Wiga datang ke markas dengan wajah yang sulit dijelaskan, dia membawa 1 tas kresek besar yang mungkin isinya, -susu kotak rasa stroberry.-
"Lo kesurupan apa bawa susu sebanyak ini?" tanya Dian membuka tas kresek yang temannya bawa, anggap saja jika Wiga teman kedua pering royal pada temannya.
"Buat kalian, biar cepet gedhe," respon Wiga begitu saja dan duduk di sofa memainkan ponselnya.
"Ada yang aneh nih, kayaknya. Ada apa si Ga, abis ketahuan bokap pasti?" tanya satu sahabatnya lagi yang sama sekali tidak suka dengan wajah Wiga yang murung.
"Enggak lerlu ikut campur, minum apa aja yang gue bawa. Minum wine mulu bikin badan jadi rusak," sambung Wiga berubah bijak. 'Jadi, maksud Wiga kalau minum wine itu enggak sehat? Harus minum susu aja ya?' Ini kenapa cowok paling nakal malah jadi hello kitty gini, mereka merinding merinding sekarang.
"Lo enggak abis jajalin janda kan? Kok mulut lo berbusa kaya gitu, berasa kurang jatah," Satu pukulan keras Andra dapat saat dia berhasil mengeluarkan ucapan penuh kemaksiatan itu.
"Mau lagi? Gue bacok juga lo Ndra. Bikin bad mood mulu lo," gerutu Wiga saat melihat mereka takut. Kalau Wiga ke sini enggak ada Aldi gini nih, semua temannya dimarahi. Anggapannya Wiga paling bener dan yang lain salah.
Dari tatapan Fajar yang menyuruh mereka pergi sudah menjelaskan semuanga, lainnya mulai mengambil minuman tadi dan melanjutkan permainan mereka dengan diam.
"Lo juga Jar, ngapain ikut-ikutan ambil susu gue. Beli sendiri sono," Wiga kesal saat melihat Fajar akan mengambil bagiannya. Padahal baru saja Wiga menyuruhkanya mengambil satu. Saat akan mengambilnya, Fajar diperintahkan untuk membelinya sendiri? Dasar.
"Yang benar nih? Gue enggak boleh ambil? Sebenernya si gue beli sendiri juga mampu, mau ambil gratis lo larang. Ya udah, gue beli wine aja,"
"Udah ambil aja, lebay banget," Senyum cerah Fajar perlihatkan, dia akan mengambil dua, namun tangannya lagi-lagi Wiga pukul..
"Sisanya buat gue, TUMAN lama-lama kalo tangan kutil lo dibiarin," marah Wiga membuat Fajar meringis.
"Sialan," umpat Fajar kembali melanjukan PS nya. Dia enggak mau kena omel Wiga lagi, mulutnya lemes, tangannya kalau mukul sakit banget. Ya udah la, kalau punya temen kaya Wiga badan bakal cepet kurus.
Sayangnya, Wiga enggak pernah mukul Aldi. Entah juga kenala Wiga takut pada Aldi.
•••
Salsha terbangun dari tidurnya dengan wajah sangat mengantuk, dirinya mengusap satu matanya. Sebenarnya apa yang baru saja terjadi? Mungkin, begitu pertanyaan Salsha.
Dia terbangun diranjang cukup mewan yang Salsha kira ranjang istana, namun dirinya kembali teringat saat Aldi menarik dan entahlah yang Salsha ingat dirinya hanya sedang didalam mobil dengan Aldi yang katanya--- Dengan terrburu-buru Salsha memeriksa baju yang tubuhnya sudah ditutup rapat oleh Aldi, mungkin saja.
Masih lengkap, aman terkendali. Begitu rasa lega yang Salsha ucapkan saat melihat semua dalam keadaan baik-baik saja.
"Anjir, gue enggak sekolah? Astaga," Salsha berjalan mendekat ke arah pintu dan berusaha membukanya, namun satu masalah kembali menimpa Salsha. Pintunya terkunci rapat, Salsha yakin ini pasti ulah Aldi. Seperti, bukan Aldi yang sebenarnya. Salsha terus saja memikirkan peetama kali dirinya bertemu dengan Aldi yang sedikit aneh.
Aldi yang setiap hari Senin memberikan Salsha topi entah Salsha membawanya atau tidak. Dia selalu menjawab 'Simpen topi itu buat kenang-kenangan, kalo lo lupa. Lo bisa pakai jenis topi apapun, yang penting kalo lo pakai topi lo selalu inget gue,"
Ya, tidak lebih dari satu bulan Salsha sudah menjadi pacar Aldi. Entah segala hal aneh, apa yang Aldi tunjukan pada Salsha selalu buat Salsha tertawa, senyum, dan kesal secara bersamaan. Is very good. Suara pintu terbuka mengalihkan Salsha tentang seberapa konyol mereka berdua menjalani hubungannya. Yang Salsha maksud kebersamaan, walaupun muka diperas habis oleh malu. Mungkin ini kali pertamanya Salsha memiliki pacar yang sespesial ini.
Salsha melihat penuh terintimidasi pada seseorang yang akan masuk satu ruangan dengannya, Salsha sudah mengambil lampu tidur untuk melemparkannya jika orang lain yang mungkun akan masuk dan mengganggunya.
"Enggak usah dipengang serius banget barang-barang gue,, gue tahu lampu tidur gue mahal. Jangan norak!" Ya, itu suara Aldi. Siapa lagi kalau masuk terus ngehujat selain Aldi?
"Bagus ya. Sekolah enggak ngajak-ngajak, gue ditinggalin disini," ucap Salsha kesal dan menaruh barang ditangannya dengan cara melempar, Salsha melakukannya tidak berfikir jika barang itu akan rusak.
"Kepala lo sekolah, sekarang hari libur!" timpal Aldi kesal dengan pikiran Salsha yang selalu saja negatif kepadanya.
"Eh, ini hari libur? Astaga, gue lupa," kesal sendiri dan memukul keningnya malu, sumpah baru kali ini Salsha lupa hari libur.
'Eh, coba pikir. Bukannya ini bukan dikamarnya, terus tadi malem gimana? Abangnya gimana?'
"TADI MALEM LO NGAPAIN GUE AJA HAH!" bentak Salsha teringat dengan keinginan Aldi yang akan merebut keperawanannya.
"Dih, anjir. Gue cuma gendong lo sampe sini, abis berat ya gue banting doang. Gak ngapa-ngapain, ge-er banget. Masih SMA, enggak boleh ngapa-ngapain," jawab Aldi jujur, dia kemudian ikut menidurkan dirinya disebelah Salsha.
"Lagian kalo lo mau gue apa-apain ya bilang aja, gak perlu ngode. Sini deketan," Aldi menarik tangan Salsha mendekat, Salsha menolak dengan keras. "Apa-apaan ini, pegang-pegang. Bayar ya, udah pegang dua kali," Salsha menjauh dari Aldi. Dirinta mengambil duduk di sofa tidak ingin satu ranjang dengan manusia ikan.
"Mampu Sal, gue mampu bayar lo," jawab Aldi mendatar, dia kesal dengan pacarnya.
"Abang gue gimana, kalau tahu gue enggak pulang semalem gue diomelin pasti. Nasib gue gimana?" tanya Salsha panik, dirinya berdiri mengambil ponselnya
"Abang lo tidur dirumah temennya, tadi malem gue buka handphone lo," Salsha menghempaskan tangannya Salsha memanyunkan bibirnya dengan respon Aldi yang sangat BOSSY.
"Ngapain si, lo ngajakin gue ke hotel. Gue mau pulang, buruan anterin gue pulang," Salsha melihat Aldi dengan wajah yang sangat sulit dijelaskan.
Ingin sekali Aldi menjawab jika, 'Ini rumah gue anjir,' Tapi ucapan itu sama sekali tidak keluar dari bibir Aldi. Dia menarik turunkan nafasnya, seperti anak SD yang akan menangis jika tidak diberi permen oleh ibunya.
"Gue gak mau disini," Ya, bubar sudah bendungan Salsha. Salsha menangis, air matanya membasahi pipi tembamnya.
"Gue enggak mau ditempat yang enggak gue kenal, gue mau pulang. Gue mau pulang, gue mau ketemu abang gue. Pasti dia khawatir, gue mau pulang. Gue takut disini," racau Salsha yang sudah mulai gemetar, Aldi yang tiiba-tiba melihat respon Salsha diluar dugaan langsung memeluknga dan menjatihkan kepalanya pada pelukannya.
"Iya-iya, kita pulang. Tapi lo mandi sama sarapan dulu," ucap Aldi menenangkan, Salsha menggeleng tidak mau. Dia terus saja berbicara jika dia ingin pulang. Aldi menyipitkan matanya, jadi sebenarnya apa yang membuat Salsha sampai menangis seperti ini.
'Apa yang sebenernha terjadi sama lo Sal,' Aldi terus memeluk Salsha erat berusaha menenangkannya karena terlihat melihat kelilingnya dengan tatapan satu. "Aku takut," Begitu seterusnya, Salsha bergumam takut dan menatap sekitar berulanga kali.
Yang Aldi lihat, Salsha yang sekarang adalah Salsha yang butuh perlindungannya.