Semenjak Natha pacaran sama Hani, sikap dia berubah drastis ke Tessa. Natha lebih sering menghindar kalau ada Tessa. Sikap Natha berubah karena permintaan pacarnya itu. Hani bilang kalau dia bakal putusin Natha kalau cowo itu deket sama cewe lain di sekolah termasuk Tessa.
Padahal, Natha itu tipe cowo yang setia. Dia emang playboy kalo lagi cari gebetan, tapi kalo dia udah punya pacar ya dia bakal setia sama pacarnya. Tapi Hani tetep ga ngebolehin Natha untuk deket-deket sama Tessa atau siapapun itu selama dia ga ada di samping Natha.
Hani tau kalau Tessa sama Natha itu udah sahabatan dari kecil, dan hal itu yang bikin dia gasuka sama Tessa. Makannya setelah Hani punya hak lebih di hidup Natha, dia ngelarang cowo itu untuk deket sama Tessa.
Sebenernya Tessa kesel karena Natha menghindar dari dia, tapi dia juga kasian sama Natha yang terlalu dikekang sama Hani. Tessa tau kalau Natha itu tipe cowo yang gasuka dikekang, tapi di sisi lain Natha juga tipe cowo yang bucin tingkat dewa.
Malam ini Tessa diajak Mamanya untuk makan malam di luar, kebetulan hari ini orangtua nya pulang kerja lebih cepat, dia sih seneng-seneng aja karna akhirnya dia makan malem ga sendiri.
"Tere, Natha kok udah jarang main ke rumah?" tanya sang Mama saat mereka bertiga sedang menyantap makanan di salah satu restoran Mall.
"Biasa mah, lagi punya majikan," celetuk Tessa sambil terkekeh.
Kedua orangtua nya hanya ikut terkekeh, mereka tau arti 'majikan' yang dimaksud Tessa.
"Oh, kirain lagi berantem," Tessa menggeleng.
"Natha mah emang gitu, kalo udah punya bucinan nempel terus sama cewenya. tapi giliran galau carinya Tere," Kata Tessa membuat kedua orangtuanya kembali terkekeh.
Saat Tessa sedang minum, pandangan nya menangkap seseorang yang sangat tidak asing baginya, yaitu Hani.
"Dia sama siapa?" lirih Tessa saat ia melihat Hani dirangkul oleh cowo lain, yang pasti itu bukan Natha.
Tessa mencoba untuk positif thinking kalau Hani pergi sama kakaknya atau sepupunya. Walaupun hati dia ga setuju soal itu.
"Tere, Liatin siapa sih?" tanya Papa nya lalu mengikuti arah pandangan Tessa.
"Hah? engga pa, tadi kirain temen Tere. Taunya bukan," kata Tessa lalu tersenyum tipis.
***
Sebenernya Tessa mau ngasih tau Natha soal Hani kemarin malam, tapi dia urung niat itu dan lebih milih ngomong langsung di sekolah. Siang ini, para guru lagi mengadakan rapat soal turnamen basket minggu depan. Para siswa banyak yang pergi ke kantin, banyak juga yang pergi menonton latihan tim basket sekolah mereka di lapangan. Seperti Tessa dan Jihan.
Tessa melihat Natha berlatih sangat serius siang ini, buktinya laki-laki itu sudah sangat berkeringat membuat para siswi-siswi disana menjerit karna melihat ketampanan seorang Nathanael.
Setelah mereka melakukan beberapa ronde, akhirnya para pemain basket itu diberi waktu istirahat dan inilah kesempatan Tessa untuk mengobrol dengan Natha. Karena jika ia mengajak Natha mengobrol di lain waktu, dia yakin Natha bakal menghindar. Kalau sekarang kan Natha gabisa pergi kemana-mana.
Tessa menyodorkan minuman dingin untuk Natha, dan cowo itu hanya menatap datar minuman pemberian Tessa tanpa ada niatan menerimanya.
"Gue udah nitip Jimmie tadi, lo gausah repot-repot." kata Natha lalu kembali mengelap keringatnya dengan handuk kecil.
Tessa menghela nafas, "Nath, ijinin gue untuk ngobrol sebentar sama lo."
Natha sempat terdiam sebentar, lalu dia menggeser duduknya menandakan agar Tessa duduk di sebelahnya.
Melihatnya membuat Tessa mengulum senyum lalu duduk di sebelah Natha, "Thanks,"
"Mau ngomong apa?" tanya Natha sambil mengambil minuman yang Tessa pegang.
Rasanya Tessa mau jedotin kepala Natha ke tembok, bilangnya gamau tapi tetep aja diembat, memang ajaib seorang Nathanael.
"kalo ga ada yang mau diomongin, mending pergi sana." Tessa menghela nafasnya lalu mencoba tersenyum.
"Gue mau ngomong soal Hani," pergerakan Natha terhenti seketika mendengar nama pacarnya disebut.
"Hani? kenapa?"
"Gini, kemarin malam Hani bilang sesuatu ga sama lo? misal kaya ngasih tau lo kalo dia pergi ke mall," tanya Tessa dengan penuh hati-hati, dia sebisa mungkin gamau bikin Natha tersinggung.
Natha mengangguk, "Dia bilang ke gue kalo pergi sama nyokapnya, kenapa?"
"dia punya kakak atau adek laki-laki?" Natha menggeleng.
Tessa mengigit bibir bawahnya, dia sebenernya ga ada niatan untuk bikin Hani sama Natha berantem, tapi mau gimana pun juga Natha harus tau kalau Hani itu pergi sama orang lain.
"Kenapa emang nya?" tanya Natha karna dari tadi Tessa berubah diam.
"g-gini, kemarin malam gue liat dia sama cowo lain di mall." kata Tessa membuat Natha bersmirk mendengarnya.
"Gue tau kalo lo gasuka gue pacaran sama Hani, tapi jangan kaya nuduh dia selingkuh, Tess!" bentak Natha.
"Gue ga nuduh dia selingkuh, gue cuma mau ngasih tau lo kalo kemarin itu dia ga pergi sama nyokapnya. Nath, plis percaya gue sekali ini aja,"
Plaakkk!!
Pipi kiri Tessa terasa panas dan memerah, matanya kini membulat sempurna. Seorang Nathanael baru saja menamparnya?
"lo udah keterlaluan, Tes." kata Natha dengan penuh penekanan.
sedangkan gadis itu hanya menangis sambil memegang pipi kirinya, "Lo bukan Natha yang gue kenal,"
Natha mengepalkan tangannya, laki-laki itu hendak menampar Tessa kembali. Namun seseorang malah memukul wajahnya keras.
"Lo gausah ikut campur!" bentak Natha sambil mengusap sudut bibirnya yang sudah mengeluarkan darah.
laki-laki yang baru saja memukul Natha itu hanya bersmirk. "Gue harus ikut campur kalau lo sakitin Teressa,"
Natha menatapnya datar, "Lo sama sekali ga punya hak,"
"Tentu aja gue berhak, karna gue pacarnya," ucapnya lalu menatap Natha tajam. Seketika, semua orang disana terkejut mendengarnya. Sejak kapan Tessa dekat dengan ketua osis? ya, laki-laki itu adalah Jeffry.
"sial," umpat Natha lalu segera melayangkan pukulan keras di wajah Jeffry.
Tidak ada satupun orang yang berani melerai keduanya, karena Natha maupun Jeffry sama-sama sedang tersulut emosi. Melihat keduanya masih saling membalas pukulan, membuat Tessa yang sedang berada dipelukan Jihan itu jengah.
"Ji, lepas." ucap Tessa saat Jihan menahan tangannya untuk pergi.
"Tessa, bahaya."
"Gue gabisa tinggal diem, Ji." ucap Tessa lalu melepas paksa tangan Jihan dari tangannya.
"BERHENTI!" teriak Tessa yang kini berlari ke tengah lapangan.
Namun, Natha dan Jeffry belum saja berhenti.
"CUKUP!" bentak Tessa lalu menarik tangan Natha yang hendak memukul wajah Jeffry lagi.
BUG!
"Tessa!" kata Natha karena dia tidak sengaja memukul Tessa.
Tessa menepis tangan Natha yang berada di pundaknya, "Gue benci sama lo, Nath."
Gadis itu lalu menarik tangan Jeffry menjauh dari sana, dia tidak peduli jika saat ini dia menjadi pusat perhatian para siswa. Tapi yang penting sekarang dia mau membawa Jeffry ke UKS untuk mengobati luka lebam laki-laki yang sudah membelanya tadi.
Jeffry meringis menahan sakit saat obat merah itu menyentuh lukanya, "Pelan-pelan, Tess."
Tessa mengangguk, "Lagian lo ngapain sih pake bela gue segala. Udah tau si Natha kalo lagi berantem kaya orang kesetanan,"
Jeffry tersenyum tipis mendengarnya, "Ya kali gue cuma diem aja ngeliat lo disakitin kaya gitu,"
Tessa menatap mata Jeffry dalam, "Makasih ya, dan sorry karna lo jadi lebam gini,"
Jeffry mengangguk, "Bukan cowo namanya kalo ga berantem, santai aja."
Tessa terkekeh mendengarnya, kata-kata itu persis seperti yang selalu Natha katakan padanya kalau laki-laki itu ketauan berantem sama anak sekolah lain.
"Lo baik-baik aja?"
"pipi gue udah ga sakit kok,"
Jeffry menatap wajah Tessa lama, "Gue bukan tanya keadaan pipi lo yang habis ditampar,"
"Terus?"
"Gue nanya keadaan hati lo," Tessa terdiam mendengarnya.
"Sebenernya luka lebam gue ini ga seberapa, gue yakin luka tampar lo lebih sakit dari ini, karna luka tampar itu membekas di hati," kata Jeffry membuat Tessa mengangguk menyetujuinya.
Luka tampar itu lebih sakit, walaupun nyeri di pipi hanya sebentar, tapi sakit di hatinya ga bakal hilang sampai kapanpun.
"Selama 17 tahun ini, dia gapernah kasar fisik ke gue, dan tadi itu untuk pertama kalinya dia berani nampar gue," kata Tessa sambil tersenyum getir.
Jeffry menarik tubuh Tessa ke dalam pelukannya untuk menenangkan gadis itu. "Teressa, gue boleh jagain lo?"