Naya menatap sekelilingnya dengan tatapan malu-malu. Ia sedari tadi menunduk dan tak berani menatap mereka secara langsung. Saat ini ia tengah berada di antara orang-orang berdasi dan berjas rapi yang duduk berkeliling membentuk lingkaran. Mereka semua tengah membahas tentang kenaikan presentase keuntungan perusahaan. Dan ia hanya dapat mendengarkan sembari menuliskan hal-hal penting.
"Naya, tolong dokumennya."
Naya tetap terdiam dan tak berkutik saat Dirga memerintahkannya. Bahkan sampai beberapa petinggi perusahaan menatapnya pun ia tetap terdiam.
"Naya, dokumennya!"
Naya tergelak mendengar suara Dirga yang sedikit meninggi. Ia lebih terkejut lagi melihat Dirga sudah melototkan matanya dengan tajam. Naya gelagapan. Ia segera mengambil map berisi dokumen penting yang berada di hadapannya. Ia berdiri dan menyerahkan dokumennya dengan sopan.
Dirga menerimanya dengan tatapan tajam. Ia kembali melanjutkan pembahasan mengenai pengembangan perusahaan. Ia juga berencana akan membuat beberapa cabang baru di kota-kota tertentu.
Naya merasakan kakinya seperti tergelitik. Ia menggerakkan tubuhnya berusaha untuk mengusir rasa geli tersebut. Namun, rasa geli tersebut tak kunjung hilang, ia malah merasa ada sesuatu merambat di atas kakinya.
Dengan wajah heran, ia menundukkan kepalanya untuk melihat apa yang ada di kakinya. Dan dalam hitungan detik, ia menjerit sembari melompat-lompat.
"AAAAA! KECOA TERBANG!"
Seluruh petinggi perusahaan yang ada di ruang rapat mendadak panik. Beberapa dari mereka bahkan bergegas mengambil ponsel mereka dan keluar dari ruang rapat. Dirga yang melihat kekacauan tersebut hanya menghela nafasnya dengan wajah kesalnya.
"Hei, apa-apaan--"
Belum sempat Dirga melanjutkan ucapannya, ia dikejutkan dengan tindakan Naya yang tiba-tiba saja memeluknya sembari melompat-lompat. Dirga hanya terdiam dengan kedua mata membulat.
Tak lama kemudian, seorang Office Boy memasuki ruang rapat dengan membawa sapu. Ia tampak terkejut melihat Dirga dan Naya tengah berpelukan, kedua pipinya bahkan memerah.
Naya yang menyadarinya langsung melepaskan pelukannya dan menjauh dari Dirga. Kedua pipinya memerah dan ia tampak salah tingkah.
Dirga berdehem singkat sembari membersihkan jasnya dengan gaya angkuhnya. Ia mengambil ponsel, laptop dan dokumennya lalu keluar dari ruang rapat tanpa sepatah katapun.
Naya yang melihat Dirga keluar dari ruang rapat langsung mengikutinya. Karena kemanapun Dirga pergi, ia harus ada bersama Dirga. Itulah peraturannya.
☯☯☯☯
Seorang gadis berpakaian modis berjalan melewati koridor perusahaan dengan senyuman manisnya. Tak jarang ia tersenyum pada beberapa karyawan yang berpapasan dengannya. Langkahnya semakin dekat dengan ruangan seseorang yang memiliki jabatan penting di perusahaan tersebut.
"Permisi," gadis cantik tadi mencoba berkomunikasi dengan seorang gadis yang tengah menelungkupkan kepalanya pada meja kerjanya.
"Permisi." Gadis tadi kembali mengulangi ucapannya saat tak ada jawaban dari gadis tadi.
"Permisi!"
Ucapan dengan nada tinggi barusan membuat gadis yang menelungkupkan wajahnya di meja tadi langsung terkesiap. Ia berdiri dan menunduk dengan hormat.
"Yes, Boss!"
Gadis cantik berpakaian modis tadi mencoba menahan tawanya. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangannya agar tak menyinggung perasaan gadis tadi.
"Eum, Dirga ada?"
Gadis yang menelungkupkan kepalanya tadi, Naya, menatap gadis cantik tersebut dengan tatapan menilai dari atas sampai bawah. Ia bahkan sampai tak berkedip melihatnya.
Cantik. Pikirnya.
"Hello, Dirga ada?"
Naya terkesiap. "A-ada."
Gadis cantik tadi tersenyum. "Baiklah."
Gadis itu pun berjalan menuju pintu ruangan Dirga. Ia membukanya dan memasuki ruangan Dirga. Naya menatapnya dengan tatapan heran. Ia begitu penasaran dengan gadis tadi. Siapakah dia? Apa ia memiliki hubungan khusus dengan Dirga?
Naya menatap keduanya melalui kaca penghubung mejanya dengan ruangan Dirga. Ia melihat mereka berdua berpelukan dengan cukup erat dan diakhiri sang gadis yang memberikan kecupan di pipi Dirga. Dirga terlihat tak mempersalahkannya. Ia malah menciumi puncak kepala gadis tadi.
Dan detik berikutnya Naya merasa nafasnya tercekat saat matanya dan mata Dirga saling bertatapan. Ia segera memalingkan kepalanya dengan wajah memerah karena ketahuan telah mengintip Dirga dan gadis tadi. Naya kembali duduk di meja kerjanya dengan pikiran berkecamuk. Ia masih memikirkan siapa gadis tadi. Gadis cantik dengan segala kesempurnaannya. Apakah ia dan Dirga memiliki hubungan khusus?
Namun benarkah seorang Dirga yang dingin dan perfeksionis memiliki seorang kekasih?
☯☯☯☯
Naya melemparkan tas kerjanya sembari menghela nafas lelahnya. Ia sangat lelah dengan kegiatannya di kantor tadi. Banyak sekali yang menyita pikirannya. Ia bahkan sampai melewatkan jam makan siangnya karena terlalu sibuk mengerjakan tugas yang Dirga berikan. Ia tadi sampai terlelap di meja kerjanya karena ia merasa begitu lelah.
"Ayu mana sih?"
Naya menatap sekelilingnya, mencari keberadaan Ayu. Ia merasa Apartemennya sangat sepi. Dan itu artinya Ayu tidak ada di Apartemen, karena biasanya gadis cerewet itulah yang menyambutnya sepulang dari kantor dengan segelas coklat panas dan sekaleng biskuit lemon kesukaannya.
"Ayu, yuhuuu." Naya berteriak sembari memanggil nama Ayu berulang kali. Namun, tak ada jawaban dari sang empunya nama.
Tring!
Naya menghentikan langkahnya saat mendengar suara ponselnya yang berbunyi. Ia segera melangkah menuju sofa dimana ponselnya berada.
Naya segera menggeser layar kunci ponselnya dan membuka pesan yang masuk. "Naya, lo pasti nyariin gue 'kan? Sorry ya gue gak bisa siapin coklat panas sama biskuit kesukaan lo, gue lagi nge-date sama Arka. Bye jomblo." Naya membaca pesan masuk yang ternyata dari Ayu dengan suara lirih.
"Ah, nyebelin." Naya menggerutu sesaat setelah membaca pesan dari Ayu. Ia juga kesal dengan kata-kata terakhir Ayu yang menghinanya.
"Mentang-mentang punya cowok aja dia seenaknya ngehina gue, awas aja kalo nanti cowok gue lebih ganteng dari si Arka itu. Bahkan cowok gue nanti lebih ganteng dari Daniel Why Don't We."
Naya melangkah menuju dapur dengan langkah kesal. Ia berniat untuk membuat coklat panas, minuman favoritnya dan Ayu.
Naya mengambil gelas dari rak, kemudian ia mengambil sekotak bubuk coklat dan menuangkannya ke dalam gelas sebanyak dua sendok. Ia juga memberikan sedikit gula dan air panas, kemudian mengaduknya hingga tercampur rata. Ia memang tidak suka dengan sesuatu yang manis. Ia lebih suka sesuatu yang cenderung pahit.
Tring!
Naya yang hendak menempelkan mulut gelas pada bibirnya berdecak saat ponselnya kembali berbunyi. Ia segera melangkah menuju ruang tamu untuk melihat pesan yang masuk sembari membawa segelas coklat panas. Naya mengambil ponsel dan membuka pesan masuk sembari menyeruput coklat panasnya. Dan ia akan memaki-maki seseorang yang mengiriminya pesan yang telah menganggu acara santainya.
From : Boss Kancrut
Kemasi barang kamu sekarang, kita ke luar kota sekarang!
[19.45]
Byurrr!
Naya menyemburkan coklat panasnya saat ia membaca pesan masuk tadi. Ia membulatkan kedua bola matanya dengan mulut menganga. Baru saja ia hendak membalas pesan dari Dirga, satu pesan masuk kembali menyita perhatiannya.
From : Boss Kancrut
Tidak usah protes, saya sudah ada di depan Apartemen kamu. Kita berangkat sekarang!
[19.46]
Dengan mata membulat, Naya segera berlari ke arah jendela. Ia menyibakkan tirai dengan kasar. Matanya seketika membulat melihat mobil berwarna silver terparkir dengan rapi di depan Apartemen.
Drrtt..Drrtt
Naya menatap ponselnya yang bergetar karena ada panggilan masuk. Tanpa aba-aba, ia langsung mengangkatnya dan hendak berbicara ketika seseorang di seberang sana memotongnya terlebih dahulu.
'Kemasi barang kamu. Sekarang!'
"Pak Dirga, saya baru saja sampai di Apartemen, dan sekarang saya harus ikut ke luar kota? Yang benar saja, Pak. Saya bahkan belum sempat mandi, tapi Bap--"
'Tidak usah protes! Dan acara mandi kamu dapat ditunda sampai kita tiba di hotel'
"Sir, tapi bau badan saya itu kayak baunya kambing, nanti Bapak pingsan di mobil."
Tutt..Tutt
Naya membulatkan matanya saat Dirga memutuskan panggilannya sebelum ia melanjutkan acara protesnya. Ia kembali menatap Dirga di bawah sana yang keluar dari mobil mewahnya dan langsung menatapnya dengan tatapan tajam. Dan tatapan Dirga tersebut membuatnya tak mampu berbuat apa-apa.