"Gimana kabar kamu Moch, kangen enggak sama papa Aldi," Kucing yang sedang dielus dibagian belakang kepalanya hanya mengedipkan keuda matanya manja, antara Aldi yang pura-pura paham atau memang kucingnya yang ikut enggak jelas seperti Aldi. 'Meong-meong ya gitu-gitu aja sebenarnya, tapi kalau Aldi yang jelasin pasti beda lagi artinya.'
"Uluh-uluh, jadi tambah sayang sama kamu Moch, besok ke Salon yang agak gedhean ya. Biar mama Salsha yang bayarin,' Salsha yang sedang duduk dibangku taman ingin sekali berganti shif dengan Hulk untuk memukul Aldi dengan kursi yang sedang didudukinya.
'Cuma ini cowok doang deh yang kurang ajarnya tingkat dewa, minta dibanting,'
"Mau kan mama Salsha?" tanya Aldi yang melambaikan tangan Mochi (hewan peliharaan Aldi) dengan sangat sok cantik.
Salsha memukul kepala Aldi malas, agar saraf otaknya kembali menjadi normal. "Gue manusia, anak gue juga harus manusia. Kalo itu anak lo, berarti bikinnya enggak sama gue. Ogah banget gue punya anak bentik kucing kaya gitu,"
"Astaga beb, otak gue nanti rusak gimana, mau tanggung jawab?"
"Cewek kok kasar banget, heran banget gue sama lo," Mendapat semprotan seperti ini, bukannya marah Salsha justru semakin sayang. 'Biar ada temen buat pelampiasan, haha.'
"Gue juga heran, kok gue mau sama mahluk yang kaya elo. Berwujud juga enggak, tapi bisa pacaran. Pelitnya banget lagi, kan jyjyk," Mendengar penuturan tadi, Aldi hanya fokus pada Mochinya. Dirinya tidak perduli dengan ucapan Salsha, bayangkan saja angin lalu yang gampang dilupakan.
"Gue juga sayang banget kok sama lo,"
"'Lah, gue bilang jijik bukan sayang!"
"Ada apa lo ngajak gue jalan, cuma duduk-duduk gini doang. Kalo ngajak jalan ya kita jalan-jalan. Lah kenapa ini malah duduk ditengah-tengah pasangan romantis. Kita tuh gak cocok ditempat ini," protes Salsha dengan wajah sebal.
"Beb, bukan enggak cocok. Emang lo nya aja yang enggak bisa diajak romantis, makanya gaul sama Mochi, dia aja banyak temennya. Lah lo? Kalo enggak ada gue enggak akan lo keluar dari rumah," Ingin sekali Salsha membunuh hewan bernama Mochi itu, yang selalu membuatnya dibanding-bandingan oleh pacarnya. Padahal Salsha diciptakan sangat sempurna oleh Mama nya.
'Ya kali lebih parah, ink dibanding-bandingin sama hewan malah tinggian hewan. What the hell, Salsha manusia!'
"Lo bisa enggak diem aja, kalo lo ngomong jatuhnya gue yang salah. Gue enggak suka lo samain sama hewan yang ngertinya cuma satu kata doang, lagian cowok kok suka sama kucing. Yang kerenan dikit kek, singa apa citah,c Dan sekarang Aldi yang memukul balik kepala Salsha sebagai gantian pukulan tadi.
"Otak jangan ditaro dipantat, mana ada singa bisa dijadiin hewan peliharaan. Mikir sedikit dong!"
' Sianjir, Aldi juga enggak pernah mikir kalau ngomong, sekarang Aldi bilang Salsha enggak mikit? MIRUR!!'
"Enggak ngata-ngatain kalo diri sendirinya lebih parah," Aldi hanya bisa pasrah, ngomong sama cewek ?emang seperti itu, apa-apa disuruh bercermin. Dirinya juga enggak bercermin kalau, lagi marah apa aja jadi sasarannya. Hiks. Antara berat dan senang hati, Aldi berjalan tidak mengajak Salsha yang sedang duduk dipinggir taman ramai itu.
"WEH MAU KEMANA!" teriak Salsha yang masih saja heran dengan isi otak Aldi, itu dikepala ada isinya gak si?
Kok bisa bisanya lagi jalan bareng pacar malah pergi gitu aja ninggalin pacarnya, malah ngomong sama kucingnya kaya enggak ada manusia yang lebih berguna, plis ini Salsha yang sensian atau Aldinya yang emang lebih sayang Mochi daripada pacarnya?
"Mau jalan lah, pacaran sama lo ngebosenin. Untung gue bawa Mochi, gue mau ajak dia jalan-jalan," Salsha melototkan matanya. Bahkan biji matanya seakan ingin keluar dari sarungnya.
Dengan gerakan cepat Salsha mengambil semua peralatannya dan ikut pergi menyusul Aldi, terutama dengan Mochi hewan yang dikatakan lembut itu.
"LO MAU KEMANA" Dan sekarang yang berteriak adalah Aldi. Dia mengira Salsha akan pergi kearahnya, ternyata pergi menjauh.
"Pulang, mending juga tidur. Daripada pergi sama lo, enggak ada tujuannya," Mendengar hal itu,, hati Aldi mencelos. Jadi tidur lebih berguna daripada olahraga?
Otak mana yang Salsha dustakan? Dengan gerakan cepat, Aldi menarik pergelangan tangan Salsha dengan tangan kanannya dan tangan kirinya masih memeluk hewan paling lembut yang diurus dengan kasih sayangnya.
"Jangan pulang," cegah Aldi membuat Salsha menaikan kedua kedua matanya aneh, ini Aldi lagi kenapa?
"Kalo gue enggak pulang, gue harus ngapain disini," jawab Salsha kesal dengan ucapan Aldi yang masih berusahan mencegah kepergiannya itu.
"Lo elus-elusin kepala Mochi dulu, gue mau ke kamar mandi, mau buang air kecil. Sekalian mau nemuin temen," Aldi menyerahkan kucing kesayangannya beserta tas miliknya juga.
Aldi belari menjauh meninggkan Salsha tidak berbicara sedikitpun padanya. Salsha menghela nafasnya cukup lelah.
•••
Dengan wajah tidak berdosanya itu Aldi bearj begitu saja meninggalkan Salsha yang masih berdiri dengan kucing ditangannya, ada juga barang barangnya yang harus dirinya bawa menuju kursi tadi.
Oh ayo lah. Pacar mana yang pergi dan menitipman hewan peliharaan sama pacarnya cuma mau ketemu sama temennya? akan lebih baik kalo Salsha diajak, bukan disuruh menjaga kucing kesayangannya.
'Gimana kalau yang Aldi masud temen itu cewek, gimana kalau yang dimaksud temen itu pacarnya ataj selingkuannya. Eh, jangan jangan Salsha yang jadi pihak ketiga?'
'KENAPA SALSHA ENGGAK MIKIR KESITU???????"
Salsha berjalan dengan bertatih-tatih, melihat jalannya yang agak susah. Salsha yakin jika ponsel dan buku Novelnya akan jatuh dalam hitungan detik. Dengan gerakan percaya dirinya Salsha berjalan lebih pelan namun pasti.
Tersisa 7 langkah lagi, dengan cepatnya Salsha berlari menuju kursi itu, namun ponselnya benar-benar jatuh dan hampir saja terinjak oleh kakinya sendiri.
'MAMPUS!'
Eit. Tunggu.
Saat Salsha meletakan kucing tadi begitu saja dengan tasnya, Salsha berbalik berjalan menuju ponselnya tadi. 'Loh, hilang?'
Namun, suara berat itu mengalihkan perhatiannya pada saat Salsha mencari ponselnya yang akan hilang begjtu saja.
"Lain kali hati-hati," Wajahnya masih sama, tampan, berlesung pipi, warna kulit putih, dan jangan lupakan satu hal ini. Dia lembut.
Salsha masih diam membatu, dieinya tidak berkutip. Salsha merindukan Dewa. Sadewa Antara. Dengan gerakan pelan, Salsha mengambil Novel sekaligus ponselnya yang tadi hampir saja akan remuk karena kecerobohannya.
"Iya, maaf," jawab Salsha lirih, dirinya kembali duduk dan pura-pura mengurus kucing yang selalu membuatnya iri untuk mengalihkan rasa gugupnya bertemu dengan Sadewa. Kaki panjang tadi mengikuti bayangan kaki Salsha dan mengambil duduk disamping Salsha.
Bolehkah? Bolehkah Sadewa mendapatkan cintanya kembali, tidak untuk Salsha yang tiba-tiba memutuskan pindah sekolah dengan pesan singkat jika dia ingin mengakhiri hubungannya secara tidak wajar seperti ini.
"Kenapa?" tanya Sadewa, dan tentu saja membuat Salsha bingung.
"Apanya yang kenapa?" Bukannya menjawab Salsha justru bertanya kembali pada Sadewa.
"Mau?"
"Mau apa Sadewa, astaga," keluh Salsha yang masih sulit mencerna pembahasan apa yang sedang Sadewa bicarakan.
Dan tepat sekali jika hal ini dia sedang cemburu. Saat dulu mereka menjalin hubungan, Sadewa hanya akan mengucapkan 4 kata terpanjangnya. Dan sekarang mutlak terjadi. Masih sama dan tidak berubah.
"Kenapa mau dimanfaatin?" ralat Sadewa dengan wajah datar, Sadewa tahu jika Salsha tidaklah polos. Sadewa tahu jelas jika Salsha memang sabar. Tapi jika untuk menangani cowok yang berstatus pacar untuknya tidaklah mudah, Sadewa tahu jika Salsha tidak mencintai Aldi.
Semuanya sudah jelas terbukti jika Salsha masih mencintainya, dan Aldi hanya sebagai pelampiasan rasa bersalahnya sana. Tapi bagi Sadewa bukan ini yang dia inginkan, jika hubunbannya harus berakhir.
Seharunya, putuskanlah baik-baik, bukan dengan menyakiti perasaan orang lain. Ini sama saja salah.
"Dan, berhenti permainan ini," Salsha terdiam saat mendengar perintah Sadewa.
"Apaan si, aku enggak lagi dimanfaatin. Aku juga enggak lagi main-main, amu sama Aldi memang pacaran. Dan kita berdua seriu," sangkal Salsha yang masih asik dengan Novel ditangannya.
"Jujur sama aku,"
"Kamu cuma cinta sama aku kan, dan kamu akan terus jadkin dia pelampiasan, kan?" sambung lagi, Salsha yang sedang membaca buku dengan cepat menutup Novelnya dengan kasar. Dia membuang wajahnya jauh-jauh dari orang yang menurut Salsha adalah psikaternya.
"Stop Sadewa, kita udah enggak ada hubungan apa-apa. Jadi kamu enggak harus ikut campur urusan aku," Salsha berdiri dengan kesalnya untuk pergugi. 'Apa hak Sadewa mengomentari perasaan dan hubungannya, bukankah ini keterlaluan?'
"Aku sama dia pacaran, jadi aku mohon sama kamu. Ini urusan aku, ini hubungan aku, aku yang jalanin, jangan langsung tarik kesimpulan kalo aku masih punya kamu," Salsha membantah dengan tegas dan kasar. Dirinya berapi-api menjawab perihal pembicaraan sensitif ini.
"Aku enggak pernah bilang kalo kamu punya aku," ucap Sadewa langsung membuat Salsha terdiam, ah benar juga.
Kapan Sadewa bilang jika Salsha masih miliknya, benarkah jika Salsha benar-benar mencintai Aldi. Atau hatinya hanya mempermainkannya saja?
Salsha kembali duduk dan menatap Sadewa tiga detik lalu Salsha mengalihkan tatapannya dari mata Sadewa pada arah lain, Salsha tidak mau terhipnotis lagi.
"Kamu mau apa dari aku?" tanya Salsha berusaha dengan kepala dingin, tidak ingin membuat Sadewa merasa tertekan dengan pertanyaannya itu.
"Kamu,"
"Sadewa, jawab yang bener," tegur Salsha yang kesal dengan ucapannya yang selalu dianggap remeh oleh mantan pacarnya itu.
"Aku mau kamu berhenti pura-punya suka sama dia, berhenti tertekan, berhenti bukan jadi diri kamu. Aku tahu kamu capek,"
"Karna semua usaha kamu sia-sia, nyatanya hampir 2 tahun kamu berusaha lupain aku hasilnya masih sama. Nol besar. Kamu menangis disetiap malam, dan kamu masih mimpi tentang aku. Kamu masih simpen semua barang pemberian aku. Dan satu lagi, rasa cinta dan sayang kamu sama aku masih utuh. Bahkan pesona kamu masih jatuh di aku. Jadi apa yang harus diperjelas?
"Mau aku ulangi?"
"Sadewa," cicit Salsha yang masih tidak percaya dengan semua yang baru saja Sadewa katakan, dia tahu dari mana?
"Jadi, pikirkan ulang ucapan aku. Dia juga enggak beneran sayang sama kamu, dia cuma jadiin kamu selingkuhan. Kalaupun kamu bukan selingkuhan dia, dia punya banyak selingkuhan dibelakang kamu,"
"Kamu lihat disana?" Sadewa menunjuk ujung jalan sebrang sana, dan terlihat jika Aldi sedang bermesraan dengan gadis lain, dan disana juga Aldi senyum tidak seperti bersama Salsha.
"Dia bahagia, apa kamu pernah lihat dia tertawa selepas itu sama kamu?"
"Berhenti main-main Salsha," peringat Sadewa pada Salsha untuk yang pertama kalinya, bolehkah Salsha menuruti semua itu?
Atau Salsha harus bersabar dan mengikuti alurnya baik-baik.
Salsha mulai bimbang, sekarang.