Setahun berlalu ....
Bara turun dari Toyota Fortuner miliknya ,ia menatap puas ruko yang kemarin dikatakan Yudhi hendak dijual itu. Cukup strategis, dan depannya itu bukankah sebuah klinik melahirkan yang cukup ramai? Ahh ... cocok deh lokasinya.
Bara buru-buru melangkah masuk kedalam, di dalam sudah menanti Yudhi dan sang pemilik Ruko.
"Nah, ini bosnya!" guman Yudhi lalu menjabat tangan Bara.
"Halah, bos apaan?" Bara tersenyum kecut, ia kemudian mengulurkan tangan pada sosok pria yang sudah beruban itu. "Saya Bara."
"Saya Santo, panggil saja Koh San." pria itu menjabat erat tangan Bara sambil tersenyum.
"Ini strategis banget lho koh, kenapa dijual?" tanya Bara penasaran.
"Aku mau pindah ke Singapura, kebetulan di sana ada proyek besar. Mana anakku kuliah semua di sana, jadi ya lebih baik aku jual saja lah." terang laki-laki keturunan Tionghoa itu sambil tersenyum.
Bara menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Ruko ini dua lantai, cukup luas sih untuk bisnis baru Bara. Dia merambah ke bisnis makanan siap saji, setelah cukup bosan mengelola kopi. Kedainya sudah cukup besar dan bisa jalan sendiri untuk masing-masing cabang, jadi ia cari pekerjaan baru, kesibukan baru. Dan bisnis restoran ayam geprek jadi pilihan Bara selanjutnya.
Terus terang saja saya cocok nih, Koh. Masih bisa nego kan?" Bara melirik Koh San dengan tatapan penuh harap.
Sementara pria itu hanya terkekeh sambil mengangguk pelan. "Cincai lah!"
***
Esoknya Bara langsung terjun mengawasi pekerja yang ia perintahkan untuk memperbaiki beberapa bagian ruko, mengecat ulang, mendekorasi ruangan dan sebagainya. Dalam Minggu ini juga warung ini sudah harus buka!
Bara melangkah ke depan ruko, jalanan cukup ramai sih, belakang ruko kawasan perumahan elit, jadi Bara harus mengemas baik-baik tempat dan produknya agar dilirik kaum sosialita yang menghuni belakang rukonya.
"Gercep amat sih, Bos?" guman Yudhi yang hari ini ikut memantau dan membantu Bara mempersiapkan warung ayam gepreknya.
"Iya nih, udah gatal ni tangan, minta balik modal!" jawab Bara lalu diikuti gelak tawa mereka.
"Bos bakal betah deh di sini." guman Yudhi sambil melirik klinik bersalin yang ada tepat di seberang jalan ruko Bara.
"Kenapa emangnya?" tanya Bara tidak mengerti, itu klinik bersalin, bukan panti pijat plus-plus.
"Bahh ... perawat sama bidan klinik depan itu Bos, cantik-cantik banget!" guman Yudhi sambil mengacungkan kedua jempol nya.
"Sama Natasha Wilona? Jessica Mila?" tanya Bara setengah meledek.
"Bos, nyamainnya jangan sama artis kenapa bos?" Yudhi menggebuk gemas pengusaha muda dua puluh sembilan tahun itu.
"Lha katanya cantik, mereka yang aku sebut itu juga cantik kan? Makanya aku tanya, sama mereka cantikan mana?" Bara terkekeh, sungguh malas jika ia harus membicarakan wanita untuk saat ini.
"Ahh besok lah lihat sendiri, dukun-dukun beranak di depan itu geulis pisan!"
"Halah, Yud! Cewek cantik aja kami gercep abis." Bara menggelengkan kepalanya, "Sudah sana bantu yang lain."
"Siaap Bos!" Yudhi berlagak hormat lalu lari masuk ke dalam.
Bara hanya terkekeh, ia hendak menyusul Yudhi ketika melihat gadis itu membuka helmnya. Gadis dengan celana bahan dan kemeja lengan panjang itu begitu menarik perhatian Bara. Hingga kemudian gadis itu masuk ke dalam klinik bersalin itu. Itukah dukun beranak cantik yang disebut Yudhi?
Ahh ... Bara buru-buru menggelengkan kepalanya, ia sedang ingin fokus pada bisnis. Ia tidak ingin membahas persoalan asmara dulu. Buat apa kalau ujung-ujungnya ia ditinggalkan lagi? Dicampakkan lagi? Buat apa? Bara melangkah masuk ke dalam ruko barunya, mencoba melupakan bayangan gadis itu yang sudah mulai menarik perhatiannya.
***
Senin pagi, Bara membuka matanya lantas menguap lebar-lebar. Ahh ... Solo tenyata begitu ramah dan menyenangkan! Ia bergegas bangkit dan melangkah menuju kamar mandi.
Warung ayam gepreknya memang belum grand opening. Baru soft opening, namun ia harus sejak dini memantau pergerakan dan perkembangan bisnis barunya itu.
Selesai mandi Bara memilih memakai jeans dan kaos polo lengan merah. Ia tidak akan pergi ke kantor, jadi untuk apa rapi-rapi? Setelah semua dirasa siap, Bara bergegas turun dari apartemen miliknya. Gara-gara bisnis ini ia sampai membeli apartemen lagi di kota ini. Bukan main!
Bara Adimana Soeprapto. Mungkin belum ada yang tahu bukan siapa nama panjang sosok yang begitu naas nasib percintaannya ini? Tampan, jangan ditanya! Bara punya looking yang luar biasa membius. Duit? Masih perlu dijelaskan berapa banyak duit Bara kalau dia punya dua apartemen pribadi di Jogja dan Solo, Ferarri keluaran terbaru, beberapa kedai kopi yang cabangnya hampir di seluruh pulau Jawa ada, belum bisnis kelapa sawitnya, namun kenapa untuk urusan percintaan Bara selalu sial? Selalu ditinggalkan?
Mungkin ia harus berganti nama supaya kesialan itu terputus, atau mengganti nama panggilannya? Jadi Abimana? Atau Prapto? Astaga, masa iya sih nanti kenalan sama cewek bilang namanya Prapto? Mungkin Abimana lebih cocok! Ya ... mungkin ia harus berganti nama!
Bara memarkirkan mobilnya di depan ruko ayam gepreknya. Ia bergegas melangkah masuk ketika tiba-tiba sosok itu mendadak membalikkan badan dan menyenggol Bara.
"Aduh!" pekik gadis itu ketika ponselnya terjatuh dilantai.
Bara sontak jongkok untuk mengambil benda itu ketika kemudian ia malah menyentuh tangan putih nan halus itu. Bara terkejut, ada sensasi aneh menjalar dalam hatinya. Apalagi ketika kemudian gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap lurus ke dalam matanya.
Gadis itu kan yang kemarin ....
"Maaf ... saya nggak hati-hati Mas." guman gadis itu ketika Bara hanya terpaku diam ditempatnya.
"Oh, tidak apa-apa. Saya juga salah kok." sontak Bara berdiri lalu mengulurkan tangannya. "Saya Abimana, kebetulan kerja di sini." jawabnya memperkenalkan diri. Ia harap gadis ini tidak melihatnya turun dari Fortuner putih miliknya.
"Oh Mas kerja di sini, saya Septi mas, kebetulan kerja di depan. Ini mau makan siang." guman gadis itu ramah.
"Kalau gitu silahkan duduk, biar saya siapkan, Mbak." wajah Bara tampak sumringah, ia tidak menyangka gadis yang kemarin mencuri perhatiannya itu kini ada di hadapannya.
Dari dekat makin terlihat bahwa gadis itu cukup cantik. Matanya seperti almond, hidung mancung, pipi tirus, dengan bibir mungil yang ramun. Ahh ... getar aneh itu terasa begitu dalam sampai ke hati Bara.
Bara bergegas memerintahkan pegawainya menyiapkan pesanan Septi.
"Jangan bilang kalau saya yang punya warung ini ya!" bisik Bara pada Indi, petugas kasir di warungnya.
"Siap Pak! Bapak naksir ya?" goda Indi sambil menunjuk wajah Bara yang memerah itu.
"Sudah lah, jangan banyak tanya! Potong gaji mau?" selisih Bara sambil tertawa.
Indi sontak merenggut, lalu kembali fokus menghitung uang modal yang dimasukkan ke mesin kasir untuk hari ini.
Ia melirik bosnya itu, tampak sangat jelas wajah bosnya memerah. Sudah tidak salah lagi, bosnya itu jatuh cinta!