Chereads / Menikahi Putri Mafia / Chapter 28 - Kediaman Dokter George

Chapter 28 - Kediaman Dokter George

Mobil Judy baru saja memasuki halaman mansion Dokter George. Antony dan Judy melepaskan sabuk pengaman mereka lalu segera turun dari mobil.

Judy menekan bel mansion. Tidak lama kemudian, Dokter George membuka pintunya. Sosok tua berjenggot itu membelalak melihat Antony berdiri di hadapannya. Dia segera memeluk erat mafia tampan itu.

"Wah, sudah lama sekali tidak melihatmu, An. Bagaimana kabarmu?" sapanya dengan seulas senyuman di wajahnya.

Antony balas tersenyum kecil sebentar lalu menjawab, "Saya baik-baik saja, Dok. Sangat baik."

"Syukurlah. Bagaimana cedera bahumu? Sudah bertahun-tahun yang lalu, 'kan?" tanya Dokter George penuh selidik.

Lima belas tahun yang lalu sebelum Antony menjadi mafia pengawal, pria itu memang sempat dirawat di mansion Dokter George atas kecelakaan yang menimpa dirinya saat melaksanakan tugas bertransaksi obat-obatan terlarang dengan organisasi mafia lain di negara itu. Kegiatan transaksi itu harus diakhiri dengan adegan baku tembak karena petugas kepolisian berhasil menyergap aksi mereka. Antony harus terkena lima buah timah panas yang mengenai tulang selangka dan perutnya. Untung saja, Martin yang saat itu ikut, segera membantunya melarikan diri. Antony pun berhasil kabur bersamanya. Sementara itu, Martin juga berhasil membunuh beberapa polisi yang terlibat.

"Baik, Dok. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jawab Antony.

"Dokter George, sebaiknya kita berbicara di dalam. Antony masih lelah perjalanan jauh," sela Judy melihat raut wajah Antony yang terlihat sedikit kelelahan.

"Iya, Jud. Ayo kita masuk ke dalam," ajak dokter tua itu.

Ketiga pria itu pun melangkah masuk menuju ruang tamu mansion. Tampak Venda duduk di sana menyesap segelas teh lemon sembari membaca surat kabar yang tersedia di sana sebagai bahan baca pasien yang akan berobat di klinik Dokter George. Judy menghampiri istrinya, mengecup lembut dahi Venda.

Istri Judy itu menoleh ke arah Antony yang sedang menggendong ransel berukuran sedang di bahu. Venda pun berdiri menyapa sang mantan bodyguard.

"Hai, Antony! Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" Venda mengangkat kedua sudut bibirnya seraya mengulurkan tangan hendak mengajak Antony bersalaman.

Antony menyambut salam Venda dan membalas dengan segaris senyuman yang bertahan hanya tiga detik. "Baik, Nona," katanya.

"Hei, kau melupakan statusku? Aku sudah berganti status. Panggil aku Nyonya bukan Nona!" protesnya tegas. Venda lalu menyamankan duduknya lagi di atas sofa.

"Maaf, Nyonya. Sepertinya saya harus membiasakan diri. Seringnya bertemu dengan Anda dan Tuan Judy sebagai sepasang kekasih, kadang menjadikan saya lupa kalau kalian sudah menikah," jawab Antony terkekeh. Pria itu lalu mendudukkan tubuhnya di atas sofa, diikuti dengan Judy dan Dokter George.

"Ya, dan kau harus ingat hal itu dari sekarang, An. Kau sendiri kapan akan menikah? Rachel sudah lama menantimu jadi suaminya. Jangan terlalu lama menggantung status seorang wanita," ucap Venda mengingatkan. Baik Venda dan Judy tidak tahu kalau hubungan Antony dan Rachel sudah berakhir dan Antony tidak ingin membahasnya.

"Nanti ada waktunya, Nyonya," sahutnya singkat kemudian melirik pinggang Venda yang terluka. "Luka itu, apa tidak apa-apa sekarang?" tanyanya.

"Sudah lebih baik. Dokter George melakukan tugasnya dengan baik. Dia dokter yang hebat!" puji Venda.

Dokter George yang mendengar perkataan Venda hanya tersenyum malu-malu menanggapi.

"Ya, dia memang hebat. Saya pernah dirawatnya lima belas tahun yang lalu di sini dan tidak ada keluhan sama sekali hingga sekarang," tambah Antony memuji sang dokter.

"Kau terlalu banyak memuji, An. Semua yang kulakukan adalah bentuk kemanusiaan," sahut Dokter George merendah.

"Setidaknya saya bisa hidup sampai sekarang juga adalah berkat tangan dingin Anda, Dokter." Antony terkekeh menoleh ke arah sang dokter yang sontak memperlihatkan air muka tersipu malu.

Judy yang mendengar obrolan di antara mereka ikut terkekeh. Dia lalu berkata kepada Antony, "Sebaiknya aku tunjukkan kamarmu sekarang. Dokter George sudah mempersiapkannya sejak kemarin." Judy melirik Dokter George dan disambut anggukan hangat pria tua itu.

Antony dan Judy kemudian bangkit berdiri. Mereka berjalan menuju sebuah kamar di lantai yang sana dengan klinik. Kamar bernuansa biru, berukuran tiga puluh meter yang sudah dipersiapkan untuk Antony.

"Ini kamarmu, An," ucap Judy.

"Apa kita bisa segera membahas mengenai penyerangan kemarin, Tuan?" tanya Antony.

"Sial! Kau memang seorang workaholic!" sahut Judy kesal. Dia lalu menambahkan ucapannya, "Istirahatlah dulu. Kita bisa membahas hal itu setelahnya. Tempat ini cukup aman untuk disinggahi sementara."

"Baiklah, jika Anda memaksa, Tuan Judy," ucap Antony menyengir.

"Don't mention it." Judy hanya mengayunkan telapak tangannya kemudian membalik badan keluar dari kamar Antony.

***

Seorang wanita berjalan menuju pintu ruang kerja direktur Minestone Corporation. Sebelah lengannya membawa beberapa berkas yang harus dicek dan ditandatangani oleh direkturnya. Millie—sang sekretaris hendak masuk menemui direkturnya, Radit.

Tok-tok-tok!

Suara ketukan pintu terdengar. Radit yang masih sibuk dengan laptop di hadapannya mengangkat wajahnya. Melihat Millie yang masuk ke dalam. Wanita berbusana tertutup berwarna pastel itu memberi hormat setengah membungkuk kepada Radit.

"Pak, ini proposal kerja sama yang Anda inginkan." Millie meletakkan map berkas itu di atas meja. Kemarin Radit menyuruhnya membuat proposal kerjasama yang akan ia tujukan untuk Mer corporation.

"Terima kasih, Millie," sahutnya tersenyum sembari membuka map berkas itu dan membacanya sekilas.

"Apa Anda mempunyai hubungan dengan Mer Corporation? Mereka perusahaan yang bagus tapi untuk menjalin kerja sama sepertinya agak sulit karena akan memakan waktu lama. Bapak Merlin Darmawan terlalu selektif memilih perusahaan yang akan diajaknya bekerja sama jika mereka tidak cocok dengan visi dan misinya," tanya Millie tiba-tiba. Kedua alisnya hampir bertaut saking penasaran karena Radit tiba-tiba menginginkan sebuah proyek kerja sama dengan Mer Corporation.

"Saya mengenal Bapak Merlin Darmawan. Kita tidak akan pernah tahu jika kita tidak mencobanya, bukan?" Radit balik bertanya retoris.

"Ya, terserah Anda saja. Setidaknya proposal kerja sama itu sudah saya buat dengan seadil-adilnya untuk Minestone dan Mer Corporation. Tinggal mereka saja yang akan memutuskan bagaimana kelanjutannya," jelas Millie.

"Ya, saya akan memeriksa dokumen ini. Jika sudah selesai, besok kita akan ajukan proposal kerja sama ini saat meeting bersama mereka." Radit mengangguk sangat percaya diri.

"Kalau begitu saya mohon diri, Pak." Millie sedikit membungkuk lalu membalik badannya keluar dari ruang kerja direktur Minestone.

Direktur Minestone yang masih berusia dua puluh tujuh tahun itu meneruskan pekerjaannya. Lembar demi lembar dokumen yang dibuat sang sekretaris dibacanya dengan seksama.

Kling!

Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Radit melirik ponsel di atas meja. Pesan dari Redita—sang kekasih.

Redita : Sayang, apa kamu ada waktu untuk makan siang denganku?

Radit melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Sebentar lagi memang waktunya makan siang. Pria itu lalu mengetikkan balasan untuk Redita.

Radit : Tentu saja. Kamu ingin makan siang di mana?

Terkirim!

Tidak lama kemudian balasan masuk.

Redita : Like Fudy Restaurant sepertinya tempat yang bagus. Aku ingin mencobanya.

Sebuah senyuman tersungging di bibir Radit.

Radit : As you wish, Honey.

Radit lalu meletakkan ponselnya kembali di atas meja. Dia bangkit dari duduknya bersiap-siap untuk pergi makan siang bersama Redita.