Navy Abbiyya kini tengah berjalan menyusuri lorong perusahaan milik sahabatnya. Para karyawan yang bekerja tentu sangat mengenal Navy Abbiyya, dokter jenius yang merupakan sahabat boss mereka. Hampir tiap hari Abbiyya akan berkunjung ke perusahaan sekedar mengobrol dengan boss mereka.
Menanyakan pada manager perusahaan mengenai keberadaan Ahmad Maulidin. Manager yang memiliki nama Saputri itu mengatakan jika boss mereka sudah menunggu kehadiran Abbiyya.
Jas putih yang ia kenakan kini ia lepaskan saat berada di depan ruang kerja Ahmad Maulidin.
" Kau masih berkencan dengan tumpukkan kertas mu? " tanya Abbiyya saat membuka pintu ruangan.
Pria berambut hitam panjang menatap kearah Abbiyya yang sudah masuk keruangannya. Manik hitamnya memperhatikan Abbiyya yang tengah menaruh jas putih yang baru saja dikenakannya di atas sofa berwarna coklat.
Kacamata yang melindungi maniknya dari sinar laptopnya kini ia lepaskan dan menaruhnya di loker meja.
" Ya, seperti yang kamu lihat " jawab Maulidin dengan nada serius. Manik hitam menatap kearah Abbiyya di hadapannya.
Abbiyya menggedik bahunya acuh sedangkan Maulidin justru menatap Abbiyya.
"Apa mau mu? " tanya Abbiyya ketus.
Maulidin bangkit dari tempat duduknya. Ia perlahan berjalan kearah Abbiyya yang berdiri dekat sofa coklat tersebut. Tangan kanannya meraih laptop yang memang sedari tadi diletakkannya di meja depan sofa tersebut, mengaktifkannya dan memperlihatkan berita hari ini kepada Abbiyya.
' Ledakkan kapal terjadi di pulau kaget yang terletak di tengah-tengah sungai Barito. Menewaskan isi penumpang Kapal. Belum dipastikan Kapal apa itu, pihak militer menutupi berita tersebut.'
'...Salah satu warga yang tinggal di dekat sana mengaku jika ada sebuah organisasi yang memperbudak para warga yang tinggal didekat Pulau. Saat kami telusuri, ternyata pihak militer tak ingin kasus ini terpublikasi .'
Abbiyya menggeleng kepalanya melihat para reporter yang begitu haus akan informasi ledakkan kapal tersebut. Padahal sudah ada peringatan untuk tidak membahas kasus tersebut ke publik. Tapi, Abbiyya memakluminya. Karena jika ada berita menarik otomatis stasiun TV mereka menjadi terkenalkan? dan itu pasti sangat menguntungkan mereka.
Kalau Abbiyya sih, malas nonton Televisi. Takut Kirana terkena virus bucin yang ditayangkan setiap hari oleh stasiun tv. Errr... Abbiyya tak ingin anak nya menjadi generasi Alay kuy.
" Lalu apa hubungannya dengan ku? " tanya Abbiyya.
Maulidin menghela nafas lelah, ia merangkul bahu Abbiyya. " Aku baru saja ditelpon oleh pihak militer. Mereka menemukan sisa bom milik perusahaan ku. Padahal, kalau bom yang kami buat jika di ledakkan maka sudah hancur lebur tak tersisa." kata Maulidin.
"He, bukankah itu terlalu aneh? " kata Abbiyya. Maulidin mengangguk kepala setuju.
Benar kata Abbiyya. Ini terlalu aneh. Apakah perusahaan saingannya berbuat ulah dengan cara mencemar nama baik perusahaan nya?Tapi tiba-tiba pikiran itu hilang seketika. Terlalu kejam bagi saingan bisnisnya untuk menghancurkan perusahaan nya. Tapi, lagi-lagi Maulidin berpikir jika hal itu bisa saja terjadi.
Ini bisnis man....Sama saja dengan Uang. Siapa sih yang gak suka Uang? Bahkan anak kecil zaman sekarang pun pasti sudah tau apa itu Uang. Beda dengan masa kecilnya dulu yang pikirannya main bola terus.
" Perusahaan Moon, apa mereka yang melakukan nya? " gumam Maulidin.
Seketika sebuah remote Televisi melayang di keningnya. Pelakunya? Sudah pasti Abbiyya.
" Jangan fitnah sembarangan. Siapa tahu ajakan produkmu itu gagal " ejek Abbiyya.
" Itu mulut licin amat dah.. " kata Maulidin.
***
Maulidin menatap kepergian Abbiyya melalui jendela kantornya. Manik hitamnya selalu mengawasi gerak-gerik sahabatnya tersebut. Entah perasaan nya saja, tapi sepertinya ada yang mengikuti sahabatnya itu terus menerus. Seperti di awasi oleh mereka—orang yang mengikuti Abbiyya—.
Putri yang baru saja masuk ke ruang sang pemimpin perusahaan menatap heran akan ekpresi wajah yang dikeluarkan oleh boss Maulidin. Entah mengapa, ini baru pertama kalinya, wajah sedatar tembok itu menampilkan ekpresi yang berbeda—khawatir—.
" Tuan Maulidin, apa anda baik-baik saja?Nampaknya anda sedikit khawatir akan sesuatu. "
" Tidak, aku hanya berpikir. Apakah mungkin perusahaan moon mulai berani melakukan kecurangan terhadap kita?. "
" Anda sepertinya baru menyadari jika pemimpin moon itu sangat licik. Bahkan ku dengar jika mereka bekerja sama dengan seseorang yang memegang pasar gelap."
Maulidin menghela nafas berat, tak menyangka jika kasus ledakkan kapal tersebut melibatkan perusahaan yang ia pimpin. Jika ia tidak bertindak, maka para tikus-tikus itu akan meruntuhkan perusahaan nya. Apalagi saat ini para wartawan begitu haus akan info ledakkan tersebut.
" Buat wartawan yang membuat berita bohongan mengenai perusahaan kita dipecat. Aku tidak suka dengan mereka yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan melalui berita bohongan tersebut! "
Putri mengeluarkan senyuman antusiasnya. Bahkan kacamata yang ia kenakan kini sedikit berembun. Wajahnya kini menyerupai orang mesum.
" Baik, boss ~" jawab Putri.
Tok! Tok! (Suara pintu yang diketok)
Ketukkan pintu membuat putri membukakan pintu ruangan Maulidin. Sosok pria tampan kini berdiri di depan pintu keluar-masuk sambil menatap malas kearah Maulidin. Sesekali mulutnya terbuka lebar karena menahan rasa ngantuk.
Matanya yang dihiasi lingkaran hitam itu kini melotot tajam, melempar beberapa berkas di atas meja mini depan sofa. Jari telunjuknya kini mengarah kearah maulidin.
" Kau—" geram Ihsan lalu menghela napas lelah.
Merebahkan tubuh kurusnya di atas sofa, "—Bisa-bisa nya menganggu ku bermain game. Kau tahu, jika bermain game dapat menghasilkan uang? " kata Ihsan.
" Dasar pengangguran " ejek putri sambil bersedekap dada.
" Woy, orang-orang pasti tau jika aku seorang youtubers sekaligus gamers " omel Ihsan sambil melempar bantal mini kearah putri yang tentu saja sangat mudah dihindari oleh putri.
" Pengangguran, ya.. Pengangguran " ejek putri sekali lagi.
"Ka-kau -"
" JANGAN BERTENGKAR DI RUANGAN KU! "
***
Kirana merasa jika akhir-akhir ini dirinya tengah di ikuti oleh seseorang. Namun, setiap Kirana melihat sekelilingnya nampak sangat normal. Tidak ada orang yang mencurigakan menurutnya. Tapi, kali ini ia melihat dua pria berjas hitam rapi yang tengah memandang dirinya di dekat toko buku tulis.
Kedua mata mereka tak berkedip sama sekali, membuat Kirana merasa takut. Apalagi saat ini ia sindiran, Dinda baru saja dijemput oleh manager nya untuk persiapan debutnya bersama anggota band musiknya.
Apakah dirinya harus lari sekarang juga?
Tiba-tiba terlintas pertanyaan tersebut saat kedua pria itu melangkahkan kakinya ingin menghampiri Kirana. Alarm peringatan seketika aktif di pikirannya. Tanpa diperintah, kedua kaki mungilnya melangkah dengan lebar menghindari kejaran dua pria berjas rapi tersebut.
" Dimana lokasi anda sekarang? "
Kirana menoleh kebelakang, memastikan jika dirinya cukup jauh dari jangkauan dua pria tersebut. Kedua tangannya gemetar, mulutnya berusaha menjawab pertanyaan dari ponselnya.
" Saya tidak tahu, saya dikejar oleh dua pria aneh. " kata Kirana dengan kedua matanya yang ingin mengeluarkan air bening.
" kami akan melacak keberadaan anda, siapa nama mu?."
" Navy Kirana "
"Oke, Nak Kirana. Cobalah bersembunyi ditempat yang menurut nak Kirana aman dari jangkauan pria yang mengejarmu. Polisi segera datang ketempatmu 5 menit lagi. "
" Oke! "
" Nak Kirana, jangan matikan panggilan ini. Tetap temani saya."
" Hm."
Kirana tak mematikan panggilan darurat nya, Walaupun ia tengah sibuk mencari tempat persembunyian yang aman. Kedua manik hitamnya melirik kanan-kiri, berharap jika ada seseorang yang bisa diminta bantuan.
" Nak kirana, apa Nak Kirana sudah bersembunyi? "
" Hiks.. Hiks... Belum... Saya takut. Tidak ada siapa-siapa selain saya disini. " jawab Kirana yang tak tahan lagi menahan tangisannya.
Wanita yang ada dipanggilan tersebut berusaha menenangkan Kirana agar Kirana tidak panik. Wanita yang ada dipanggilan meyakinkan Kirana jika polisi segera datang menyelamatkan nya.
Kirana berusaha meyakinkan dirinya. Mempercayai perkataan wanita yang ada dalam panggilan. Sudah 4 menit ia berusaha bersembunyi dari dua pria berjas hitam rapi tersebut. Kirana bersyukur karena tidak ada tanda-tanda kehadiran dua pria tersebut.
Ia terduduk di atas tanah. Aroma sampah tak dihiraukan oleh kirana. Tak dipedulikannya jika saat ini dirinya tengah bersembunyi di pembuangan sampah.
" Kapan polisi segera datang? " tanya Kirana dengan nada sedikit dipelankan nya.
" Polisi sudah sampai ditujuan. Apakah nak kirana bersembunyi? Jika ia,tetaplah bersembunyi. Polisi tengah memeriksa disekitar. "
" Baik, saya bisa melihat polisi di persembunyian saya " jawab Kirana. Kedua manik hitam nya mengawasi gerak-gerik empat polisi yang tengah memeriksa area pembuangan sampah.
Kirana tidak menyadari jika dibelakangnya ada badut yang ingin menangkap nya. Badut itu memiliki senyuman yang begitu mengerikan, bahkan kostum yang dikenakan badut itu penuh dengan noda darah. Sekarang, jika kirana menoleh kebelakang kemungkinan kirana akan memiliki trauma berat.
" Hmmm.... " teriak Kirana saat badut tersebut menutup saluran pernapasan nya menggunakan kain.
Salah satu polisi melihat Kirana yang di sekap oleh badut. Ia lalu memberitahukan kepada rekan-rekan nya untuk membantu dirinya mengejar badut tersebut.
Dua pria berjas hitam menyuruh badut yang menculik kirana untuk masuk kedalam mobil dan aksi kejar-kejaran tak dapat dihindarkan.
Polisi memperingatkan kepada mobil di hadapannya untuk segera menepi, namun mereka justru menambah kecepatan.
" Apa anak itu masih terhubung dengan mu, Dira? " Tanya salah satu polisi yang mengejar mobil dihadapannya.
" Ia, dia masih terhubung dengan saya. Saya berusaha mehubungi polisi yang berjaga diperbatasan kota untuk menjaga mobil penculikkan tersebut. Apa kau bisa melihat nomor mobilnya? "
" Ya, kami bisa melihat dengan jelas.
Nomor nya ********."
" Baik, saya segera memberitahukan kepada polisi yang sudah berjaga di perbatasan kota "
keempat polisi yang mengikuti mereka terlihat khawatir dengan keadaan anak perempuan yang baru saja menjadi korban penculikan. " Semoga kita berhasil menyelamatkan nya " gumamnya.