Chereads / Greentea Latte / Chapter 8 - -8- Ulat Bulu

Chapter 8 - -8- Ulat Bulu

Senyum hangat Afka disambut oleh ekspresi kebingungan dari Ghirel. Tiba-tiba suasana menjadi hening, tak ada yang berbicara satupun diantara mereka.

Ghirel mengusap kasar wajahnya, menganggap bahwa dirinya sedang berhalusinasi. Merasa kurang puas hanya dengan mengusap wajah, Ghirel mencubit kedua pipi Afka membuat empunya meringis kesakitan.

Afka Fedrick berdiri di depannya dengan kaos hitam kebanggaannya dan celana pendek berwarna putih. Meskipun begitu, Afka masih terlihat tampan.Pada tangan kanan pemuda tersebut, terdapat beberapa batang rumput yang ia rangkai sendiri. Rangkaian tersebut ia persembahkan kepada gadis yang sedang sibuk memperhatikan dirinya.

Afka melangkahkan kakinya, mendekati gadis itu lalu menggenggam kedua tangan Ghirel. Manik mata Afka mengunci manik mata Ghirel yang sangat teduh saat dilihat.

"Maaf gak bisa ngasih bucket bunga mawar, atau boneka dan coklat. Aku cuman bisa bawa rumput yang aku cabut sendiri," Afka menarik nafasnya terlebih dahulu sebelum melanjutkan perkataannya.

"Ghirel, mau gak jadi pemeran utama dalam kehidupan Afka?"tanya Afka dengan suara rendahnya. Tidak lupa, ia menyodorkan rangkaian rumput yang ada di tangannya tersebut.

Ghirel tersenyum manis meskipun masih tidak mengerti keadaan. Ia merasa laki-laki di depannya ini sedang bercanda, atau mungkin Afka memang selalu melakukan hal manis ini kepada semua wanita? Pikiran itu membuat Ghirel sedikit ragu atas pernyataan cintanya kepada Ghirel.

"Pacar kamu?"

"Aku jadiin kamu pemeran utama bukan pacar. Jadi, jangan peduli seberapa banyak pacar pacar aku itu, please!" Afka memasang wajah sendunya. Sungguh, jantungnya hampir lompat dari tempatnya jika saja gadis itu menolak nantinya.

"Aku gak bisa ngomong manis kayak cowok yang lain. Tapi, tolong percaya sama aku. Yang aku cinta, cuman kamu seorang. Satu-satunya wanita yang aku cintai di dunia ini. Aku gak bisa berjanji untuk tidak menyakitimu Jie, tapi setidaknya aku akan berusaha untuk membahagiakanmu. Untuk selalu ada disaat kau membutuhkanku, dan aku ingin kamu percaya padaku. Pada laki-laki brengsek di depanmu ini. Laki-laki yang berhasil melabuhkan hatinya kepada dirimu, Ghirel Sananta. So,will you be my destiny?"

Jangan tanya bagaimana terkejutnya Ghirel saat ini. Hatinya meleleh bersamaan dengan kakinya yang terasa sudah berubah menjadi jelly. Hampir saja kesadarannya habis dan jantungnya meledak saking terlalu cepat berdetak. Ghirel menatap wajah Afka, memperhatikan semuanya. Dan tidak ada satupun keraguan yang ia temukan di wajah manis tersebut.

Setelah tiga kali helaan nafas, Ghirel berhasil mengambil keputusan.

"Ehm, gak mau Af," Afka menghela nafas kasar lalu tersenyum pahit.

"Aku salah apa?" Tanya Afka. Sungguh, malu dan sakit kini sudah memenuhi relung hatinya.

"Itu rumputnya ada uletnya Af," Ghirel memasang raut wajah polos sembari menunjuk rumput yang berada ditangan besar Afka. Lirikan Afka juga terarah pada tangan kirinya yang berisi sebuket rumput dengan ulat bulu berwarna orange sedang merambat menuju tangannya.

"Astaganaga," Sedetik kemudian rangkaian rumput itu terlempar entah kemana, dan Afka terus menerus menggaruk tangannya yang tak terasa gatal sedikitpun.

Kedua tangannya menekan perutnya yang sakit akibat tawa yang tak ada henti-hentinya. Ekspresi Afka tadi benar-benar memalukan membuatnya ingin mengabadikan wajah Afka saat itu. Namun sayang, tidak ada waktu untuk hal tersebut.

Setelah tawanya cukup reda, Afka kembali bertanya pada gadis di depannya.

"Gak bilang dari tadi sih, gak tau apa itu ulet bulu,"

"Muka lo serius banget sih, jadi kan gue mau ngasih tau agak gimana gitu," balas Ghirel.

Selesai dengan kerusuhan itu, Afka menarik kedua tangan Ghirel dan membawanya hingga menyentuh dadanya. Ghirel dapat merasakan secepat apa detak jantung Afka saat ini. Gadis itu lagi-lagi tertegun lalu menarik paksa tangannya.

"Jadi, gimana nih? mau engga?" ujar Afka sembari mendaratkan pantatnya di pinggiran air mancur.

"Mau apa?" Ghirel memilih berdiri di depan Afka.

"Oh, jadi aku ditolak nih?" Afka menggenggam tangan Ghirel yang gemetar hebat.

"Enggak kok, aku mau," Ghirel tidak dapat menahan senyumannya lagi saat ini.

Suara tepuk tangan terdengar, Ghirel mendapati kedua sahabatnya tengah berkacak pinggang.

"Hebat yah, disini temennya udah mau mati dehidrasi. Eh malah yang ditungguin lagi pacaran heh?!" Siska melipat kedua tangannya di dada sembari memasang raut wajah juteknya.

"Gak mau tau, pokoknya harus ada pajak jadian, titik gak pakai koma!" Tzuwi menyodorkan tangan kosongnya di depan wajah Ghirel.

"Mereka berdua temen kamu Jie?" tanya Afka.

"Iya, kenapa?" Ghirel tanya balik. Ghirel heran. Bukannya Afka dan Tzuwi selalu bermusuhan? Bagaimana bisa mereka tidak kenal?

"Kukira orang sok kenal,"

"Heh Afka, seenaknya lo bilang gue orang asing! Sini lo, gue tampol baru tau rasa nih!" Tzuwi yang tadinya akan mengucapkan selamat jadi nge gas.

"Jangan nge-gas, tar jenazah lo tertimbun gas," balas Afka.

"Sumpahin gue mati ya lo?" Tzuwi yang sedang pms tersebut akhirnya mengejar sang mangsa.

Ghirel dan Siska hanya tertawa melihatnya. Mereka memang terkenal musuh bebuyutan di kelas. Tiada hari tanpa ribut, adu mulut, atau sekedar saling nge-Gas.

***

Sore ini langit terlihat mendukung,cahaya matahari tak sungkan masuk melalui celah Cafe manshionsa. Suasana hangat sore ini menjadi penyempurna penutupan hari ini. Hari yang cerah untuk dinikmati gadis cantik itu, Ghirel Sananra. Senyum merekah di bibirnya. Ditemani oleh Grell yang sedang duduk disampingnya, Ghirel menata gelas-gelas kaca di meja kasir yang sudah tersusun serapi mungkin.

Grell sudah seperti pelanggan wajib disini, ia sering sekali nongkrong atau sekedar bertemu Ghirel dan berbincang sebentar. Atau bisa saja ia kesini hanya untuk membeli air putih yang sudah pasti sangat membuang uang.

"Yang abis jadian mah beda yah mba," goda Grell sembari menatap wajah tajam Ghirel. Tak lupa, tatapan tajam pun ia dapatkan.

"Jadian bukan berati goals dari perjuangan, justru pas udah jadian cobaannya bakalan lebih berat lagi," entah apa yang merasuki Ghirel saat ini, sehingga berkata demikian. Niat marahnya berubah begitu saja saat mengingat Afka pada malam itu.

"Nah, kalo udah diterpa badai nantinya. Tinggal gimana yang jalanin aja tuh, kuat apa enggak?" Afka tiba-tiba berdiri tepat dibelakang Grell yang sedang mengelus dadanya karena terkejut.

"Ngapain lo kesini?"tanya Ghirel dengan tatapan tajamnya. Manik matanya berputar ke kiri, tempat Afka berdiri.

"Nongkrong lah, lo pikir mau ketemu sama lo?" balas Afka datar sebelum duduk di kursi sebelah Grell. Entah kemana kata-kata manis dan senyuman merekah Afka yang tadi terpatri sempurna.

"Pindah Grell, depan aja gue mau ngerokok," Afka berjalan lalu Grell mengekorinya.

"Sabar, 5 menit lagi gue kelar kerja," Ghirel berkata di dalam hatinya sendiri seraya mengelus dadanya berusaha menenangkan amarahnya yang sudah memuncak.

Pesanan terakhir yang Ghirel antar adalah pesanan milik Grell dan Afka. Ada americano dan vanila latte kesukaan Afka. Serta roti bakar dan kentang goreng sebagai cemilan. Seperti biasanya, tidak hanya pesanan mereka berdua yang datang, namun Ghirel ikut datang bersama greentea kesukaannya.

"Sini rokoknya!" tegas Ghirel saat melihat Afka merokok.

"Setuju tuh gue sama Ghirel, stop rokok lah Af. Kasihan paru-paru lo," timpal Grell.

"Sekali aja, ya? Ya? Ya? Serius lagi stress berat." Afka memohon dengan wajah super melas membuat Ghirel tak dapat menahan tawanya.

"Gak ada sekali sekalian. Siniin cepat!"

"Dasar mak lampir," mau tidak mau Afka menuruti permintaan kekasihnya itu.

"Suka banget sih sama greentea?"tanya Afka melihat Ghirel yang kegirangan meminum Greentea kesayangannya itu.

"Iyalah, enak tau. Nenangin banget kalo lagi unmood," jawab Ghirel santai.

"Enakan juga vanila latte,"gumam Afka sembari menyedot segelas vanila latte nya.

"Jie, pilih greentea atau aku?"tanya Afka lagi.

"YA GREENTEA LAH, MILIH LO YANG ADA TAMBAH STRESS GUE!"

"Ga ada kata 'gue-lo' mulai hari ini," ujar Afka tiba-tiba. Grell yang melihatnya sudah menelan ludahnya kasar merasa Afka yang emosinya sudah menanjak. Ghirel apalagi, ia sudah tersenyum simpul mencoba meredam amarah Afka yang tiba-tiba saja datang. Bahkan, nada bicara Afka tadi sangat ketus membuat Ghirel lagi-lagi mengerut dan menundukkan kepalanya dengan bibir tertekuk.

"Ta-"

"Kalo kamu pakai panggilan itu, jangan salahin aku kalo tiba-tiba bibir kamu gak perawan lagi!"