Chereads / BARA / Chapter 18 - Bas?

Chapter 18 - Bas?

Bara lanjut mengobrol banyak hal tentang kopi Nusantara yang ia jual dikedainya. Dokter cantik itu bahkan terkejut ketika ia mengeluarkan dessert tradisional yang sudah ia modifikasi itu. Senyum di bibirnya menambah kecantikan wajahnya, dan Bara akui sosok ini benar-benar luar biasa. Kata orang biasanya cantik dan cerdas itu tidak bisa satu paket, tapi kenapa ini bisa satu paket lengkap seperti ini?

"Kalau makanan berat tidak ada?" tanya Nindi yang sedang asyik menyantap klepon kejunya.

"Sayang sekali belum ada, Nin! Aku fokus ke kopi dan kudapan manis." Bara tersenyum, lalu kembali menyeruput kopi di cangkirnya.

Nindi kembali diam tidak banyak bertanya. Fokusnya kembali pada hidangan dan kopinya. Tampak sekali bahwa gadis itu sudah cukup bisa menerima Bara ada di dekatnya, tidak seperti ketika mereka pertama kali bertemu tadi.

"Nin ...." panggil Bara sambil meletakkan kopinya.

"Gimana, Bas?"

Bas? Sontak hati Bara mencelos, Bas? Siapa yang itu Bas? Bara sangat yakin si Bas ini adalah laki-laki spesial di hati Nindi.

"Bas?" Bara menatap gadis itu sambil mengerutkan keningnya.

"Eh ... maaf, Bar maksudnya!" Nindi buru-buru mengkoreksi, wajahnya tampak memerah.

"Pacar apa mantan pacar kamu tuh?" goda Bara yang mencoba tetap biasa saja.

Nindi tampak salah tingkah, Bara tahu bahwa si Bas itu benar-benar orang yang sepesial untuk gadis itu.

"Jadi gini, kamu tahu kan apa tujuan Oma nyuruh kita ketemu?" tanya Bara sambil menatap Nindi yang masih tertegun itu.

"Tentu, aku juga sudah diberi tahu soal itu."

"Sebelumnya aku minta maaf Nin, aku tidak bisa untuk hal itu. Tapi kita bisa tetap bersahabat, kita bisa jadi sahabat yang baik." Bara menatap gadis itu, ya tentu dia tidak bisa. Ia bukan laki-laki yang baik untuk gadis sealim Nindi, mana dia dokter, cantik pula. Dia pantas mendapat yang lebih baik.

"Serius? Alhamdulillah kalau begitu, Bar!" wajah itu begitu sumringah, dan Bara makin yakin bahwa ucapannya tadi adalah kalimat dan keputusan yang tepat! Dia bukan level Nindi!

"Aku tidak bisa, Nin. Aku terus terang saja di depan daripada nanti ada yang terluka di belakang." Bara menghembuskan nafas panjang. Manik matanya masih menatap lekat Nindi yang tersenyum sumringah di depannya itu. Tentu, pasti dia yang akan terluka lagi, dan Bara tidak mau!

"Aku juga tidak bisa, Bar! Jujur aku ...."

"Kamu pasti masih punya pacar kan?" potong Bara sambil tersenyum.

"Ah ... bukan, sebenarnya aku masih sendiri, hanya saja ...." gadis itu tampak gelisah, tampak menyimpan sesuatu yang sedang ia pikirkan.

"Ceritakan jika kamu berkenan, bukankah kita sahabat?" Bara mencoba memancing gadis itu bicara lebih banyak, sebenarnya ada apa dengan dirinya?

"Aku jatuh cinta dengan seseorang, Bas. Dalam waktu yang cukup singkat." guman Nindi dengan senyum kecut dibibirnya.

"Lantas?" Bara memanggil satu karyawan nya ia sudah menulis beberapa menu kudapan untuk menemani mereka mengobrol.

"Dia sudah punya kekasih. Dia sudah menjadi milik orang." mata Nindi tampak memerah. "Yang aku heran dalam waktu yang cukup singkat itu kenapa aku bisa sedalam itu jatuh cinta padanya, sampai aku begitu sulit melupakannya."

"Lalu apakah dia tahu?" Bara sangat antusias, memang seperti apa sih level Nindi? Dan bagaimana sih tampang laki-laki yang dicintai dokter cantik itu?

"Dia tahu, bahkan langsung melamar ku."

Bara tersentak, langsung melamar Nindi bahkan? Hebat! Jadi seperti apa sih laki-laki itu? Bata sungguh penasaran.

"Hebat, kenapa tidak kamu terima jika kamu juga mencintai dia?"

"Aku tidak mau jadi perebut, Bara. Dia sudah punya kekasih." wajah itu berubah jadi murung.

"Tapi kalian saling mencintai, caramu tidak benar." Bara mencoba memberi saran sebagai sahabat yang baik.

"Dimana letak tidak benarnya? Aku hanya tidak ingin merusak hubungan mereka, Bara." Nindi kekeuh dengan pendiriannya.

"Memaksa laki-laki menikah dengan orang yang tidak ia cintai itu salah!" Bara menghela nafas panjang. Salah juga berarti jika ia kemarin memaksa Hanifa menikah dengannya? Padahal katanya gadis itu tidak mencintainya! Makanya ia kabur.

"Tapi kan mereka pasangan kekasih, cinta bukan hal yang mustahil, tinggal memupuk lagi saja cinta yang pernah ada diantara mereka."

Bara menggelengkan kepalanya, "Tidak seperti itu teorinya, Nin." Bara menepis teori dokter cantik itu.

"Bagi sebagian besar pria, jatuh cinta kembali pada wanita yang pernah ia cintai itu tidak mudah! Apalagi jika ia sudah menemukan wanita yang ia cintai."

Ahh ... benarkah? Bara sendiri tidak yakin dengan apa yang ia katakan itu sebenarnya. Dihatinya masih ada Kirana, meskipun kemarin sempat ada Hanifa, namun jujur ia belum bisa sepenuhnya melupakan Kirana.

Nindi menatap Bara lekat-lekat. Obrolan mereka berlanjut dengan membahas laki-laki yang Nindi cintai itu. Tapi kenapa kesannya Bara malah mendukung Nindi untuk kembali memperjuangkan cintanya kepada laki-laki itu? Kenapa Bara malah tidak mencoba merebut hati Nindi? Bara sendiri tidak tahu, yang jelas Bara tidak ingin kembali memaksa gadis untuk tetap bersamanya. Tidak jika akhirnya berujung seperti Hanifa kemarin. Saat Bara sudah mulai nyaman dan hendak membuka hati, ia malah pergi. Dan Bara tidak mau itu kembali terjadi. Ia tidak mau ditinggalkan lagi!

Bara menatap gadis itu lekat-lekat. Jika sejak dulu ia sudah mengenal Nindi mungkin ia tidak akan merasakan bagaimana rasanya ditinggal nikah tanpa ada pembicaraan sebelumnya. Rasanya Nindi terlalu jauh untuk Bara gapai, sangat jauh!

Hanifa saja tidak mampu ia gapai, apalagi Nindi? Hah ... mungkin hanya akan menjadi sebatas mimpi bagi Bara! Oleh karena ituebih baik Bara mundur sejak awal, dan ia juga sudah memutuskan untuk membantu Nindi untuk bisa menggapai cintanya pada sosok Bas itu.

Gila? Memang! Lebih baik ia lakukan ini daripada memaksakan diri mengejar gadis itu. Bukankah ia sangat gembira ketika tahu Bara juga menolak dijodohkan dengannya? Lantas masa ia dia masih mau memaksa Nindi? Ia tidak mau terluka lagi!

"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Bar?" tanya Nindi ketika Bara panjang lebar memberi pemandangan jika ia membiarkan laki-laki yang ia cintai itu menikah dengan kekasihnya itu.

"Bicarakan baik-baik, dari hati ke hati, Nin. Yang jelas jangan pernah membohongi perasaan mu. Daripada nanti kamu menyesal dikemudian hari."

"Kau benar, Bara! Aku terlalu takut dicap perusak hubungan orang." guman Nindi lirih.

"Bukan masalah itu, masalah kedepannya juga, Nin. Itu lebih penting." Bara mencoba bijak, apapun itu ia memutuskan untuk membantu gadis itu menyelesaikan masalahnya.

"Aku mengerti, Bar."

"Mengerti apa?" tanya Bara sambil mencoba mencari tahu apa yang dokter cantik itu tangkap dari nasehat panjang lebarnya.

"Aku harus memperjuangkan cintaku, benar bukan?"