Siang ini Vano ingin kerumah sakit, ia merindukan Fara, lebay memang tapi itu kenyataannya. Ia tak bisa pungkiri Fara bisa menjadi candu dipikirannya.
"Selamat Si..angg" langkah kakinya memelan ketika melihat surai hitam yang terkuncir satu menoleh kearahnya
"Siang Van, maaf aku gak ngabarin kamu kalo mau kesini" ujar Gladis dengan menyunggingkan senyum manisnya
"Eh, iya gak papa kok" kikuk Vano dengan menggarukkan leher belakangnya yang tak gatal
"Bunda mana syif?" tanya Vano sembari berjalan kearah ruang makan diikuti oleh Syifa
"Bunda tadi bilang mau arisan, bunda nitipin pesan sama aku buat kamu makan siang dulu" ujar Syifa yang dibalas anggukan dan mulut yang berbentuk huruf O
"By the way kamu udah rapih, mau kemana No?" tanya Gladis ketika mereka sudah duduk dikursi makan masing masing dengan Vano yang ada disampingnya
"Kerumah sakit" jawab Vano dengan memainkan handphonenya untuk mengabari Gani jika ia sedikit lambat datangnya
"Ohh, siapa yang sakit emang?" tanya Gladis disela makannya.
"Fara"
"Siapa Fara?" tanya Gladis dengan alis yang tertaut
"Pacar gue, nanti lo gue kenalin ya" ujar Vano tanpa beban
"Pa..car?" tanya Gladis dengan muka yang tak percaya
"Iya pacar gue, kenapa emang?" Vano melihat Gladis dengan muka yang menatapnya dengan tatapan yang sangat sulit untuk diartikan, antara marah, sedih, dan juga ke..cewa.
"Lo kenapa?" tanya Vano lembut dengan mendekatkan dirinya kearah Gladis
"Gak papa. Kamu jadi kerumah sakitnya? Nanti pacar kamu nungguin" ujar Gladis dengan mata yang berkaca kaca dan sebisa mungkin Gladis tahan.
Mengetahui fakta ini, membuat hati Gladis seperti ditusuk ribuan jarum tanpa henti. Hatinya terluka, ia takut Vano tak menjaganya karena ada wanita lain selain dirinya, namun fakta yang lebih menyakitkan lagi bahwa mengetahui jika disini yang lebih punya hak ialah Fara, bukan dirinya.
"Syif, lo bengong?" tanya Vano dengan melambaikan tangannya dihadapan Syifa
"Eh, eungg, maaf No"
"Aku rapihin piring kotor dulu ya, kamu kalo mau kerumah sakit yaudah pergi aja" ujar Syifa dengan senyum tipis, lalu melangkah pergi meninggalkan Vano yang bingung dengan sikap Syifa barusan.
Vano menggedikkan bahu, lalu berjalan menuju garasi untuk mengambil motor kesayangannya.
Syifa yang didalam rumah, sudah terisak menatap kepergian Vano lewat jendela.
***
Fara berada ditaman rumah sakit, disana ada air mancur yang disekelilingnya ada bunga bunga cantik yang indah. Fara sangat suka dengan tempat yang sepi dan membuatnya nyaman.
Awalnya Fara tak diperbolehkan keluar oleh Gani karena takut ada apa apa, namun karena Fara yang memaksa dengan mengeluarkan puppy eyesnya membuat Gani pun luluh. Gani mengantar Fara hanya sampai taman rumah sakit, itupula Fara yang memintanya. Akhirnya Gani pun menyerah, ia membiarkan Fara untuk sendiri ditaman belakang itu.
"Hai" ujar seseorang yang membuat lamunan Fara buyar
Fara melihat kebelakang, disana ada Vano dengan senyum manisnya yang membuat Fara pun ikut tersenyum.
"Hai Van" jawab Fara dengan senyum manis yang masih terpatri dibibir mungilnya
Vano berjongkok didepan kursi roda Fara, ia melihat mata indah Fara yang membuat jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya.
"Van, ibu aku gak tau kan kalo aku masuk rumah sakit?" tanya Fara kepada Vano yang sudah berjongkok didepannya.
Vano yang mendengar pernyataan Fara terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Ia teringat perkataan ibu Fara tempo hari yang sangat menyakitkan baginya.
-Flashback Dua hari yang lalu
"Permisi" ujar Vano dengan sesekali mengetuk pintu.
Pintu terbuka menampilkan perempuan paruh baya yang terlihat masih sedikit muda. Vano tersenyum tipis, ia gugup berhadapan dengan ibu Fara seperti sekarang.
"Kamu? Siapa?" tanya Santi dengan muka datarnya
"Vano tante" ujar Vano dengan menjabat tangannya
"Santi" ujar Santi seraya membalas jabatan tangan Vano, sesudahnya Santi menyuruh Vano masuk kedalam rumahnya.
"Ada keperluan apa kamu kesini?" tanya Santi begitu mereka ada diruang tamu
"Saya mau bilang jika Fara masuk rumah sakit tante"
"Anak sialan itu lagi lagi masuk rumah sakit, sakit apa dia?" tanya Santi yang sudah tak seramah tadi, meskipun tadi juga terlihat datar namun kali ini lebih datar lagi bahkan mukanya memerah menaham amarah
"Kemarin kata dokter Fara cuman lelah aja tante, tante gamau jenguk Fara?"
"Saya? Jenguk anak sialan itu sama sekali nggak berguna! Dan kamu, jangan harap saya menyetujui hubungan kamu dengan dia. Urus aja anak sialan itu, bahkan kalo perlu gausah bawa dia pulang kesini!" emosi Santi dengan jarinya yang menunjuk-nunjuk kearah Vano.
"Emangnya kenapa tante keliatan benci sama anak tante sendiri?" tanya Vano dengan muka datarnya
"Kamu gaperlu tau! Sekarang kamu boleh keluar dan untuk anak sialan itu suka suka kamu mau apakan dia" ujar Santi lalu berlenggang pergi dengan mata yang memerah
Vano yang melihat ibu Fara melenggang pergi begitu saja mengepalkan tangannya erat. Hatinya sangat sakit mendengar penuturan yang tak baik dari ibu pacarnya sendiri. Bahkan sangat terlihat bahwa ibunya Fara sangat tidak perduli dengan keberadaan dan kondisi Fara.
Dengan ini, Vano semakin bertekad untuk menjaga dan melindungi kekasihnya.
- Off
"Van, hey kamu bengong?" tanya Fara dengan tangannya yang menepuk pipi Vano pelan.
"Eh, enggak kok. Kamu nanya apa tadi?"
"Aku tanya, kalo ibu gak tau aku masuk rumah sakit kan?"
"Nggak kok, dua hari lalu aku bilangnya kalo sekolah kita lagi ngadain acara selama satu minggu" ujar Vano dengan tersenyum, ia meminta maaf didalam hati karena sudah melakukan kebohongan.
"Ibu percaya?" tanya Fara yang membuat Vano mengangguk
"Lagian kenapa kamu harus capek capek cuma buat ngasih tau ibu yang akunya tau kalo ibu juga pasti gaperduli, bahkan kalo aku mati pun ibu gaakan perduli" ujar Fara dengan mata yang menerawang keatas langit
"Aku bersyukur, setidaknya masih ada ibu yang selalu jadi alasan aku buat tetap bertahan, walaupun ibu juga yang jadi alasan aku menyerah" ujar Fara lagi dengan tersenyum perih.
Vano memeluk Fara dengan erat, Fara hanya diam tak membalas. Vano sangat sakit melihat Fara yang menahan beban sendirian, walaupun Vano tak tahu pasti sebab dan akibatnya apa. Tapi melihat Fara terluka, hatinya pun ikut terluka melihatnya.
Dan sore itu Fara dan juga Vano terus berpelukan menyalurkan kekuatan agar tetap bertahan apapun masalahnya. Lagi dan lagi tak ada hari dimana kebahagiaan menyambut mereka.
***