NAYYARA ini anak yang baik. Ia tak pernah tebang pilih dalam membantu temannya yang sedang dalam kesulitan. Saking baiknya, bahkan bisa dikatakan kalau ia itu akur dengan semua teman yang ada di kelas.
Setelah selesai UN, ia memang menghilang tanpa kabar. Bahkan aku yang tiap harinya berusaha untuk mencari tahu tentang keberadaannya saja sama sekali tidak mendapatkan informasi apa pun. Tetapi seminggu yang lalu, tanpa sengaja kami bertemu di suatu pameran buku. Ya, ia memang suka membaca buku, sama sepertiku.
Saat kami bertemu di pameran buku tersebut, awalnya aku ragu-ragu, aku tidak yakin kalau itu adalah dirinya. Aku berpikir seperti itu karena aku tidak yakin kalau kami berada di kota yang sama. Aku sudah dua tahun di kota ini, dan aku selalu mencari tahu tentang keberadaannya. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kalau ia berada di kota ini. Sama sekali tidak ada. Entah aku yang kurang jeli mencari tahu atau bagaimana, tetapi rasanya aku sudah semaksimal mungkin mencari info tentang dirinya, dan aku memang tidak mendapatkannya.
Kala itu aku memberanikan diri menyapanya. Ya, tentunya ia sangat terkejut. Aku saja yang menyapanya merasa terkejut sekaligus bingung melihat responnya. Aku bingung karena merasa ada dua kemungkinan yang bakal terjadi di hadapanku. Ia terkejut karena aku menemukannya atau ia terkejut karena ada orang asing yang menyapanya. Syukur-syukur kalau ia adalah Nayyara, kalau tidak bagaimana? Tetapi syukurnya, ternyata memang benar kalau ia adalah Nayyara.
Sewaktu kami bertemu, aku hanya bisa menyapanya dan kemudian meminta kontaknya. Ia sedang bersama teman-temannya, dan aku merasa tidak enakan. Mungkin akan lebih afdal kalau bicara berdua saja, pikirku.
Aku pun merencanakan pertemuan dengannya. Ini adalah waktu yang kutunggu-tunggu selama masa pencarianku. Namun ternyata hasilnya kurang baik. Dengan responnya tadi, aku jadi berpikir dua kali untuk mengajaknya bertemu lagi.
Sebenarnya aku sudah menyukai wanita lain untuk saat ini selain Nayyara. Ia adalah salah satu temanku di kampus, dan kami sudah cukup dekat. Namanya adalah Gita. Tetapi alasanku menyukainya adalah karena ia memiliki banyak kemiripan dengan Nayyara. Baik itu caranya berbicara, tersenyum, bernyanyi, bahkan terdiam. Aku juga masih bingung sebenarnya. Apakah aku benar-benar menyukainya?
Kini aku sudah bertemu dengan Nayyara lagi, walau aku tidak mendapat respon yang baik darinya. Tetapi, mau bagaimanapun, pada dasarnya aku sukanya pada Nayyara. Aku suka kepada Gita pun karena ia memiliki banyak kemiripan dengan Nayyara. Jahat sih. Seandainya ia tahu apa yang ada dipikiranku tentang dirinya, mungkin ia akan menamparku sekeras-kerasnya. Dan dengan pertemuanku bersama Nayyara tadi, aku jadi takut akan berpengaruh pada hubunganku yang sudah terlanjur dekat dengan Gita untuk ke depannya. Aku sedang dalam keadaan yang sulit.