Chereads / BARA / Chapter 23 - PDKT

Chapter 23 - PDKT

Bara dengan sigap membawa nampan itu ke meja dimana Septi duduk. Bahkan jantungnya berdegup kencang ketika tinggal selangkah lagi ia sampai pada meja itu, bukan main!

"Silahkan." Bara dengan cekatan meletakkan piring dan segelas es teh itu.

"Makasih, Mas." gadis itu tersenyum lalu mulai menyedot es teh miliknya.

"Mbak kerja di depan jadi dokter? Atau bidannya?" tanya Bara kepo sambil duduk di hadapan Septi.

"Kebetulan saya lulusan kebidanan Mas." jawab Septi sambil mulai menyendok nasi dan ayamnya.

"Wah, hebat!" mata Bara tak lepas dari wajah Septi. Ahh ... apakah Bara jatuh cinta? Jika dulu dengan Hanifa ia hanya merasa nyaman dan membutuhkan dirinya sebagai penawar sakit dan sepi, kali ini rasanya berbeda! Getar aneh itu merayap dan mencengkeram kuat di hati Bara.

"Ah biasa saja, Mas. Oh ya ini saya makan lho ya, Mas." Septi tersenyum sambil kemudian menyuapkan nasi ayamnya.

"Ah, iya silahkan Mbak." Bara tersenyum, apakah gadis itu masih sendiri? Atau malah sudah menikah? Bara melirik jemari Septi, semua masih kosong, belum ada cincin yang melingkar di sana. Itu artinya dia masih single kan?

"Ini kemarin bukanya toko servis laptop ya, Mas?"

"Eh ... oh itu, yang punya ruko jual ini ruko karena dia sekeluarga mau pindah ke Singapura. Begitu sih kata bosku." jawab Bara berbohong. Bos yang mana? Dia kan bosnya!

"Oalah, makanya. Kaget saya tiba-tiba jadi warung ayam geprek. Tapi nggak apa-apa sih, malah dekat kalau cari makan siang."

Bara tersenyum kikuk, sungguh ia sangat suka menatap mata itu, senyum itu, wajah itu. Rasanya ia benar-benar jatuh cinta.

"Mbak asli orang sini?" tanya Bara yang begitu penasaran dengan sosok ayu itu.

"Iya asli sini, Mas. Lahir di sini, besar di sini." Septi tersenyum, dan itu makin membuat Bara salah tingkah.

"Saya kebetulan baru nih di sini Mbak, kalau di sini tempat nongkrong itu dimana saja ya?" Bara mulai mencoba mendekatinya, siapa tahu bukan kali ini rejekinya?

"Banyak mas. Tinggal menyesuaikan hobi, suasana hati, dan tebal tipis kantong." gimana Septi sambil nyengir lebar.

"Kalau mbak favoritnya dimana?" Bara tak pantang mundur! Ia harus mendapatkan gadis ini.

"Saya sih suka di Balekambang, Mas. Suasana teduh enak banget kalau buat galau." Septi terkekeh. "Masuknya free lagi cuma bayar parkir."

"Itu tempat apa?" tanya Bara penasaran.

"Jadi itu dulu taman yang spesial dibuat oleh KGPA Mangkunegaran VII sebagai bukti cinta untuk kedua putrinya, GRAy Partini Husein Djayadiningrat dan GRAy Partinah Sukanta. Dulu sih selain untuk bukti cinta kasih ke anak beliau, fungsi di taman ini juga adalah untuk paru-paru kota juga Mas, ada lahan hijau yang luas untuk menanam tumbuhan langka. Dan ada danau buatan gitu di sana, fungsinya dulu untuk penampungan air dan buat main perahu gitu. Ya intinya itu hutan kota gitu sih, tapi bukan hutan yang lebat macam hutan beneran, lebih ke taman gitu deh." terang Septi semangat.

"Buka setiap hari?" tanya Bara yang makin penasaran.

"Iya. Dan di sana ada panggung terbuka juga biasanya buat pentas anak-anak TK gitu, drum band, tari, lomba-lomba gitu. Sama ada gedung pentas wayang orang juga."

"Nah!" Bara menjentikkan jarinya. "Kapan pertunjukan wayang orang main?"

"Biasanya sih Kamis, atau malam Minggu juga ada."

"Bisa antar saya ke sana? Saya sudah lama nggak nonton wayang orang." sebuah kesempatan emas bukan? Padahal Bara sendiri belum pernah melihat apa itu wayang orang.

"Mas mau nonton wayang orang?" tanya Septi tidak percaya.

"Tentu kenapa tidak? Kan wujud melestarikan budaya." sahut Bara bangga, padahal dibalik itu semua ada tujuan lain yang Bara ingin lakukan.

"Betul juga sih, oke bisa kok. Tapi Mas mau yang hari apa?" Septi tersenyum, matanya menatap lurus mata Bara.

"Malam Minggu?"

"Oke, malam Minggu. Jam Setengah tujuh ya!"

***

Bara terus senyam-senyum setelah berhasil mengantongi nomor WhatsApp Septi. Dan ia benar-benar sudah tidak sabar menanti hari Sabtu besok. Ia akan jalan-jalan dengan Septi, sesuai janjinya. Ya walaupun nanti mereka akan nonton wayang orang di gedung kesenian, namun apa boleh buat?

Bara mengendap-endap masuk ke dalam mobilnya, lalu bergegas membawa mobil itu pergi dari depan warung gepreknya. Ia sudah minta semua pegawainya untuk merahasiakan identitas aslinya. Semua di sana wajib memanggilnya Abimana, sang tangan kanan bos yang punya warung geprek. Kocak bukan?

Bara hanya terkekeh menertawakan dirinya sendiri. Kacau ... kacau! Ia benar-benar terbius oleh kecantikan bidan itu. Benar kata Yudhi dukun beranaknya geulis pisan!

Ia bergegas membawa mobilnya ke Park Mall yang tak jauh dari lokasi warung gepreknya, ia harus cari baju yang pas dan pantas untuk acara besok malam Minggu. Jangan lupa beli deodorant, pisau cukur, parfum, dan ... ah kenapa dia sangat bersemangat macam ini sih?

Ia membelokkan mobilnya ke salah satu mall besar di kota Solo itu, setelah mendapat tempat parkir ia bergegas turun dan melangkah masuk.

Bara langsung ke Car*efour untuk mencari benda-benda yang ia maksud. Ia harus tampil maksimal untuk menarik hati gadis itu. Ia langsung meraih troli dan melenggang masuk. Kira-kira untuk Septi akan ia belikan apa besok? Bunga? Boneka? Tapi kan besok baru pertama kali kencan, kalau langsung bawa seperti itu apakah Septi akan suka? Atau malah kemudian ia akan menjadi ilfeel kepadanya?

Bara bergegas memilih beberapa parfum, ia tidak hanya beli satu, tapi beberapa botol dengan merek berbeda. Lalu krim pencukur, pisau cukur. Hmmm sejak kapan ia makin memerhatikan penampilan? Entah tapi rasanya ia ingin selalu tampil Perfect sekarang, terlebih dihadapan gadis itu. Harus!

***

Septi terus menerus menatap wajahnya di cermin yang selalu ia bawa. Kenapa wajah tampan Abimana tadi begitu menganggu dirinya? Wajahnya benar-benar mengalihkan dunia Septi!

Apalagi kekar tubuhnya yang tercetak jelas di kaos polo yang ia kenakan tadi makin memanjakan mata Septi! Astaga, ia serasa meleleh!

Abimana

Nama yang cukup gagah, dan Septi benar-benar terkesan dengan sosok itu. Dunianya teralihkan seketika, dan hatinya benar-benar bahagia saat ini. Terlebih nomor WhatsApp sosok itu sudah ia kantongi.

Dan malam Minggu besok dia akan mengajak Septi keluar? Ya walaupun hanya menonton wayang orang, tapi tidak masalah bukan? Wajah Septi memanas ketika membayangkan besok ia akan pergi dengan sosok itu. Apakah ia jatuh cinta? Pada Abimana di saat pertama kali mereka berjumpa hari ini?

Rasanya tidak salah lagi, ya semoga saja Abimana masih sendiri, dan semoga juga ia memiliki rasa yang sama seperti yang Septi rasakan pada sosok itu.

"Abimana ...," tak terasa Septi menyebutkan nama itu, dan sontak wajah merahnya itu makin memerah, ya ... Septi benar-benar jatuh cinta!