Dengan wajah lesu dan melamun, Chika bersama dengan Dinda berada dalam satu mobil. Sedangkan mobil miliknya, dibawa oleh Septian. Satu-satunya wanita yang tidak menangis hanyalah Dinda. Dia adalah wanita yang kuat, ketika melihat adik kandungnya sudah tidak bernyawa. Bukan apa, tapi dia berpikir, jika ibunda dan istri dari adiknya saja sudah menangis dan tidak kuat melihat Dirga, tidak mungkin Dinda juga harus menangis. Dinda merasa hanya perlu menjadi sosok penguat untuk dua wanita itu.
"Dirga sudah tidak sakit lagi, Chika," ucap Dinda yang mengusap kepala adik iparnya itu.
Dinda sungguh tidak tega melihat adik iparnya seperti ini. Apalagi, semenjak keluar dari ruang UGD, Chika sama sekali tidak berbicara. Dan sekarang, hanya terduduk lemas, dengan tatapan yang redup, seperti dia kehilangan harapannya.
Jangankan dirimu, aku yang dulu juga hidup bersamanya sangat merasa kehilangan—batin Dinda.