Chereads / My Boss My Husband / Chapter 6 - 6

Chapter 6 - 6

Naya berkali-kali menghela nafas bosannya. Sudah dua jam ia berada di acara peresmian cabang perusahaan tersebut, namun ia sedari tadi hanya diam, karena tidak ada teman yang ia ajak mengobrol.

"Para tamu dan hadirin yang terhormat, mari kita sambut pewaris perusahaan terbesar di Asia, Tuan Dirga Mahendra."

Tepuk tangan yang riuh dari para tamu dan hadirin membuat Naya langsung menolehkan kepalanya. Di depan sana, berdiri Dirga dengan gagahnya. Ia tetap memasang wajah datar dan dingin seperti biasanya. Namun, entah mengapa aura ketampanan Dirga bertambah berkali-kali lipat.

"Terima kasih untuk para tamu dan hadirin sekalian yang telah menyempatkan waktunya untuk datang di acara peresmian cabang perusahaan ini......"

Naya tak terlalu mendengar apa yang Dirga bicarakan, karena fokusnya tertuju pada seseorang yang duduk disana. Di antara para tamu dan hadirin sekalian. Seseorang yang selama ini ia rindukan sosoknya. Seseorang yang berhasil menjungkir-balikkan dunianya. 

Dan seseorang yang meninggalkannya tanpa alasan yang jelas.

Untuk sesaat, tatapan mata mereka bertemu satu sama lain, sebelum akhirnya Naya menolehkan kepalanya dan meremas telapak tangannya yang tiba-tiba saja berkeringat dan terasa dingin. Ciri khasnya ketika sedang gugup.

"Kenapa dia ada disini?" gumam

Naya lirih. Bahkan nyaris tak terdengar oleh telinganya sendiri.

Tanpa pikir panjang, Naya langsung meraih tasnya dan melangkah meninggalkan acara tersebut. Sejenak, ia memalingkan wajahnya untuk memastikan pria tadi masih ada disana dan tak mengejarnya. Namun, pria itu sudah tidak ada disana, dan membuatnya semakin merasa cemas.

Sedangkan Dirga yang berdiri di depan sana, menatap Naya dengan tatapan heran sekaligus bertanya-tanya. Ada apa dengan sekretarisnya? Mengapa terlihat gelisah?

Naya berjalan secepat yang ia bisa, ia berusaha menghindari pria tadi. Pria yang pernah singgah di hatinya dan pria yang yang juga melukai hatinya.

"Kanaya, tunggu!"

Naya memejamkan matanya sejenak saat mendengar suara pria tersebut. Ia berusaha mempercepat langkah kakinya. Ia hanya ingin menghindar. Ia belum siap untuk kembali menatap pria tersebut.

"Aku mohon berhenti! Aku mau bicara sama kamu,"

"Aku gak punya waktu." Suara yang sedari tadi Naya tahan akhirnya dapat ia keluarkan. Ia kembali mempercepat langkah kakinya.

Tuk! Tuk! Tuk!

Suara ketukan sepatu menggema di lorong cabang perusahaan baru tersebut. Suara ketukannya seperti orang yang sedang berlari, dan suara tersebut berasal dari sepatu pria tadi.

"Berhenti dulu,"

Naya merasa seseorang menarik lengannya, membuatnya berhenti dan tubuhnya terasa berputar. Dan kini ia berhadapan dengan pria tadi. Pria yang sama sekali tak pernah ingin ia lihat lagi setelah berhasil meremukkan hatinya.

Naya menghela nafasnya. Ia memilih menundukkan kepalanya dan menatap high heels miliknya yang terasa jauh lebih menarik.

"Tatap aku,"

Naya berpura-pura tak mendengar ucapan pria tadi. Ia terus menundukkan kepalanya dan meremas tas yang ia sampirkan di bahu kanannya.

"Kanaya, please!"

Pria tadi mengangkat dagu Naya, membuat Naya mau tak mau menatap kedua bola mata pria tadi. Bola mata yang selama ini ia puja dan ia sukai.

"Ka, aku--"

"Please, untuk kali ini aja, jangan ngehindar dari aku. Aku tahu aku punya salah sama kamu, tapi aku mohon kali ini aja kasih aku kesempatan buat bicara."

Naya menghela nafasnya. Ia menatap pria tadi dengan tatapan berkaca-kaca. Ia berusaha memejamkan matanya untuk menahan laju air matanya. Ia berdo'a dalam hatinya, untuk kali ini saja jangan biarkan ia larut dalam rasa sakit hatinya.

"Raka, aku--"

Naya tak mampu melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba saja pria tadi, Raka, menariknya ke dalam pelukannya. Seketika itu pula tubuh Naya menegang. Matanya membulat dan aliran darahnya terasa berhenti. Untuk sejenak ia lupa bahwa Raka masih menjadi miliknya. Menjadi prianya. Dan pujaan hatinya.

"Ekhem!"

Naya langsung melepaskan dirinya dari jeratan Raka saat mendengar suara deheman seseorang. Tepat saat itu pula, ia merasa kesialan berkali-kali lipat menghinggapinya. Di depannya, berdiri Dirga dengan wajah datarnya. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya dan sorot matanya memancarkan rasa tak suka.

"Kembali,"

Satu kata singkat dan jelas yang Dirga ucapkan cukup untuk membuat sekujur tubuh Naya menegang. Ia segera melangkah menjauhi Raka dan berdiri di belakang Dirga.

"Jangan pernah kabur saat bersama saya," bisik Dirga sangat lirih.

Naya hanya mampu menganggukkan kepalanya dengan wajah tegangnya. "Iy-iya pak"

"Bagus,"

Dirga menatap Raka dengan tatapan dingin selama beberapa saat sebelum ia membalikkan tubuhnya dan berjalan dengan langkah gagahnya.

Naya juga menatap Raka selama beberapa detik dengan tatapan sendu bercampur amarah sebelum ia melangkahkan kakinya mengikuti Dirga.

Naya menghela nafasnya. Ia sangat berterima kasih pada Dirga. Andai Dirga. Tidak datang tepat waktu, mungkin ia akan menangis sesenggukan seperti pemain drama dalam pelukan .

"Siapa dia?" tanya Dirga tiba-tiba.

Tanpa memalingkan kepalanya untuk menatap Naya yang berjalan di belakangnya.

"Apa Bapak perlu tahu? Eh, ups!" Naya segera menutup mulutnya karena ucapan lancangnya.

Sementara Dirga, ia memilih diam, tak menanggapi ucapan Naya.

☯☯☯☯

"Pak, kita memerlukan model untuk katalog yang akan kita sebarkan."

Naya menatap seorang pria yang tengah mengobrol serius dengan Dirga. Pria tersebut tampak sangat serius, terlihat dari wajahnya.

"Hm," Dirga tampak berpikir. Matanya menerawang mencoba menerka-nerka siapa sosok yang pantas untuk ia jadikan sebagai model untuk katalog perusahaannya.

Naya memilih kembali fokus pada laptopnya. Ia tengah mengetik dan mengatur jadwal kegiatan Dirga.

"Nah, ini kriteria yang pantas untuk menjadi model!"

Naya mendongakkan kepalanya saat mendengar suara teriakan pria tadi. Saat ia mendongakkan kepalanya, ia terkejut karena pria tadi menunjuknya.

"Hah?" Naya memalingkan wajahnya ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. Jadi, ia yang ditunjuk?

"Sa-saya?"

"Iya, kamu!"

"Ah, saya nggak pantas jadi model." 

Naya merasa tersipu karena secara terang-terangan pria tadi menunjuknya sebagai model. Dan tidak sembarang orang dapat menjadi model.

"Dia? Apa tidak ada yang lebih baik lagi?"

Naya merasa terjatuh dari langit ke tujuh setelah ia diterbangkan setinggi mungkin. Apa Dirga merasa dirinya terlalu jelek untuk menjadi seorang model?

"Tapi Pak, dia memiliki wajah yang sangat manis, cocok untuk tema katalog kali ini."

Kembali Naya merasa kedua pipinya memanas karena tersipu. Pria ini mampu membuatnya tersipu hanya dalam hitungan detik.

"Manis? Dia bahkan kurang cantik untuk menjadi model. Lihat saja badannya itu, kurang sexy. Dan coba lihat, dia bahkan tidak bisa menguncir rambutnya dengan baik."

Naya kembali merasa dijatuhkan. Setelah pria tadi memujinya, kini Dirga menghinanya? Apa maksud Dirga?

"Tapi Pak, kriteria model katalog kita hanya gadis yang berwajah manis dan lembut, bukan dilihat dari fisiknya, karena kita hanya akan mengambil foto setengah badan."

"Cari model lain atau kamu saya pecat!" 

Dirga berdiri dari kursinya dan melangkah meninggalkan Naya dan pria tadi yang menatapnya dengan tatapan heran.

Naya menghela nafasnya. Dirga dengan begitu mudahnya menghinanya. Tak tahukah ia jika seorang gadis akan merasa kurang percaya diri jika berkaitan dengan fisiknya?

Dan benarkah ia terlalu jelek?

☯☯☯☯

"Ayu!"

Naya membanting pintu Apartemennya dengan kasar sembari berteriak memanggil nama Ayu.

"Yu, ada yang mau gue bicarain sama lo!"

Naya mengelilingi Apartemennya untuk mencari keberadaan Ayu. Namun, tak ada tanda-tanda keberadaan Ayu di Apartemen.

Naya menghela nafasnya, "Pasti dia lagi nge-date sama cowoknya."

Naya segera berlari memasuki kamar Ayu. Kamar Ayu sangat bersih dan rapi, jauh dari keadaan kamarnya yang cenderung berantakan.

Naya menatap cermin besar yang ada di dalam kamar Ayu dan memandangi pantulan tubuhnya selama beberapa saat. Ia menyentuh setiap inchi wajahnya dan memperhatikannya sedetail-detailnya.

"Emang gue jelek ya?"

Naya kembali memperhatikan wajahnya. Ia mengamatinya dengan sangat teliti. 

"Gak ada yang salah sama gue, tapi kenapa Pak Dirga ngomong seakan-akan gue ini jelek. Kalo gue jelek, kenapa gue dulu bisa jadi ratu kecantikan se-kecamatan?"

Naya segera berlari ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya dari sisa make up dan debu yang menempel. Setelah merasa segar, ia kembali masuk ke dalam kamar Ayu.

"Ah, gue punya ide."

Naya bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil laptopnya. Kemudian ia kembali memasuki kamar Ayu dan duduk di depan meja rias Ayu. Ia mencolokkan modemnya ke laptopnya dan mulai membuka YouTube.

Ia mulai mencari video tutorial make up dan bagaimana caranya berpenampilan sebaik mungkin. Ia juga mencari video tentang cara merapikan rambut dan menguncirnya serapi mungkin. Tak lupa ia mencari video mix and match pakaian untuk bekerja di perusahaan.

"Pertama, ambil foundation...."

"Ah, foundation."

Naya meraih foundation milik Ayu dan mengoleskannya ke wajahnya secara merata.

"Setelah itu, pakai concealer...."

"Concealer Ayu mana, sih?" 

Naya mengutak-atik kotak make up Ayu dengan wajah kesalnya.

"Nah, ini dia," 

Naya tersenyum senang saat menemukan concealer milik Ayu. Ia segera menggunakannya seperti contoh di video. Ia pun mengikuti setiap langkah cara memakai make up seperti di video. Setelah make up-nya selesai, ia mempraktikkan cara merapikan rambut serapi mungkin.

Setelah satu jam lamanya berkutat dengan wajah dan rambutnya, Naya mematikan laptopnya dan menatap wajahnya pada cermin. 

"OH MY GOD!"

Naya tampak terkejut dengan perubahan wajahnya. Ia memegangi wajahnya dengan mata membulat lucu. Matanya tampak berbinar dengan perubahan yang sangat jauh berbeda dari sebelumnya.

"Am I beautiful? YES, GUE EMANG CANTIK! DAN SEMUA CEWEK EMANG CANTIK! DAN GUE BAKAL BUKTIIN SAMA PAK DIRGA KALO GUE JUGA BISA CANTIK. SEMANGAT!"

☯☯☯☯

Menjadi pusat perhatian mungkin disukai bagi para gadis yang terbiasa dengan hal seperti itu. Namun, berbeda dengan gadis satu ini. Ia tak suka menjadi pusat perhatian, apalagi jika sampai ada yang menatapnya terus-menerus. Jika ditatap terlalu lama, ia merasa kurang percaya diri.

Naya menatap beberapa karyawan yang secara terang-terangan menatapnya dengan tatapan tak biasa. Ia menjadi sedikit risih dengan tatapan mereka. Ia memilih menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan mereka semua.

Brukk!

Tanpa sengaja, Naya menabrak seseorang karena tak fokus dengan jalannya. Ia segera bangkit dan meminta maaf pada orang yang ia tabrak.

"Ma-maaf,"

"No problem,"

Orang yang Naya tabrak tadi merapikan jasnya dengan senyuman ramahnya. Ia menatap Naya selama beberapa saat. Tiba-tiba saja alisnya melengkung ke bawah, ia tampak keheranan.

"Loh, ini Naya bukan?"

"Ehm, iya." Naya juga tampak bingung.

"Sekretarisnya Dirga kan?"

"Ehm, iya." Lagi-lagi Naya hanya dapat menjawab dengan wajah kebingungan.

"Sorry Ian, gue telat."

Naya dan Brian menolehkan kepalanya ketika mendengar suara seseorang. Mereka menatap Dirga yang baru saja datang sembari merapikan jas mahalnya.

Dirga tampak menatap Naya dengan tatapan heran. Ia menatap Naya seakan-akan ia tak kenal dengan Naya.

"Ehm, siapa ya?" Dirga bertanya dengan tatapan heran.

Naha membulatkan kedua bola matanya. Jadi, Dirga benar-benar tak mengenalinya?

"Ini saya Pak. Saya Naya."

"Hah? Naya?"