"Pergi sekarang juga!" bentak Herman.
Peyvitta menganggukkan kepalanya. "Baik Pah," jawab Peyvitta.
"Pah, ini juga seharusnya Rumah Vitta. Kenapa Papah usir dia?" tanya Pelvetta.
"Diam kamu!" seru Herman.
"Udah sayang, kamu diam. Kamu gak perlu belain dia, lagian kamu kenapa sih jadi belain dia?"
"Dia kembaran aku Mah. Dia Adik kandung aku, udah sepantasnya aku yang berstatus sebagai Kakaknya membela dia." Pelvetta berucap sambil kembali menitikkan air matanya.
Pelvetta mengucapkan kalimat itu dengan begitu tulus. Nada bicara yang Pelvetta gunakan sangat menunjukkan ketulusannya, sehingga dia bisa dengan mudah kembali meneteskan air matanya.
Peyvitta hanya bisa terdiam mendengar penjelasan yang baru saja keluar dari mulut Pelvetta. Mata Peyvitta ikut berlinang air mata. Peyvitta benar-benar tersentuh sama apa yang sudah Pelvetta lakukan sekarang.
