Malam yang begitu indah, langit gelap dipenuhi oleh bintang. Gedung-gedung menjulang tinggi juga turut menghiasi malam ini.
Maulidin melepaskan jas kerjanya dan menaruhnya sembarangan di atas sofa aparteman miliknya yang berada dilantai atas. Hari ini ia memutuskan untuk tak pulang kerumah karena besok ia akan menghadiri rapat.
Ruang tamu dipenuhi oleh berbagai pajangan foto, mulai dari dirinya bersama dengan teman-teman waktu masih SMA hingga foto pernikahannya. Di kamar, foto anak pertamanya lah yang ia pajang. Kesibukkan nya membuatnya jarang bertemu dengan dinda, begitu juga dengan dinda yang sibuk dengan dunia musiknya.
Menyeduh kopi dan membawanya kemeja makan, menikmatinya secara perlahan. " Ha~" helaan nafas begitu saja keluar dari mulutnya.
Surai panjangnya ia ikat kebelakang agar tidak mengganggu pandangannya. " Ayah " gumam Maulidin saat membuka ponselnya. Terlihat foto Ilham,Stella, Kirana dan Mahesa di layar ponselnya. Foto itu diambil saat dirinya dan Abbiyya masih duduk dibangku sekolah dasar.
Masih jelas dipikirannya saat peti jenazah ayahnya dan ayah Abbiyya dimakamkan dengan upacara penghormatan terakhir. Bukan hanya Ayah mereka berdua yang dimakamkan, rekan-rekan ayah mereka pun juga ikut dimakamkan dengan upacara yang sudah dipersiapkan oleh atasan.
Saat itu dirinya hanya diam sambil memperhatikan orang-orang yang menangis. Namun, saat melihat Abbiyya yang juga ikut menangis membuat dirinya sadar bahwa ayahnya tak kan kembali lagi kepadanya.
" Pelakunya bahkan belum ditemukan hingga sekarang " gumam Maulidin sambil bersandar kekursi kayu.
Memejamkan kedua matanya, memaksanya untuk melupakan kejadian masa lalu yang begitu menyedihkan.
Kring! (Suara ponsel berdering)
Maulidin segera menggeserkan logo hijau keatas dan menerima panggilan tersebut. " Ada apa, put? " Tanya Maulidin dengan nada lelahnya.
" Boss! aku sudah mencari kebenaran ledakkan tersebut tanpa sepengetahuan pihak berwajib "
Seketika Maulidin bangkit dari rasa malas-malasnya itu, menatap horor kearah laya ponselnya yang masih terhubung dengan putri. " Kau gila? ngapain kau mengkorek informasi seperti penjahat? " omel Maulidin.
" Aiihhhh, cepat buka saja email yang baru saja ku kirim, boss "
Maulidin membuka email yang dikirim oleh Putri. ia segera mencondongkan tubuhnya sehingga perhatiannya hanya tertuju pada informasi yang baru didapatkan oleh putri.
Maulidin menghela napas, tak dapat mempercayai apa yang baru saja ia dapatkan.
Navy Abbiyya masuk kedalam list nama anggota King Cobra? bagaimana itu bisa terjadi kepada dokter jenius seperti Abbiyya?. Seketika pikirannya tertuju kepada kejadian yang ia lihat, saat Abbiyya diikuti oleh orang-orang yang menurutnya begitu mencurigakan.
" Put, kau masih bisa mendengarku? " kata Maulidin memastikan jika panggilannya tak terputus.
" Hm, memangnya kenapa? "
" Bisakah kau menbatalkan acara rapat besok? aku harus membasmi para tikus yang berkeliaran disekitar perusahaan ku "
" Apa—"
Sebelum Putri menyelesaikan perkataannya, Maulidin segera memutuskan panggilannya. menyalin file yang dikirim melalui email ke ponsel miliknya. Mengambil kunci mobil dan keluar dari apartemen.
Manik hitam nya lurus kedepan, memperhatikan jalan yang begitu ramai walau sudah malam. Sebuah pertanyaan muncul dipikirannya, Apakah Abbiyya benar-benar terlibat dalam ledakkan kapal itu?.
Tapi rasanya mustahil, reaksi Abbiyya saat ia memberitahu kejadian itu justru biasa-biasa saja. Seakan memang dia tak terlibat sama sekali dalam ledakkan tersebut atau mungkin Abbiyya pandai mengatur ekpresi wajahnya?.
" Abbiyya, kuharap informasi yang kudapat itu tidak benar " gumam Maulidin.
***
Telepon Dewa berdering selagi ia mengemudi. Ia menekan tombol, merengut membaca tulisan Maulidin calling. Entah mengapa ia memiliki firasat buruk. Dewa memutuskan untuk tidak mengabaikan firasatnya saat ini.
" Ada apa? " Tanya Dewa. ia masih fokus mengemudi saat ini.
Suara Maulidin terdengar, " Kamu dimana?."
" Lagi nyetir, emang kenapa? "
Nada suara Maulidin terdengar khawatir, " Apa kau saat ini ingin pulang kerumah? jika ia maka jangan lakukan. pergilah keperusahaan ku, ada yang ingin ku perlihatkan padamu! "
" Coba jelasin dulu " Kata Dewa berusaha menenangkan Maulidin.
" Aku baru saja membuka file yang dikirim oleh putri... " Dewa memotong perkataan Maulidin, " Apalagi yang dilakukan oleh bawahanmu itu? ".
" Dewa, kamu harus percaya deh sama aku. Sepertinya pelaku peledakan kapal itu sama seperti pelaku pembunuhan ayahku, ayahmu dan juga ayah Abbiyya " kata Maulidin.
Dewa memutar mobilnya, ia kini menuju kearah perusahaan milik Maulidin. " Bagaimana bisa? " Heran Dewa.
" Aku juga gak tahu. Tapi yang lebih mengejutkan lagi, Abbiyya juga terlibat dalam ledakkan bom tersebut ".
Dewa meringis, tak menyangka jika pria yang sudah berteman dengannya saat pertemuan mereka di kafe rupanya seorang penjahat. Dewa mengenal Abbiyya waktu SMA namun baru akrab saat teman kakaknya memperkenalkan Abbiyya kembali saat itu.
" Aku akan pergi ketempatmu, aku sudah diparkiran " Kata Dewa lalu memutuskan panggilan nya dengan Maulidin.
Ia berlari menyusuri lorong perusahan dengan tergesa-gesa. Masuk kedalam life menuju lantai atas, ruang kerja Maulidin. Saat pintu lift terbuka tiba-tiba saja pria bermasker menyerangnya menggunakan pisau, reflek Dewa menghindari serangan dadakkan tersebut. Sekilas, Dewa melirik kepergelangan tangan Pria itu sebelum berlari menuju ruangan maulidin, tato ular begitu jelas terlihat diindra penglihatannya.
Brak! (pintu yang dipaksa ditutup)
Dewa terduduk, mengatur nafasnya yang terasa berat akibat berlari menghindari pria barusan. " kamu kenapa? " Tanya Maulidin saat melihat temannya itu masuk keruangan dengan tergesa-gesa.
" Ada Pria aneh yang berusaha membunuh ku di tempat kerjamu " kata Dewa.
Maulidin terkejut mendengar perkataan Dewa barusan, segera ia meminta satpam yang bekerja di perusahaan untuk memeriksa seluruh perusahaan nya. memastikan apakah pelaku penyerangan Dewa masih ada di dalam perusahaan nya.
" Maulidin! " Serunya. Dewa kaget melihat leher Maulidin dijerat dari belakang.
Maulidin terpelanting di lantai, melihat Maulidin yang kesulita, Dewa menendang kursi yang ada diruang kerja temannya itu. Mengarahkan vas bunga kekepala si pelaku agar melepaskan jeratan dileher Maulidin.
Dor! pergelangan tangan Dewa tergores oleh peluru. ia menoleh menatap sekeliling, lebih tepatnya kearah gedung sebelah. " Ada di laci " Dewa langsung mengambil sniper milik Maulidin dan menyerang balik pelaku penembakan barusan. Jendela gedung pecah saat peluru meleset dari target.
" Ck! " Umpatan kesal dikeluarkan oleh Dewa.
Maulidin berhasil melepaskan penjeratnya, menyerang balik si pelaku dengan cara mendorong kebelakang dan mencekiknya menggunakan rantai yang baru saja menjerat lehernya. " Dia melarikan diri " kata Dewa memastikan jika pelaku penembakan tidak ada di gedung sebrang.
Mengarahkan snipernya kearah kepala si pelaku, " Siapa yang menyuruh kalian? " Tanya Maulidin yang masih menahan rantai yang menjerat sipelaku.
Respon yang mereka dapatkan justru adalah senyuman misterius dari si pelaku. " Apa kau tidak mendengarkan kami? " Teriak Dewa yang sudah kesal dengan pria dibawahnya itu.
" khe.. ka-lian akan me-nyusul ayah ka-lian " Kata si pelaku lalu tertawa senang saat melihat ekpresi wajah Maulidin dan juga Dewa.
Bruagh! ( Suara Pintu yang dibuka dengan paksa)
Sekitar dua puluh pria berbaju serba hitam kini menyerang mereka berdua. Dewa maupun Maulidin menghindari serangan sipelaku begitu gesit. Maulidin menoleh saat merasakan seseorang akan menyerangnya. Maulidin menangkisnya dengan tangan kosong, membuang tongkat besi jauh dari jangkauan sipelaku dan mematahkan tangan nya tanpa rasa kasihan sama sekali. Dewa menendang salah satu perut mereka, orang itu terhuyung dan jatuh, bergelimpangan menimpa yang lain.
" Sudah lama aku tidak berkelahi, terakhir waktu kita SMA kan? " Kata Dewa sambil merenggangkan otot-ototnya setelah membereskan mereka. Maulidin menganggukan kepalanya, menyetujui perkataan Dewa. Kemampuan pertarungan mereka masih ada.
" Boss! " Kata seseorang berseragam Satpam. " Maaf atas keterlambatan kami, kami sudah menangkap dan membereskan beberapa orang asing yang nampaknya akan membantu orang-orang yang akan menyerang anda " lanjutnya.
" Kerja bagus, Rama " Puji Maulidin sambil menepuk bahu satpam tersebut. " Sebelum menyerahkan kepihak berwajib, ayo kita korek informasi dari mereka " gumam Maulidin dengan seringainnya.