ia menghela nafasnya.
Lauren menoleh ke arah pintu kamarnya yang di ketuk dari luar. Ia tetap diam di tempatnya sembari menunggu seseorang berbicara dari luar.
"Ini mama Lau. Buka pintunya ya, ini udah jam sembilan loh kamu belum makan" ujar Iris dengan nada khawatir.
Dengan gerakan perlahan Lauren mendekat ke arah pintu dan membukanya. Ia tersenyum tipis pada sang mama.
"Lauren makannya di meja makan aja ma" ujar Lauren mengambil alih nampan yang berada di tangan Iris.
Melihat reaksi Lauren membuat Iris mengerutkan dahinya bingung dan mengikuti langkah Lauren ke arah dapur. Ia mendudukkan tubuhnya di kursi samping Lauren dan menatap anaknya itu dengan lembut.
"Lauren ada masalah di sekolah ya? Lauren bisa cerita kok sama mama" ujar Iris sembari mengusap surai Lauren lembut.
Mendengar perkataan dari Iris pun membuat Lauren menggeleng pelan dan menyunggingkan senyumnya.
"Lauren baik baik aja ma"
🌹🌹🌹
"KAK DARENN" teriak seorang gadis dari bawah yang membuat Daren mau tak mau bangun dari tidurnya dan menuruni anak tangga dengan perasaan kesal.
"Apasih Ambar? Kakak mau tidur" keluh Daren menatap sang adik dengan kesal.
"Apaan tidur?! Ini udah jam sembilan kak" kesal Ambar yang membuat Daren mendengus.
"Kalo kak Daren gak siap siap Ambar bakal bilangin ke kak Angel kalo kak Daren suka sama dia" ancam Ambar yang membuat Daren membelalakkan matanya dan menatap tajam Ambar.
"Awas aja kalo kamu bilangin ke Angel. Kakak gak suka sama dia Ambar"
"Yaudah siap siap cepetan" rengek Ambar yang membuat Daren mengangguk dan kembali ke kamarnya.
Tak memerlukan waktu lama, kini Daren sudah menuruni anak tangga dengan kaos hitam dan celana jeans hitamnya. Ia melangkah ke arah dapur dan memakan roti yang berada di dapur.
Tapi ia menghentikan aktivitasnya saat ia kembali teringat pada perkataan Lauren seminggu yang lalu.
Ia melangkah ke arah ruang keluarga dan mendapati Edgar sang ayah yang sedang sibuk menonton televisi.
Ia mendudukkan tubuhnya di samping sang ayah.
"Pah" panggil Daren yang membuat Edgar menoleh sebentar pada Daren sebelum kembali fokus pada televisi.
"Kenapa?" Tanya Edgar.
"Papah pernah bikin hati perempuan rapuh gak?" Tanya Daren sembari memakan rotinya.
Mendengar hal itu Edgar menatap aneh ke arah Daren dan menggedikkan bahunya.
"Pernah dan papah sangat menyesal" ujar Edgar.
"Papah minta maaf gak?" Tanya Daren lagi.
Edgar mengangguk, "Iya! Dan untungnya perempuan itu mau maafin papah. Jadi jangan pernah kamu bikin hati perempuan rapuh, kalo kamu bikin hati perempuan rapuh berarti kamu itu brengsek"
Mendengar perkataan dari sang ayah membuat Daren terdiam dan menatap lurus.
Sedangkan Edgar yang melihat reaksi Daren mengerutkan dahinya dan menepuk pundak Daren yang membuat Daren menoleh.
"Kenapa kamu nanya kayak gitu? Kamu bikin hati perempuan rapuh?" Tanya Edgar yang membuat Daren mengangguk pelan.
"Minta maaf sama dia. Kamu itu laki laki, jangan suka nyakitin hati perempuan" nasihat sang ayah yang langsung di angguki oleh Daren.
"Makasih pah" ujar Daren yang di dehemi oleh sang ayah.
"Kak Daren ayo anterin Ambar ke rumah temen" ujar Ambar yang membuat Daren mengangguk dan berdiri dari duduknya.
Ia meraih punggung tangan sang ayah dan menempelkannya di dahinya.
"Daren pergi dulu pah" pamit Daren yang diikuti oleh Ambar.
"Ren jaga adik kamu baik baik ya" peringat Shinta sang mama.
Mendengar hal itu Daren mengangguk dan melakukan hal sama dengan yang ia lakukan pada ayahnya tadi yang langaung diikuti oleh Ambar.
"Daren pergi dulu ma" pamit Daren dan berjalan keluar dari rumah.
🌹🌹🌹
Lauren sedang terdiam di depan televisi yang masih menyala. Kejadian seminggu yang lalu masih terasa di ingatannya.
Lauren sedikit terganggu dengan suara teriakan Iris yang menggema di seluruh ruangan. Ia menoleh ke arah dapur dan mendapati sang mama yang tengah memanggil namanya.
Ia berdiri dan melangkah ke arah dapur dengan senyum tipisnya.
"Ada apa ma?"
"Mama minta tolong sama Lauren boleh kan?" Tanya sang mama yang diangguki oleh Lauren.
"Bantuin apa ma?"
"Bahan makanan abis jadi kamu belanja ke super market ya. Ini mama udah tulis list yang mau di beli" jelas Iris sembari memberikan secarik kertas pada Lauren.
"Oke ma"
"Mau di anter sama kak Allan gak?" Tanya Iris yang dihadiahkan gelengan oleh Lauren.
"Lauren sendiri aja ma. Kalo gitu Lauren pergi dulu ya ma" pamit Lauren mencium punggung tangan Iris.
Lauren berjalan ke arah super market yang tak jauh dari rumahnya. Ia memasuki super market itu dan mencari barang barang yang tertera di list.
"Kecap" gumam Lauren sembari menyapu pandangannya ke segala arah.
Ia mendongak ke atas dan mendapati benda yang ia cari. Ia berjinjit untuk meraih botol kecap yang berada di rak paling atas.
"Ini botolnya tinggi amat. Lo gak bisa nyamperin gue aja kesini botol?!" Kesal Lauren seolah olah ia sedang marah dengan seseorang.
Tapi kemudian ia terdiam saat seseorang mengambil botol kecap itu dari belakangnya. Ia berbalik dan terdiam saat mengetahui siapa yang mengambil botol kecap itu.
"Ini. Lo kesusahan ngambilnya" ujar cowok itu dengan nada datar.
Ia mengambil botol kecap itu dan hendak pergi dari hadapan cowok itu sebelum cowok itu mencekal tangannya.
"Gue minta maaf" ujar cowok itu yang membuat Lauren berbalik dan menepis pelan tangan cowok itu.
"Ngapain minta maaf? Emang maunya kak Daren gini kan?!" Sinis Lauren yang membuat Daren menghela nafasnya kasar.
"Gue keterlaluan sama lo Lauren. Gue nyesel" ujar Daren yang membuat Lauren tertawa pilu.
"Nyesel gak bakal bikin nama aku jadi bersih lagi di sekolah" lirih Lauren berjalan ke arah kasir dan dengan segera membayar semua belanjaannya.
Baru saja ia akan berjalan menuju rumahnya, Daren kembali mencekal tangannya dan menatap manik Lauren dengan serius.
"Gue bakal bersihin nama lo di sekolah" ujar Daren yang membuat Lauren menepis pelan tangan Daren.
"Gak perlu. Kak Daren cuman tinggal liat aja aku di bully besok" ujar Lauren yang membuat Daren menggeleng.
"Gue bakal bersihin nama lo. Gue gak mau jadi cowok brengsek" ujar Daren dengan nada datarnya.
Mendengar perkataan dari mulut Daren membuat Lauren menghela nafasnya pelan dan mengangguk.
"Terserah kakak"
"Lo tinggal jawab iya aja besok" ujar Daren lagi yang membuat kening Lauren mengerut.
"Iya? Maksudnya?" Tanya Lauren.
"Ikutin aja"
Lauren mengangguk dan hendak berjalan sebelum Daren memanggilnya lagi.
"Lauren" panggil Daren yang membuat Lauren berbalik.
"Mau kemana?" Tanya Daren.
"Mau pulang" jawab Lauren sekenanya.
"Gue anter pulang"
"Gak usah. Aku bisa pulang sendiri" tolak Lauren hendak berjalan kembali sebelum perkataan Daren membuatnya menghentikan langkahnya.
"Kenapa? Deg degan pulang bareng gue?!" Ejek Daren yang membuat Lauren menatapnya kesal.
"Deg degan? Mimpi"
"Kalo gak deg degan kenapa nolak ajakan gue?" Tanya Daren.
"Aku gak nolak. Yaudah ayo" pasrah Lauren yang membuat Daren memiringkan senyumnya dan berlari kecil ke arah motor besarnya.
Ia menghampiri Lauren bersama motor besarnya.
"Naik" suruh Daren yang langsung di laksanakan oleh Lauren.
Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan di antara keduanya. Mereka saling diam dengan pikiran mereka masing masing hingga mereka sampai di depan rumah Lauren.
Lauren turun dari motor Daren dan menatap Daren dengan senyum tipis.
"Makasih" ujar Lauren yang diangguki oleh Daren.
Dengan kecepatan tinggi Daren meninggalkan kediaman Lauren. Sedangkan Lauren hanya tersenyum simpul dan masuk ke dalam rumahnya.