Chereads / Mengapa Kita Harus Dipertemukan? / Chapter 1 - Mengapa Kita Harus Dipertemukan?

Mengapa Kita Harus Dipertemukan?

🇮🇩Noorkhalifah9
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 147.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Mengapa Kita Harus Dipertemukan?

Sinar jingga mulai memudar, rembulan mulai tersenyum. Cahaya nya menerangi langit malam ini. Suara mesin terdengar, Lampu-lampu gedung yang menjulang tinggi kini menghiasi suasana malam. Orang-orang masih menikmati kesibukkan masing-masing walau hari sudah malam.

Rumah makan nasi goreng pak Arul kini tengah ramai pengunjung yang didominasi oleh orang-orang yang baru saja pulang kerja. Pria paruh baya pemilik rumah makan nasi goreng itu nampak bersemangat. Tangan berkeriput itu dengan lihai mengaduk-aduk nasi di atas wajan.

Sendok mulai beradu dengan dasar piring, beradu nyaring dalam gendang telinga. Pria itu menghela nafas lelah, dengan jas putih yang masih melekat di tubuh nya. Tak ada niat untuk memakan nasi goreng yang tersaji dihadapannya. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas, mungkin sudah berpuluh kali.

" Duh, cucu kakek kenapa? " tanya pria paruh baya yang tadi memasak nasi goreng di dapur. Nampaknya tak ada lagi pelanggan.

Navy Abbiyya menatap sang kakek yang kini juga menatap dirinya. Senyuman tulus terukir di wajah tampan nya. " Hari ini banyak sekali pasien yang harus Abbiyya rawat,kek. " kata Abbiyya. Mengangkat sendok lalu memasukkannya kedalam mulutnya. Mengunyah nasi yang baru saja masuk kedalam mulutnya.

Tangan keriputnya mengelus surai Abbiyya, mengucapkan kata-kata motivasi untuk sang cucu kesayangan. Semenjak Abbiyya melihat langsung kematian ibu nya membuat Abbiyya ingin menjadi seorang dokter dengan harapan mampu menolong orang-orang yang tengah sakit di luar sana.

Cita-cita nya sudah tercapai, kini ia sudah menjadi dokter. Mengobat para pasien yang tengah sakit.

Berbagai penghargaan telah ia dapatkan berkat kecerdasaan nya dalam dunia medis.

Menjadi dokter andalan di rumah sakit swasta Harapan.

Pak Arul sebenarnya tak menyetujui cita-cita Abbiyya yang ingin menjadi dokter. Namun, melihat kegigihan Abbiyya dalam belajar dunia medis membuat Pak Arul tak ingin menyia-nyiakan usaha cucunya itu. Lagi pula lebih baik Abbiyya menjadi dokter dibandingkan menjadi tentara. Pak Arul memiliki Trauma yang tak bisa di lupakan bersangkutan dengan dunia militer.

Kring!

Nada dering ponsel terdengar jelas sehingga mengganggu acara berbincang nya dengan sang kakek. Abbiyya Buru-buru mengangkat panggilan tersebut yang ternyata berasal dari dokter Emma yang menyuruhnya untuk datang kerumah sakit. Abbiyya ingin sekali mengeluh saat ini, namun pasien dalam pengawasannya kini tengah mengalami kritis.

Pak Arul mengantarkan Abbiyya hingga di depan Parkiran. Menatap kepergian sang cucu yang sudah meluncur menggunakan mobil hitamnya. Berdoa dalam hati semoga cucu kesayangannya menyelesaikan tugasnya dengan baik tanpa hambatan.

Hujan tiba-tiba saja mendadak mengguyur kota, jalanan menjadi basah akibat rembesan hujan. Suhu malam ini menjadi dingin sehingga membuat orang-orang mulai berteduh sambil menghangatkan diri, menghilangkan suhu dingin yang menyentuh mereka.

Dokter Emma, dokter Psikiater — senior dokter Abbiyya— kini tengah duduk di ruangan nya, menyalakan penghangat ruangan agar suhu dingin tak menguasai ruangannya. Asap berasal dari susu hangat yang baru saja ia seduh begitu menggiurkan, mengundang siapa saja untuk meneguk nya. Rencananya ia ingin menikmati malam dingin ini dengan bersantai sementara di ruangannya. Namun, salah satu perawat menganggu nya dengan berbagai laporan yang menurutnya sungguh sangat merepotkan.

Jglekk!

" Apa la-" protesan Emma terhenti saat tau jika Abbiyya yang membuka pintu ruangannya tanpa mengetuknya.

Abbiyya menaruh kunci mobilnya di atas meja kerja Emma. Meminta Emma untuk menyimpannya sementara karena ia lupa membawa kunci ruangannya. Emma tentu akan menyimpan kunci Abbiyya selagi Abbiyya sibuk ingin memeriksa pasien nya.

***

Malam begitu cepat berlalu, para dokter yang mendapat jadwal tugas mulai bersiap-siap. Begitu juga dengan Abbiyya yang pagi-pagi sudah mendapat jadwal operasi. Berjalan berbaur dengan para pengunjung rumah sakit dan pasien yang tengah menunggu giliran pemeriksaan.

" Dokter Abbiyya, ini data pasien yang akan melakukan operasi hari ini " Ucap Perawat Siska, sekaligus teman SMA nya dulu. Menyerahkan sebuah map berwarna coklat kepada Abbiyya yang duduk di kursi kerjanya.

" Apa semua keperluan operasi sudah disiapkan? ", tanya abbiyya kepada Siska. Ia masih fokus membaca.

" Sudah, Dr Abbiyya "

" Aku akan menyuruh dokter Reza untuk sementara memulai Operasinya, karena operasi tidak bisa ditunda-tunda. Aku akan menyusulnya, beritahu yang lainnya "

" Baik, Dr Abbiyya "

Ruang Operasi kini digunakan, Dokter Reza ditunjuk sebagai ketua Operasi sementara oleh Dokter Abbiyya. Manik hitamnya begitu fokus melakukan Operasi, bahkan ia tak lupa berdoa agar Operasi kali ini berjalan dengan mulus. Namun, terlihat ada cairan yang tergenang, Dokter Reza meminta untuk disedot.

Abbiyya datang dengan jubah operasi nya, ia langsung memakai sarung tangan dan mulai mengambil alih posisi.

" Maaf karena keterlambatan saya " kata Abbiyya dengan nada sopan, mengambil alih posisi dokter Reza barusan.

Ia kini tengah fokus mencoba kembali melakukan operasi, melanjutkan pekerjaan dokter Reza. Tapi terjadi penggenangan kembali membuat Abbiyya  meminta  salah satu suster untuk menyedot darah pasien. Dokter Doni yang di bagian depan memberitahu tekanan darah si pasien saat ini 60.

" Maaf kan saya dokter Abbiyya karena tidak becus menangani pasien " kata Dokter Reza merasa bersalah kepada Dokter Abbiyya.

Padahal Dokter Reza yakin jika Dokter Abbiyya mempercayai kemampuan nya. Namun karena merasa takut membuatnya menjadi sedikit tidak fokus. Apalagi pasien yang mereka tangani saat ini pasien VIP. tentu membuat tekanan batin Dokter Reza semakin memburuk.

" Tidak apa, aku akan menyelesaikan apa yang hampir kamu selesaikan " kata Abbiyya.

Dokter Reza menganggukan kepalanya, kini ia menyerahkan pada Dokter Abbiyya sambil mengawasi kerja Dokter Abbiyya dalam mengoprasi. Dokter Reza sesekali membantu Dokter Abbiyya saat Abbiyya membutuhkan bantuannya.

" Tekanan darahnya menurun. Dia hampir mati, kita harus mengatasi pendarahannya " kata Dokter Doni —Dokter Spesialis Penyakit dalam—  yang ada di depan monitor. 

Tiba-tiba saja mereka mengalami kendala dalam Operasi, membuat Dokter Doni semakin panik di buatnya.

" Astaga, kita dalam masalah

besar. " kata perawat yang ada di samping Abbiyya panik.

Abbiyya berusaha memutar otak agar tekanan darah si pasien tidak semakin menurun. Abbiyya meminta gunting tang lalu menyedot darah pasien. Hal yang dilakukan oleh Abbiyya tak sia-sia. Mereka semua bernafas lega saat melihat ke arah monitor. Tekanan darah pasien tak lagi menurun, Abbiyya pun menjahit kembali bekas operasi.

Setelah melakukan operasi yang ternyata berhasil mereka tangani walau sempat mengalami kendala, Dokter Abbiyya melepaskan jubah operasi serta sarung tangan bernoda darah dan membuangnya kedalam bak sampah di sampingnya.

Sepanjang lorong menuju kamar mandi khusus para dokter, Abbiyya merasa sakit di area kepalanya. Pandangannya mulai mengabur sehingga ia berpegangan dengan dinding rumah sakit di sampingnya. Tangan kirinya memijat keningnya yang nyut-nyutan tak karuan. Memejamkan kedua matanya berharap jika apa yang ia lakukan saat ini dapat meredakan rasa nyeri di kepalanya. Merasa agak mendingan, ia pun kembali melanjutkan perjalanannya menuju kamar mandi rumah sakit. Berharap bisa cepat-cepat kembali kerumah dan beristirahat.

***

" Tuan Anton, sudah berapa lama anda mengalami sakit di bagian perut atas ? " Tanya Tio — Dokter Spesialis penyakit dalam (ahli jantung) —kepada pasiennya. Pasiennya kali ini merupakan seorang pejabat yang sudah banyak membantu orang-orang kurang mampu di kota ini, sangat baik dan dermawan. Banyak orang yang begitu menyukai sifat pak Anton.

Manik hitam nya menatap lurus ke depan, "Ya, mungkin akhir-akhir ini aku mengalami sakit di bagian perut—" "—Atas "

Dokter  Tio mengangguk-anggukan kepalanya sambil mencatat keluhan pasiennya, "Apa anda sebelumnya sudah melakukan serangkaian tes?"

Nampak Pak Anton tengah mengingat-ingat, "Ah, aku hanya diberi obat saja saat itu " jawab Pak Anton.

" Baiklah, saya akan melakukan tes EKG bersama dengan pemeriksaan dasar lainnya. Jadi, apa anda tidak keberatan, tuan? "

" EKG? Apa itu dokter? "

" Elektokardiografis, saya ingin memastikan sesuatu "

" baiklah, dokter "

" oke, aku akan menyuruh asisten ku untuk menyiapkan alatnya, tak membutuhkan waktu lama " kata Tio meyakinkan Pak Anton.

Tio kini keluar dari ruangannya, ia tengah menunggu sang asisten yang tengah memeriksa pasiennya saat ini sekaligus menghilangkan rasa penatnya dari pekerjaan nya. Manik hitam nya tak sengaja melihat Abbiyya yang sudah berpakaian rapi, nampaknya Abbiyya akan pulang kerumah.

Abbiyya berhenti tepat di hadapan Tio saat tak sengaja melihat rekannya. Bertanya apakah Tio masih memiliki pasien yang harus ditangani. Tau jika Tio masih memiliki beberapa pasien yang harus ditangani, Abbiyya pun pamit duluan pulang kerumah.

" Dokter, saya sudah memeriksa pasien anda. Ini hasilnya " kata asistennya yang baru saja selesai melakukan pemeriksaan kepada pasiem Dokter Tio.

Dokter Tio menerimanya dengan senang hati, memuji asistennya yang bekerja sangat baik. "Baiklah, suruh Tuan Anton untuk kembali ke ruangan ku " kata Dokter Tio.

" Baik, Dokter "

Sambil menunggu sang pasien, Tio menyibukkan dirinya untuk mencek pasien selanjutnya yang akan ia periksa. Pintu terbuka lebar, pak Anton baru saja duduk di hadapan nya. Menunggu dirinya membaca hasil tes yang dilakukan barusan.

Tio membuka dokumen yang baru saja ia dapatkan dari asistennya,

" Tuan Anton, dalam pemeriksaan yang sudah anda lakukan kemungkinan anda memiliki gejala serangan jantung dimana terhentinya aliran darah. Meskipun hanya sesaat, yang menuju ke jantung dan mengakibatkan sebagian sel jantung menjadi mati " Dokter Tio mulai menjelaskan kepada Pak Anton.

"Untuk sementara saya akan memberikan obat kepada anda, dan juga saya minta anda untuk mendiskusikan kepada keluarga untuk melakukan operasi. Hubungi saya jika keluarga anda setuju jika dilakukan operasi, maka saya akan menyesuaikan jadwal operasi" kata Tio yang kini mencatat obat apa yang akan diberikan kepada Pak Anton dan juga surat pengajuan Operasi untuk didiskusikan terlebih dahulu bersama keluarga pasien.

Pak Anton menerima kertas dari Dokter Tio dan berterima kasih kepada Dokter Tio.

***

Kedua kakinya bergerak menuju tempat parkir khusus dokter rumah sakit. Saat ingin masuk kedalam mobil, netra hitamnya tak sengaja melihat beberapa tentara keluar dari dalam mobil. Nampaknya mereka ingin mengunjungi seseorang di rumah sakit karena salah satu tentara yang terluka dan dibawa ke rumah sakit swasta Harapan ada dalam pengawasannya. Tak ingin berurusan, ia langsung masuk kedalam mobil tanpa menyapa mereka. Abbiyya melajukan mobilnya, tanpa tahu jika salah satu dari tentara tersebut tengah menatapnya sejak dari tadi.

Mobil hitam itu berhenti di halaman depan rumah yang sederhana namun nyaman untuk dihuni. Keluar dari dalam mobil dan menghampiri sang kakek yang tengah mengurus ayam kesayangannya.

" Kurrrr~" suara sang kakek memanggil ayam-ayamnya untuk memberi makan terdengar jelas. Beberapa ayam dan juga anak ayam mengerumuni sang kakek yang tengah menghamburkan makanan ayam.

" Assalamualaikum, kakek " kata Abbiyya lalu mencium telapak tangan sang Kakek.

Pak Arul menjawab, "Wa'alaikumsalam, eh... tangan kakek bau ayam "

" Duh, kek. Abbiyya kan dulu sering cium bau ayam waktu masih SMA " jawab Abbiyya.

Dulu saat masih duduk di bangku sekolah menengah atas jurusan IPA, Abbiyya sudah tinggal bersama sang kakek. Membantu kakeknya memberi makan ayam, bahkan membantu untuk berjualan nasi goreng.

Saat mereka memasuki rumah, mereka berdua di sambut dengan teriakkan cempreng dari sosok gadis cantik dari arah dapur. Kedua kaki kecilnya berlari menuju Abbiyya dan memeluknya dengan erat, tentu Abbiyya dengan senang hati membalas pelukkan nya. Ia juga merindukan sosok malaikat kecilnya.

Abbiyya sebenarnya belum menikah, bisa dibilang anak di pelukkannya adalah anak angkatnya. Saat itu ia tengah melakukan operasi pada salah satu pasien korban kecelakaan mobil. Namun sayangnya sang pasien tak bisa diselamatkan meninggalkan anak didalam pelukkannya itu sendirian. Karena merasa kasihan, Abbiyya pun memutuskan untuk mengangkat anak tersebut.

Pak Arul begitu senang dengan kehadiran Navy Kirana karena jika tidak ada Abbiyya maka dirinya tak sendirian lagi dirumah. Lagi pula pak Arul tidak ingin memaksa cucunya untuk menikah.

"Papa, Kirana mau makan masakkan papa ~" kata Kirana dengan nada manjanya.

Abbiyya menggendong Kirana tanpa merasa keberatan, mencium kedua pipi Kirana bergantian. "Hm.. Memangnya masakan kakek gak suka ya? " tanya Abbiyya pada anaknya.

Cengiran lima jari menghiasi wajah imutnya. "Kirana sudah sering makan masakan kakek " kata kirana lalu memeluk tubuh Abbiyya, menenggelamkan wajah nya diperpotongan leher Abbiyya.

Pak Arul duduk di sofa sambil mengipas wajahnya dengan peci hitamnya. Abbiyya datang sambil membawa secangkir air putih dan menyerahkan nya kepada Pak Arul.

" Kirana, mending sini duduk sama kakek. Kasian papamu kecapean " kata pak Arul saat melihat Abbiyya beberapa kali membenarkan posisi kirana dalam gendongan nya.

Kirana tentu menolak ajakan Pak Arul. Ia masih merindukkan ayahnya yang sudah seminggu tak pulang kerumah karena sibuk bekerja. Abbiyya tak masalah, lagi pula seharusnya dirinya lah yang mengurus kirana bukan kakeknya.

Abbiyya kini membawa kirana menuju dapur, mendudukkan kirana di atas kursi makan dan menyuruh kirana untuk duduk manis di sana. Sedangkan dirinya tengah sibuk memasak makan siang. Makan siang kali ini adalah ayam balado.

Kirana begitu menikmati makanan nya hingga belepotan. Abbiyya selalu mengingatkan kirana untuk makan dengan rapi dan bersih.

"Kek, besok aku mau ajak kirana jalan-jalan ke pantai " kata Abbiyya setelah selesai makan siang.

Pak Arul yang menyusun piring kotor menatap Abbiyya sekilas, tangan keriput nya dengan lihat membersihkan kotoran di piring di temani aliran air yang keluar dari kran.

"Hm.. Apa kamu tidak kecapean Abbiyya? Bukan besok kamu masuk malam? " tanya Pak Arul.

Abbiyya menggelengkan kepalanya, ia kini memperhatikan Kiran yang tengah meminum secangkir susu yang baru saja ia buat. "Apa kakek mau ikut? Akan sangat menyenangkan jika kita pergi bersama." kata Abbiyya.

"Kirana setuju dengan papa. Ayo kek kita pergi kepantai bersama-sama " kata kirana yang sudah menghabiskan susu.

Pak Arul mengeringkan kedua tangan keriputnya lalu menepuk-nepuk pundak Abbiyya pelan.

"Kakek akan ikut, sekalian kakek mau liat rumah kakek " kata Pak Arul.

Kirana begitu senang, akhirnya ia bisa merasakan liburan keluarga seperti teman-temannya di sekolah. Jujur saja dirinya merasa iri saat mendengar cerita teman-teman sekelasnya yang saat itu mereka mendapatkan tugas untuk bercerita di depan .

***

Lima orang berbaju serba hitam dengan masker yang hampir menutupi seluruh wajah mereka serta baret ungu yang menutupi kepala masuk kedalam sebuah ruangan dimana pemimpin mereka sudah menunggu sedari tadi. Senjata laras panjang mereka pegang masing-masing. Salah satu wanita yang berdiri di samping pemimpin mereka mempersilahkan mereka untuk duduk dikursi yang sudah tersedia. Proyektor di aktifkan, memperlihatkan beberapa wajah kriminal di layar putih dihadapan mereka. Wajah kriminal yang akan mereka tangkap hari ini juga. Berbagai rencana mereka rancang sedemikian rupa agar misi kali ini berjalan lancar.

Rapat dilakukan selama sejam, sang pemimpin memberi kata-kata motivasi dan berdoa untuk keselamatam rekan-rekan nya. Mereka kini akan menaiki sebuah helikopter, tidak seperti biasanya karena pulau yang akan mereka kunjungi dijaga dengan ketat.

Suara helikopter terdengar begitu nyaring, angin mulai terasa, serta debu disekitarnya berterbangan. Helikopter itu mendarat dihadapan mereka, mereka berlima masuk kedalam sebelum menjalankan misi, mereka kembali berdoa.

" Baiklah, kita akan turun jauh dari pulau yang akan kita kunjungi. Kita akan berenang menuju pulau tersebut. Ingat, misi kita menangkap mereka dan menyelamatkan para sandraan. " Teriak pemimpin regu mereka.

" Baik, kapten! " teriak mereka serempak dengan nada tegasnya.

Hanya wajah kaku yang mereka perlihatkan kali ini, duduk di dalam sambil memikirkan berbagai kemungkinan yang akan mereka hadapi nantinya.

" Baiklah, semoga berhasil kapten! "

Mereka berlima sudah bersiap untuk turun dari helikopter. Berpegangan erat dengan sebuah tali dan meluncur turun kebawah. Setelah mereka semua sudah berada di laut, helikopter kembali terbang menjauhi mereka.

Kacamata selam mereka pasang, Berenang menuju tepi pulau. 30 menit mereka tempuh untuk sampai ketepian, melepaskan alat penyelaman mereka dan mulai mempersiapkan alat tempur mereka masing-masing.

" Tetap waspada " perintah pria besar yang berdiri paling depan.

" Baik, kapten " jawab mereka pelan namun tegas.

Mereka mulai membaur dengan hutan yang ada di pulau, melangkahkan kaki mereka lebih masuk kedalam, menjelajahi hutan di pulau. Tangan kecil tiba-tiba terangkat di atas, bertanda jika mereka harus berhenti.

Terdiam sebentar.

" Merunduk " perintah sang kapten.

Moncong senjata mereka arah kearah pesawat yang melintas di atas. Mereka berada dekat dengan bandara kecil di pulau tersebut. Melepaskan kacamatanya lalu mulai memperhatikan sekelompok orang-orang bermasker dengan senjata laras panjang tengah berpatroli.

"Sepertinya, itu markas mereka "

"Bear, aku ingin kau melumpuhkan mereka "

"Baik, kapten! "

Mereka mengambil posisi di antara lebatnya semak-semak hutan. Prajurit memiliki kode Bear mulai memfokus kan bidikannya. Tembakkan dari senapan yang sudah menggunakan peredam kini melumpuhkan musuh dengan cepat. Membuat mereka semua tumbang seketika.

Tenang saja, itu hanya obat bius karena mereka tidak diperintahkan untuk membunuh. Dengan langkah pelan, mereka mulai menyusup ke dalam markas. Menatap sekeliling mereka memastikan apakah ada cctv di sekitar mereka atau tidak sama sekali. Yakin jika tidak ada cctv, mereka melanjutkan pencarian sandraan.

Diterowongan kedua, terdapat tiga pintu. Prajurit yang memiliki kode Snack membuka pintu satu-persatu memastikan jika tidak ada orang.

" Siapa di sana? "

Bear kembali menembakkan pelurunya hingga musuh yang berada di dalam ruangan pintu kedua lumpuh seketika. Snack memastikan jika musuh mereka benar-benar lumpuh tak bergerak. Menendang kecil tubuh pria gemuk tersebut lalu memberi kode jika ketiga ruangan tersebut aman.

" Kapten, ada suara di sana " tunjuk prajurit memiliki kode Tiger. Jari telunjuknya mengarah ke sebuah pintu, pintu ketiga yang dimana dibalik pintu tersebut terdapat pintu bercat coklat.

Mereka masuk kedalam, mengendap membaur dengan kegelapan. Mereka dapat melihat sandraan yang dikurung di sana dengan keadaan yang cukup memprihatinkan. Kurus hingga tulang mereka nampak terlihat. Prajurit berkode Bear meringis ngeri melihat keadaan sandraan.

Tiba-tiba saja lampu ruangan tersebut menyala dengan terang. Mereka reflek mengarahkan senjata mereka kesosok pria berjas hitam rapi yang duduk di atas kursi mahal. Dari penampilan nya yang berbeda dengan yang lainnya, mereka yakin jika musuh di hadapan mereka adalah boss nya.

Sang boss bertepuk tangan, tentu. Dia didampingi pengawal-pengawal profesional, semua memegang senjata, semua menatap mereka. Level mereka tentu  jauh di atas tikus kotor yang baru saja mereka kalahkan.

" Bunuh mereka! " satu perintah dari si boss langsung dilaksanakan pengawal-pengawal nya dengan cara memuntahkan peluru kearah mereka.

Tentu saja mereka langsung bersembunyi, menghindari muntahan peluru yang mengarah kearah mereka.

Mereka tidak membuang-buang waktu. Gerakkan mereka begitu cepat, seperti predator yang siap  membunuh mangsanya. Peluru meluncur dengan mulusnya kearah musuh.

Mereka tumbang, menyisakan sang boss yang mengarahkan pistolnya.

Prajurit yang  dipanggil kapten oleh rekan-rekan nya langsung melakukan gerakkan cepat, mengunci pergerakkan sang boss.

" Misi berhasil " gumam sang kapten menyambungkan dengan alat komunikasi di telinga kanannya.

***

Kirana cemberut, padahal baru saja Abbiyya datang namun harus pergi lagi kerumah sakit karena ada pasien baru yang harus ditangani. Abbiyya berusaha meyakinkan Kirana agar mengizinkannya untuk pergi. Menjelaskan tugas dokter kepada kirana dengan kata-kata yang mudah di pahami.

Kirana akhirnya mengalah, ia mengizinkan Abbiyya pergi kerumah sakit. Padahal Kirana ingin Abbiyya membacakan cerita pengantar tidur malam ini. Namun, justru malah gagal.

Pak Arul membujuk Kirana untuk tidur, karena besok mereka akan pergi kepantai. Kirana menganggukan kepalanya, mematuhi perkataan sang kakek.

Menempuh waktu 45 menit untuk sampai kerumah sakit. Abbiyya bergegas memasuki rumah sakit sambil memasang jas putihnya. Perawat siska menyerahkan berkas pasien yang akan ia operasi malam ini juga. Disepanjang jalan menuju ruang operasi, Abbiyya membaca drngan teliti apa yang tengah pasien derita.

Di depan ruang Operasi, terdapat empat tentara yang tengah berdiri di sana. Abbiyya tidak ada waktu untuk bertanya kepada siska mengenai empat tentara tersebut. Ia harus melakukan operasi secepatnya.

" Abbiyya " gumam salah satu tentara yang tak sengaja melihat Abbiyya melintas dihadapannya.

" kau mengenalnya, kapten? " tanya Satria yang juga melihat salah satu dokter yang mengenakan jubah operasi masuk kedalam ruang operasi.

Gunthur Admiral Nathan menganggukan kepalanya pelan. Satria tak bertanya lagi, ia lebih memilih diam dan menunggu operasi selesai.

Operasi telah dilalui, Abbiyya bernafas lega karena operasinya berjalan dengan lancar tanpa masalah. Melepaskan jubah operasi lalu membuangnya ke bak sampah.

Saat ingin pergi keruangannya, ia terdiam saat dihadapannya sosok pria berbaju serba hitam kini berdiri di hadapan nya.

Tubuh kekar yang memperlihatkan bentuk otot-ototnya membuat Abbiyya merasa iri, serta wajahnya yang lumayan tampan.

" Sudah kuduga, kau pasti bocah itu "

Abbiyya mengernyit tak suka dipanggil bocah. Namun seketika ekpresi wajahnya berubah menjadi ekpresi wajah terkejut. Sebutan bocah, hanya satu orang yang menyebut dirinya bocah.

" Kak Nathan " gumam Abbiyya pelan.

Pria dihadapannya tersenyum saat Abbiyya menyebut namanya. Ia senang, ternyata bocah SMA yang dulu selalu curhat dan sering bermain bola dengan dirinya sudah tumbuh menjadi pria tampan yang berprofesi menjadi seorang dokter bedah umum.

Gunthur Admiral Nathan, atau biasa dipanggil Nathan tak menyangka jika ia akan bertemu kembali dengan Abbiyya.

" Sedang apa Kak Nathan disini? " tanya Abbiyya heran.

" Oh, yang kau operasi barusan itu adalah rekan ku, namanya Intan." Ada sedikit nada yang dipelankan "Yah, dia wanita yang sedikit gila " jelas Nathan.

Abbiyya mengernyit kebingungan, apalagi saat Nathan memberitahu jika pasien yang baru saja melakukan operasi merupakan wanita yang sedikit gila. Gila dalam hal apa?

" Jangan kau pikirkan maksudku, kau akan bergedik ngeri saat tahu apa yang baru saja ku katakan " jelas Nathan sambil menepuk-nepuk bahu Abbiyya.

Abbiyya menatap sekeliling nya. Nampaknya para perawat memperhatikan mereka berdua. Merasa tak enak diperhatikan, Abbiyya mengajak Nathan untuk masuk kedalam ruangannya. Tentu Nathan dengan senang hati menerima ajakkan Abbiyya. Lagi pula sudah lama mereka tak bertemu.

Abbiyya mempersilahkan Nathan untuk duduk di kursi miliknya dikarenakan tidak ada sofa. Sofa lama baru saja dibuang akibat rusak sedangkan sofa yang ia pesan besok baru sampai.

Secangkir kopi hitam kesukaan Nathan tersaji di atas meja kerja nya. Kepulan Asap kopi hitam sedikit mengenai wajah nya. Menghirup aroma kopi lalu meminumnya secara perlahan.

Abbiyya bersandar di meja, di samping Nathan sambil mengaduk-aduk kopi susu menggunakan sendok.

" Kenapa rekan mu bisa terluka cukup parah? " tanya Abbiyya.

Nathan meletakkan cangkir kopinya, "Saat kami ingin kembali kemarkas, diluar dugaan ternyata musuh kami menyerang intan menggunakan pisau lipat." jelas Nathan.

Abbiyya menganggukan kepalanya paham, ia lalu menaruh cangkirnya di atas meja. Tak ada rasa ingin meminum kopi saat ini.

Tok!

Tok!

" Masuklah! "

" Dr Abbiyya, kami membutuhkan anda "

" Baiklah, aku akan menyusul "

Abbiyya kembali memasang jas putihnya, mengambil kacamata yang tersimpan di loker mejanya lalu menyusul perawat yang baru saja meminta bantuan nya.

Sebelum pergi, Abbiyya memperbolehkan Nathan untuk beristirahat di ruangannya.

Nathan menatap kepergian Abbiyya dalam diam hingga Abbiyya menghilang di belokkan. Menghela napas berat, ia pun meninggalkan ruangan Abbiyya.