Devan mengenal suaranya. Yang saat itu mampu membuatnya bangkit, menyayangi hidupnya sendiri, menjadi kekuatan untuk lebih baik dari sebelumnya, sebagai orang yang selalu Devan utamakan.
Dia ingat segalanya, namun kenyataan kembali mengeblok semua itu.
"Ah, anda," ucap Devan begitu melihat wajahnya yang tersenyum, berjalan mendekati kursi di depan wajahnya dengan tatapan manis. "Ya, bisa kita bicara hal serius?" Devan memutar bola matanya malas tidak mengatakan apapun.
"Hey," cegah Devan dengan tangannya menolak cepat. "Bukan ingin mendengarkan atau mencerutakan segalanya," potong Devan membuat Vera terdiam.
"Tapi gue enggak butuh apapun," ucap Devan menegaskan apa yang ingin dia jalankan. "Euh?" Devan terkekeh tidak bersahabat.