QMall yang terletak dekat perbatasan antara Martapura dan Banjarbaru kini ramai sekali dikunjungi oleh orang-orang yang ingin menikmati suasana liburan. Berbagai diskon ditawarkan kepada pengunjung agar menarik minat. Mulai dari makanan, minuman, baju, buku dan masih banyak lagi.
" Kenapa kita pergi ke sini? " Tanya Kirana, memandang gadis kecil yang selalu menggenggam tangannya.
Gadis itu tersenyum ramah kepada Kirana, tak menjawab pertanyaan yang baru saja diajukan oleh Kirana. Ia menarik Kirana menuju salah satu toko baju ternama, menyuruh Kirana untuk mengenakan beberapa baju yang sudah dipilihnya.
Srett! Kirana keluar menggunakan baju yang telah dipilih oleh gadis tersebut. Gadis itu bertepuk tangan kecil karena merasa bangga dengan pilihannya yang tepat.
" Baju ini mahal sekali " Gumam Kirana saat melepas baju yang baru saja dikenakannya.
" Lebih baik kita tidak usah membelinya."
Gadis itu menggelengkan kepalanya, menggerakkan kedua tangannya sebagai penolakkan.
" Kau ingin membelikannya untuk Kirana? " Tanyanya dan dibalas dengan anggukan dari Gadis tersebut.
Setelah membeli baju untuk Kirana, mereka berdua menikmati beberapa makanan yang dijual disana. Sesekali mereka tertawa lepas saat ada hal-hal yang menurut mereka lucu. Drap! Drap! Drap! langkah kaki nampak tegas, bercampur dengan suara ramai pengunjung. Manik hitam nya menatap waspada kearah tiga polisi yang tengah berlarian dilantai satu. Bertanya pada pengunjung mengenai keberadaan seseorang.
Gadis itu menarik Kirana, membawanya menjauh dari keramaian. berada dilantai tiga, mereka memutuskan untuk beristirahat disalah satu kursi yang sudah tersedia. Kirana menghela napas lelah, meminum jus jeruk yang ia pesan sebelum berlari-lari menuju lantai 3. Ia tidak tahu alasan Gadis disampingnya ini mengajaknya kelantai tiga yang sepi pengunjung. Hanya beberapa orang yang tengah menikmati kemesraan mereka.
Kirana baru sadar jika lantai tiga tempat menonton bioskop, pantas saja terasa sunyi. Mungkin para pengunjung tengah menikmati film yang tengah tayang di salah satu ruangan.
Boneka yang dipeluk tiba-tiba ditaruhnya di atas kursi di sampingnya, menulis sesuatu diatas buku kecil yang selalu dibawanya.
' Tetap disini, aku harus pergi! ' Tulisan itu sangat jelas di penglihatannya, Kirana menyipit. " Kau meninggalkan Kirana di sini? kenapa? " Tanya Kirana.
Gadis itu tak merespon, ia melangkahkan kakinya lebar menjauh dari Kirana yang masih terdiam. Diraihnya boneka tersebut dan memeluknya dengan erat, bukankah ini kesempatan nya meminta bantuan? ia tak diawasi oleh siapapun saat ini dan ini memudahkannya untuk melarikan diri.
Tap!
Tap!
Suara langkah kaki kembali terdengar, suara napas yang terputus-putus pun juga bisa didengarnya. " Kau, ada disini?" Kata Polisi yang mengikuti Kirana.
Kirana ingat betul wajah polisi tersebut, polisi yang datang saat dirinya menelpon bantuan. Grabb! Kirana memeluk erat tubuh polisi tersebut, menangis dalam pelukkannya. Dyson memasang ekpresi wajah sedih, ia mensejajarkan tingginya dengan Kirana, membalas pelukkan gadis tersebut.
" Aku menemukannya " Lapor Dyson, Kirana berpegangan dengan Dyson agar tidak berpisah dengan Dyson.
Alat komunikasi menyala ditelinganya, " Apa ada benda mencurigakan?."
Dyson melirik sekilas kearah Kirana yang memeluk boneka beruang coklat. " Tidak, hanya sebuah boneka. " Kata Dyson menjawab.
" Bawa dia kekantor, kita harus mengamankannya. "
Dyson menarik napas dalam-dalam. " Baik! " Jawabnya tegas.
Rendy dan Resga yang menunggu diarea parkiran menoleh saat Kirana dan Dyson berjalan menuju kearah mereka. Rendy tersenyum ramah menyambut kedatangan Kirana. " Apa kamu baik-baik saja? " Tanya Rendy dengan ramahnya.
Kirana menganggukan kepalanya cepat lalu menggelengkan kepalanya cepat. Resga mengkerut keningnya. " Apa ada masalah? ".
" Papa Kirana masih di tempat penjahat " Kata Kirana mulai buka suara. " Kirana tidak tahu keberadaan Papa, Saat itu Kirana takut melihat sekeliling." Kata Kirana lagi.
Rendy menepuk kepala Kirana pelan, mengelus surai hitam Kirana. " Kami akan berusaha menyelamatkan papa mu " Kata Rendy.
Senyuman secerah mentari dikeluarkan oleh Kirana. Menganggukan kepalanya dengan semangat. Mereka bersyukur, setidaknya Kirana tidak merasa ketakutan lagi. Walau sulit, karena tidak ada petunjuk, mereka akan tetap berusaha menemukan ayah Kirana secepat mungkin.
***
Semua orang di ruangan ini bergerak gelisah, kecuali Ardi dan Ghibran.
" Apa wanita itu berbohong pada kita? " Tanya Ardi. Mengetuk-ngetuk jarinya diatas meja bundar dihadapannya.
Ghibran menggelengkan kepalanya. Firasatnya mengatakan jika sesuatu tak terduga akan terjadi saat ini.
Derapan langkah kaki Dyson, Rendy dan juga Resga terdengar di ruang ini. Mereka masuk sambil membawa Kirana yang berada dalam gendongan Resga, Walau Kirana sudah SMP tapi ia memiliki tubuh mungil layaknya anak SD. Kirana duduk dikursi yang disediakan oeh Dyson, meminum air mineral yang dibawakan oleh Rendy.
Ghibran tak bisa mengalihkan pandangannya dari boneka yang ada dipangkuan Kirana. Ia rasanya ingin merobek boneka itu karena merasa ada yang aneh dengan boneka itu. Bergelut dengan pikirannya, Akhirnya Ghibram memutuskan untuk mengambil boneka itu tanpa persetujuan Kirana.
" Apa yang kau.—" Ardi yang ingin protes atas prilaku tak sopan Ghibran menghentikan ucapannya karena melihat sebuah surat di dalam boneka itu.
Surat berisikan lokasi bom yang disebarkan.
"—ada beberapa lokasi yang sudah di jaga oleh beberapa anggota polisi. Kita harus segera menemukan bom yang di sembunyikan di lokasi " Kata Ardi.
Ghibran menatap Mimbo yang berada di belakang nya. " Kau pergi bersama yang lainnya untuk mengamankan lokasi! " Perintah tegas diberikan kepada Mimbo.
Mimbo memberi hormat, " Baik! " dengan nada tak kalah tegasnya menjawab perintah Ghibran. Berlari keluar bersama anggota Brimob lainnya menuju lokasi yang akan di tuju.
Kirana menatap kertas tersebut. Ia jadi teringat dengan Gadis yang mengajaknya jalan-jalan di Mall barusan, rasanya ia sempat melihat Gadis itu memasang ekpresi wajah kesakitan saat berlari. Apa Gadis itu terluka? Kirana menjadi khawatir dengan keadaan Gadis itu.
" Papa— " Kirana menatap Ardi dan juga Ghibran, "—kirana sempat melihat papa di beri suntikkan oleh ayah Kirana " Kata Kirana.
" Dia memaksa Papa untuk menerima suntikkan itu. Ayah mengancam Papa..."
" Ayah? Papa? "
" Ardiaz Saputra, Ayah kandung Kirana " Kata Kirana.
Semua orang yang ada diruang tersebut terkejut mendengar pengakuan dari Kirana barusan. Mereka tidak percaya jika Kirana benar-benar anak kandung seorang penjahat seperti Ardiaz.
" Apa mereka berhasil menemukan Ardiaz diperusahaan? " Tanya Ardi.
Rendy menggelengkan kepalanya, " Aku baru saja mendapatkan laporan dari Sim. Perusahaan Moon tidak beroperasi lagi selama seminggu " Kata Rendy.
" Dua hari Perusahaan Moon ditutup tanpa ketahuan oleh publik, ledakkan kapal terjadi di pulau kaget. Kapal milik perusahaan Moon. Lalu dua hari kemudian Pasukkan Marinir yang menjadi korban ledakkan tersebut selamat. Mendengar mereka selamat dari ledakkan tersebut, mereka mulai menyebarkan bom di titik lokasi penuh keramaian " Kata Ghibran sambil mencoret papan tulis di hadapannya. " ... sebenarnya, apa yang tengah direncanakan mereka? ".
***
Ardiaz turun dari mobil hitam nya, memasuki Perusahaan Moon yang ia tinggalkan selama seminggu ini. Pasukkan berseragam hitam mengikutinya, beberapa dari mereka menjaga pintu masuk perusahan dengan senjata masing-masing.
Dokter Rizki membukakan pintu ruangan Ardiaz, memperlihatkan Sim dan beberapa anggota brimob yang tengah di ikat. Ardiaz duduk di kursi kerjanya, menatap mereka yang kini menggeram marah.
" Kerja bagus, Dokter Rizki " Puji Ardiaz, Rizki hanya menganggukan kepalanya pelan. Ia kini duduk disofa yang sudah tersedia di ruangan tersebut.
" Karena kalian berada disini, bagaimana kalau kalian melihat detik-detik uji coba ledakkan bom ? "
Rizki menekan tombol di remote, seluruh layar TV menayangkan titik-titik Keramaian yang akan mereka jadikan uji coba peledakkan. Sim berusaha memberontak, namun hanya sia-sia. Jeratan yang di buat oleh Rizki sangat kuat, seakan sudah berpengalaman dalam menangani hal tersebut.
" Pintar juga Aini bisa meretas CCTV dengan mudahnya. " Puji Rizki.
" Sebentar lagi kau akan melihat kemampuan Aini yang sebenarnya, dokter " Kata Ardiaz dengan senyuman liciknya.
***
Abbiyya terbangun dari tidurnya saat mendengar suara tembakkan dari luar. Menyingkirkan selimutnya yang membalut tubuhnya dan berjalan menuju pintu. Saat tangannya meraih pintu, tangan pelayan yang selalu menemaninya menghentikan niatnya.
Abbiyya menatap pelayan tersebut dengan raut wajah khawatir. Ia baru sadar jika Pelayan tersebut terluka cukup parah. Sebuah pertanyaan muncul di pikiran Abbiyya, Sebenarnya ada apa?.
" Chandra, itu nama saya tuan Abbiyya "
Abbiyya menganggukan kepalanya. Selama seminggu berdiam di sini, akhirnya ia mengetahui nama pelayan tersebut.
" Di luar, Organisasi Mirai tengah menyerang kita. Mereka ingin mengkhianati tuan Ardiaz " Kata Chandra mulai menceritakan situasi saat ini. " Pemimpin Organisasi Mirai adalah anak tuan Ardiaz sendiri... " " Elina Gayatri ".
" Sepertinya Organisasi Mirai mulai menunjukkan diri mereka ke publik " Kata Chandra.
Abbiyya jadi khawatir, apa lagi suara tembakkan semakin keras terdengar. Sebagai seorang dokter, rasa ingin menolong tumbuh dalam dirinya. Melihat Chandra terluka mengingatkannya pada pasien yang pernah ia tangani. " Andai saja ada alat medis, aku mungkin akan menjahit luka mu " Kata Abbiyya.
Chandra bersandar di pintu, tangan kanannya menutupi darah yang semakin mengalir deras di bagian pinggulnya. Abbiyya menangis, merasa jika dirinya tak bisa membantu Chandra yang berusaha tetap sadar.
" Tetap bertahan, walau itu mustahil " Kata Abbiyya yang tak bisa menahan emosinya. kedua tangannya ikut menutupi luka sobek milik Chandra. Dalam hati selalu mendoakan keselamatan Chandra saat ini.
Syutt!
Dor!
Pecahan kaca kamar membuat Abbiyya semakin panik. Apa lagi ia melihat sebuah tangan yang ingin meraih jendela yang baru saja di pecahkan. " Usstt, Abbiyya " Dia memanggil Abbiyya melalui jendela.
" Maulidin " Begitu senangnya Abbiyya saat melihat kehadiran Maulidin, " Bantu aku " Pinta Abbiyya.
Maulidin masuk kedalam kamar melalui Jendela, mengangkat tubuh Chandra dan membawa mereka keluar melalu Jendela.
Berlari menuju hutan dimana Rama sudah menunggu kedatangan mereka. " Kerumah sakit terdekat " Perintah Maulidin kepada Rama.
Rama menjalankan mobilnya, melewati pohon-pohon hutan dengan lihainya hingga menemukan jalan raya. Mobil melaju dengan mulus menuju rumah sakit tanpa hambatan.
" Syukurlah kekacauan itu membantu kita untuk menyelamatkan mu " Kata Maulidin.
Abbiyya menganggukan kepalanya menyetujui perkataan Maulidin. " Tapi, bagaimana bisa kau menemukan ku? " Tanya Abbiyya penasaran.
Flashback on
Maulidin tengah menyiapkan sarapan paginya bersama dengan Haruka, Istri tercinta sambil menunggu Dinda yang masih tertidur di kamar nya. Roti bakar dan secangkir Susu untuk Dinda telah disiapkan oleh Haruka.
Ting! Tong! Suara bel rumah berbunyi nyaring. Haruka ingin membuka pintu. Namun, Maulidin menyuruhnya untuk membangunkan Dinda saja. Maulidin membuka pintu rumah secara perlahan. Seorang gadis kecil mengunjunginya.
Maulidin kebingungan, seharusnya rumahnya tidak bisa dikunjungi oleh sembarangan orang. Apa mungkin Satpam tidak mengetahui kehadiran gadia dihadapannya?.
" Aku membiusnya " Kata Gadis itu dengan senyuman ramahnya. " ...bantu Abbiyya untuk keluar dari alamat mansion ini " Kata Gadis itu lagi sambil menyerahkan selembar kertas berisikan sebuah alamat.
Maulidin menatap gadis itu, ia merasa curiga. " Aku diberi perintah oleh ka Elina " Kata Gadis itu.
Maulidin menganggukan kepalanya paham. Sepertinya nama yang disebut oleh Gadis dihadapannya tidak memihak Ardiaz. Maulidin menyuruh Rama yang memang mengawasi intraksi mereka berdua untuk menyiapkan mobil. " Kau akan ikut? " Tanya Maulidin.
Gadis itu menggelengkan kepalanya, " Sekarang tugas ku menjemput adik ku " Kata Gadis itu lalu berlari menjauhi Maulidin.
Maulidin masuk kedalam rumah, menuju dapur. Ia mencium kedua pipi Haruka penuh kasih sayang, meminta maaf kepada sang istri karena tidak bisa ikut sarapan bersama. Haruka memaklumi pekerjaan Maulidin, Ia mendoakan keselamatan Maulidin.
Dinda dan juga Haruka melambaikan tangannya kearah mobil yang ditumpangi oleh Maulidin. Mobil tersebut menjauh dari halaman rumah menuju jalan utama.
Sepanjang perjalanan, Rama dan Maulidin berdebat dengan topik pembahasan mengenai alamat yang mereka dapatkan. Rama menjelaskan jika alamat tersebut menuju hutan lindung pemerintah, namun Maulidin mengatakan mungkin saja ada sesuatu di hutan tersebut. Benar saja, setelah mereka sampai ketujuan dan menyusuri hutan lindung, mereka menemukan mansion mewah yang tengah dikepung oleh beberapa pria bersenjata.
Mansion itu diserang, teriakkan kesakitan terdengar begitu jelas di pendengaran mereka. Rama menunjuk kearah Jendela kamar lantai dua, disana mereka melihat bayangan Abbiyya yang baru saja bangun dari tidurnya.
" Tunggu di mobil, aku akan menyelamatkan Abbiyya "
" Baik, boss! "
Maulidin menyusup masuk kehalaman belakang Mansion. Ia merasa heran dengan Mansion itu yang di bangun di tengah hutan lindung milik pemerintah. Apa hutan ini bukan milik pemerintah? atau mungkin ada anggota organisasi di pemerintah?. Maulidin tidak mau memikirkan hal tersebut terlalu jauh. Dia memanjat menggunakan tali pemanjat produksi perusahaannya. Tali yang digunakan untuk menjalankan misi maupun melakukan penyelamatan.
Meraih Jendela yang sudah ia pecahkan, ia akhirnya bisa masuk kedalam. Manik hitam nya membelalak kaget saat melihat Abbiyya menangis dan meminta bantuan nya untuk menyelamatkan pelayan pria yang ada disamping Abbiyya. Segera ia mengangkat tubuh pelayan tersebut dan terlebih dahulu menyuruh Abbiyya turun di susul oleh nya di belakang.
Flashback off
" Sepertinya aku harus berterima kasih kepada gadis itu " Kata Abbiyya pelan.
Mereka akhirnya sampai di rumah sakit, Chandra di bawa ke UGD dan menjalankan operasi. Maulidin mengurus keperluan sedangkan Abbiyya tengah berdoa untuk keselamatan Chandra.
" Dia akan baik-baik saja, percayalah kepada ku kawan... " Kata Maulidin yang baru saja selesai mengurus keperluan Chandra. Duduk di samping Abbiyya sedangkan Rama berdiri di depan ruang operasi.
Akhirnya, Operasi berhasil di lakukan. Chandra di bawa keruang perawatan. Abbiyya benar-benar berterima kasih kepada Maulidin karena mau membantunya. Jika tidak ada Maulidin, mungkin Chandra tidak akan selamat.
" Bagaimana bisa kau ditahan oleh Ardiaz? " Tanya Maulidin.
Abbiyya menatap Maulidin. " Kirana, itu karena Kirana anak kandung Ardiaz. " Kata Abbiyya.
" Bukannya seharusnya dia berterima kasih kepada mu? kamu sudah merawatnya seperti anak sendiri tapi dia membalas kebaikkan mu seperti ini? "
" Aku merawat Kirana karena memang keinginan ku, bukan karena paksaan. Jadi kumohon, jangan membenci nya "
" Abbiyya, kau terlalu baik. Dia pelaku pembunuhan ayah kita... "
" Aku tahu itu, dia sudah menceritakannya kepadaku. Dia merasa bersalah... "
"...Itu hanya triknya, Abbiyya. Jangan mudah mempercayai orang seperti Ardiaz! "
" Ada yang membicarakan ayah ku? " Tanya Ardian yang tiba-tiba saja sudah ada disekitar mereka berdua. Tak hanya itu, Ardian kini memegang pistol.
Maulidin menyembunyikan Abbiyya di belakang tubuhnya. Setidaknya Abbiyya bukan orang pertama yang akan di bunuh oleh Ardian. " Kau ternyata anak penjahat itu! " Tidak ada lagi rasa pertemanan yang sudah terjalin cukup lama. Maulidin dan Abbiyya merasa dikhianati oleh Ardian.
" Kenapa? kenapa kau membohongi kami? " Kata Maulidin.
Abbiyya menenangkan Maulidin. " Tenang dulu, kita bisa mendengarkan penjelasan Ardian " Kata Abbiyya.
Maulidin merasa jika Abbiyya terlalu baik terhadap orang baik. Padahal sudah jelas jika Ardian ini penjahat, kenapa harus di bela?.
Ardian tersenyum ramah kepada Abbiyya, mengarahkan pistolnya tepat di hadapan mereka. " Benar kata Abbiyya, bagaimana kalau kau mendengarkan penjelasan ku? Maulidin~". Melihat senyuman nya saja membuat Maulidin ingin sekali mematahkan tulang Ardian.
Dan disaat inilah, Pertemanan yang sudah terjalin akan berakhir...