"Sebaiknya Mika terus ngambek aja sama Mas.. supayaaa... foto itu bisa Mika pegang teruuuss..." Mika berlari kecil dan sesekali menoleh ke belakang, berharap Doni mengejarnya.
"Mikaa.. Mikaaa, pelan-pelan.. nanti jaaaa..."
***
Ssseettt.
Hanya mimpi!
***
"Ribut lagi, kan?" tanya Dior pada Doni.
"Parah sih ini. Kurang ajar Vivi itu."
"Yaa.. habisin aja Vivi. Biar cepet kelar. Mau kayak apa caranya? Ha!"
"Gaakk.. gak gitu.. jangan.."
"Karena Vivi, cewek?"
"Jangan.. nanti Mika semakin marah.."
"Aku aja yang labrak Vivi kalo gitu. Sinting emang tuh anak!"
Dior berdiri dengan cepat, lalu dengan cepat pula ditahan oleh Doni. Doni hanya menggeleng perlahan.
"Kita udah mau ujian akhir. Jangan nambahin masalah. Please.."
Siang itu genk Roxette berkumpul di rumah Doni sepulang sekolah. Semua berebut memilih gantungan kunci yang dibawa Doni sebagai oleh-oleh dari Bandung. Kepulan asap rokok memenuhi ruangan atas di lantai dua rumah Doni.
"Oi Don, ini yang strawberry buat siapa? Imut bener!" tanya salah seorang dari mereka.
"Heeeii, punyaku tau! Sepasang ini, untuk Mika satunya." Doni lekas merebut benda mungil berwarna pink yang belum sempat diberikannya pada Mika.
"What!! Haha.. Kamu? Pake gituan?" seru yang lainnya menimpali.
"Gak cocok sama badan! Gak malu, sama muka!" cecar teman-temannya mengolok Doni dengan nada bercanda.
"Hash! Bodo amat." Doni menjawabnya datar
Lalu datanglah seorang lagi teman Doni, menjajaki anak tangga, menyusul teman-temannya dengan membawa dua kotak roti brownies coklat di tangan. Rambut panjangnya diikat tinggi, dengan mengenakan kaos polo dan celana jins biru tua, dia menyapa Doni terlebih dahulu.
"Don.. ciiee.. calon anak Unpad.."
Angel.
Satu-satunya teman perempuan Doni, juga termasuk anggota genk Roxette.
"Hwee.. darimana aja, gak pernah keliatan di sekolah. Gak kangen kita?" sapa Doni menyahuti salam Angel.
Mereka asik berbincang dengan suguhan roti brownies oleh-oleh Angel dari luar kota. Dia sering mengikuti Papanya yang bekerja di luar kota. Dia lebih memilih bolos sekolah, agar dapat berkeliling Indonesia. Meski sudah menjelang ujian akhir, Angel tidak peduli jika banyak tertinggal pelajaran. Baginya, traveling lebih menyenangkan daripada harus terus duduk di kelas mengikuti pelajaran.
"Ada kabar apa nih genks?" tanya Angel melirik Doni. Rupanya dia mendengar selentingan kabar tidak enak tentang Doni dan bermaksud menanyakannya langsung.
"Ini.. ini lakonnya.. lagi bikin heboh dia!" pekik Gading.
"Bener, Don? Mau dong diceritain. Exclusive!! Pleaseeee..." Angel mengerjapkan matanya dan mengatupkan kedua tangan di dadanya.
"Males ah, tambah pusing aku lama-lama kalo inget itu." Doni menolak permintaan Angel. Sesekali dihisapnya rokok dengan tatapan menerawang ke atas. Tatapan mata kosong.
"Emang gosipnya gimana sih, genks?" Angel berbisik pada salah satu dari mereka.
"Sst.. udah nanti aja.. aku ceritain kamu via telpon. Gak enak ah sama Doni. Nanti kita diusir loh," jawabnya disusul tawa terbahak-bahak dari semua anak Roxette.
Doni hanya melirik dan tersenyum.
Kebahagiaan besar baginya, di kelilingi kawan-kawan yang baik dan perhatian.
***
"Main PS, biar seru.. pake taruhan yookkk!" seru Boy mengutarakan idenya.
"Yo.. boleehh.. berapa.. berapa?"
"Seratus ribu!"
"Nope! Lima puluhan aja.
"Taruhan jogettt!"
"Gila. Gak pakee... aku selalu kalah! Aku gak ikutan kalo gitu!"
Sahut menyahut diantara mereka menanggapi usulan Boy. Suasana riuh. Masing-masing dari mereka ingin suaranya di dengar.
"Kitaa... taruhan... yang lain.." Suara Boy yang berat memecah keributan.
"Gimana kalo kita taruhaannn... yang kalah, nganterin Doni menghadap tuan putri Mika! Gimana.. Gimana.. setuju gak?" Boy melanjutkan usulannya.
"Oi.. trus Vivi didiemin? Gimana kalo yang kalah, ngelabrak Vivi? Haha..." terdengar usulan yang lain, dan rupanya menarik untuk disetujui oleh anak-anak Roxette.
"Oke.. oke.. deal..!" seru yang lain menimpali.
"Kasiaaann.. anak orang ditekuk mulu mukanya.." Angel berusaha menghibur Doni.
Sedangkan Doni hanya tersenyum melihat ulah teman-temannya. Ponsel tak disentuhnya sama sekali. Diputar-putarnya gantungan kunci berbentuk strawberry itu dengan tangan kirinya.
***
Telepon rumah Mika berdering. Kebetulan Mika sedang berada di dekatnya dan seketika menerima panggilan telepon tersebut.
"Halo.."
"Mika, apa kabar?"
Deg.
Mika hafal betul itu suara siapa.
***
Diletakkan gagang telepon, dan Mika berjalan ke teras. Membuka pintu depan. Mika tahu, itu Doni yang datang.
"Sayang.. aku nunggu lama ketok-ketok gak ada yang bukain.." sapa Doni.
"Ooh.. masih nerima telpon dulu tadi, hehe.."
"Sayang, aku mau kasi kamu sesuatu. Ini... aku belikan oleh-oleh dari Bandung kemaren."
Doni dan Mika bergerak menuju kursi teras. Dikeluarkannya bungkusan berwarna hitam. Tak lupa Doni menyerahkan sebuah gantungan kunci berbentuk strawberry pada Mika.
"Aku juga punya. Buat cantolin di tas ya. Kembaran."
Mika mengangguk dan tersenyum.
"Makasiiii Mas.. gemesin ini.. tapi kalo ungu pasti tambah gemesin.. haha.."
"Yah, mana ada strawberry warna ungu, sayang!"
"Adaaa kok.."
"Apa??"
"Strawberry busuk! Haha..."
Keduanya tertawa. Sungguh masalah seberat apapun yang tengah mengancam, tampak tak ada artinya bagi hubungan mereka. Mika memekik kegirangan membuka bungkusan berisi kaos dan jaket dari Doni.
"Waa.. kereennn... ini kereenn Mas.. Mika sukaaa..."
Didekap dan ditimangnya kaos tersebut. Doni melihat pancaran bahagia dari mata Mika. Dia sebenarnya ingin memberikan penjelasan tentang masalahnya dengan Vivi, namun sepertinya Mika tidak memerlukan itu sekarang.
***
Hari-hari berikutnya di sekolah, Doni dan Mika nampak jarang bersama. Dari kejauhan, Doni sering melihat Mika berjalan sendiri, entah menuju toilet atau kantin sekolah. Dia merasa perlu menjaga jarak dengan Mika, demi kebaikan bersama.
***
"Vi.. jadi cewek jangan ganjen banget dong. Parah kamu!" Dior melabrak Vivi dengan mengajak beberapa temannya, anak genk Roxette.
"Haha.. selow gaes..." Vivi menanggapinya dengan santai.
"Dasar ular putih!" hardik Dior.
Vivi tak peduli. Rencananya berhasil untuk memisahkan Doni dan Mika dengan mengarang cerita palsu.
***
"Oh. Wow! Jadi kamu balikan sama Doni? Di Bandung dia nekat nembak kamu, lagi? Trus pacarnya Doni gimana tuh?"
"Katanya bakalan diputusin. Nunggu bulan depan sih.."
"Hebattt ya kamu, Vi. Trus.. ngapain aja kalian di Bandung?"
"Hihi.. kita nginep di hotel yang sama lho. Habis tes, kita sempetin first date ke Dago dulu. Suasana di Bandung yah, romantis abis.."
Begitu lancar Vivi mengalirkan butir demi butir poin skenario dia. Tak ada sedikit pun rasa khawatir bahwa banyak pihak yang akan dirugikan akibat ceritanya. Tekatnya hanya satu, memisahkan Mika dan Doni.
Kali ini Vivi yakin, Doni tak akan berani melabraknya. Rencananya sudah tersusun rapi, bahwa jika Doni berani melabraknya itu artinya akan ada satu lagi keributan di sekolah. Semakin dia menambah masalah di sekolah, maka nasib Mika semakin terancam. Bukankah jalan Mika di Smasa Amerta masih panjang.
Jika Doni benar menyayangi Mika, tentu dia akan menuruti nasihat Vivi untuk sedikit menjauhi pacarnya. Doni tentu tak ingin Mika semakin dijauhi teman-temannya karena memiliki pacar seorang anggota genk perusuh di sekolah. Lambat laun, komunikasi diantara mereka akan terhambat, dan akan semakin mudah Vivi mematahkan hubungan mereka.
Foto mereka ketika bersama di Dago, sengaja dia sebarkan melalui pesan broadcast. Dibuatnya seolah Vivi salah mengirimkan pesan, padahal itu merupakan bagian dari skenario yang dia buat. Beruntung bagi Vivi, pesan itu sampai di tangan June, sahabat Mika. Dan secepat kilat, Mika mengetahui berita tersebut, bahkan sebelum Doni tiba kembali di Amerta.
***