"An! Antony!" Judy setengah berteriak memanggil Antony yang tiba-tiba terdiam.
Antony tersentak kaget mendengar suara berat Judy. Membuyarkan pikirannya tentang mafia The Fog Shadow yang memenuhi kepalanya. Sontak dia mengerjapkan mata menatap Judy dan Venda yang masih berada di hadapannya.
"A-ada apa?" tanyanya.
"Hah .... Kenapa kau jadi terdiam tiba-tiba?"
"Saya memikirkan Martin dan Redita. Tadi siang mafia The Fog Shadow menyerang mereka."
"Maksudmu?" tanya Judy, air mukanya serius. Meminta penjelasan lebih lanjut. Venda yang mendengar ucapan Antony ikut membulatkan matanya terkejut.
"Pulang makan siang, mereka diserang dengan senjata saat masih berada di dalam mobil. Untung saja mobil Tuan Merlin anti peluru hingga tidak mampu menembus kacanya," tutur Antony bercerita.
"Lalu?"
Pria itu lalu meneruskan ceritanya sesuai dengan apa yang ia dengar dari mulut Redita. Air muka Judy berubah tiba-tiba. Dia menghantam meja di dekatnya dengan tinjunya yang kuat. Sangat geram. Dua gelas kosong sisa orange jus di atasnya hampir saja jatuh dan pecah.
Venda terperanjat kaget melihat reaksi sang suami. Segera diusapnya punggung dengan lembut. "Tenang, Sayang."
"Ven, mereka sudah keterlaluan. Berani membuatmu dan Martin terluka. Selain itu mereka menyakiti adikku," sahut Judy menoleh gemas kepada sang istri. "Kita pulang sekarang! Aku ingin memberi orang-orang itu pelajaran."
"Maksudmu kembali?"
"Iya, kita kembali ke Little Heaven. Aku tidak bisa bersenang-senang, sementara keluargaku terancam bahaya," timpal Judy serius.
"Tapi Tuan, jika Anda dan istri Anda kembali sekarang, Tuan Merlin pasti tidak akan setuju. Kalian sedang dalam masa bulan madu. Bagaimana bisa kembali karena hal ini?" ucap Antony tidak yakin.
Kemarin saja saat Judy membebaskannya dari penjara, Merlin terlihat sangat marah mengetahui hal itu. Mereka harus tetap berbulan madu hingga sang istri puas dan meminta kembali ke negaranya tanpa paksaan. Itu adalah salah satu aturan yang dibuat oleh Merlin. Membahagiakan wanita.
"Aku tidak peduli. Ven boleh, ya?" pinta Judy dengan sangat.
Sang istri mengerucutkan mulutnya sedikit kesal. Walau ia memang sedang dalam masa pemulihan akibat luka itu, tapi keinginannya untuk melanjutkan bulan madu adalah yang paling utama. Jika Judy sudah kembali ke mansion Merlin tentu ia akan sangat sibuk mengurus perusahaan dan membimbing di salah satu kelas para mafia junior.
"Boleh asal kamu memberikanku uang jajan sepuluh kali lipat. Aku tidak ingin merasa diabaikan nantinya jika kita sudah kembali. Biarkan uang jajan itu kupergunakan untuk berbelanja segala macam keinginanku nantinya!" katanya dengan nada tinggi. Venda memang mempunyai sifat yang sedikit meledak-ledak.
Judy menghela napas pelan. Memandang sang istri dengan senyum manisnya lalu mengangguk. Ia selalu mengalah, tapi bukan karena ia tidak berkuasa dan berada di bawah kuasa sang istri, melainkan saking cintanya kepada Venda.
"Seratus kali lipat pun akan kuberikan, Sayang," ucap Judy.
Antony melirik dua orang yang sedang berdebat di depannya secara bergantian. Air mukanya seperti biasa menatap dingin. Tidak ada satu komentar pun yang keluar dari mulutnya. Sontak berdiri, hendak pergi dari tempat itu.
"Hei, kau mau ke mana, An?"
Antony menoleh lalu menjawab, "Mandi. Melihat kalian sedikit berdebat membuatku gerah."
"Kau akan terbiasa merasakan suasana seperti ini nanti jika sudah menikah!" seru Judy.
Antony mengedikkan bahunya tidak peduli. Kemudian berjalan masuk kembali ke dalam mansion.
"Kau lihat, tatapan Antony itu dingin sekali. Kadang membuatku merasa di kutub jika berada di dekatnya. Aku ragu dia memiliki kekasih," cetus Venda dengan tangan terlipat di dadanya.
"Ada, Sayang. Rachel namanya. Ah, kau belum mengenalnya. Dia wanita yang cantik," ucap Judy sembari tersenyum.
"Kau memuji wanita lain di depan istrimu?! Ck .... Judy, kau sungguh menyebalkan!" Venda memukul dada bidang Judy dengan jemarinya yang lentik. Matanya melotot kesal dengan rahang yang mengatup gemas.
Wanita itu berdiri dari duduknya. Hendak meninggalkan sang suami di tepi kolam sendirian. Dia berjalan menghentakkan kakinya yang mengenakan sandal rumahan. Hentakan kakinya menggambarkan dirinya yang sedang marah.
Judy ikut bangkit berdiri. Menyusul langkah sang istri. Dia sontak melingkarkan kedua tangan kekarnya dari belakang pinggang Venda lalu berbisik, "Semua wanita itu cantik tapi yang paling menggetarkan hatiku hanya kamu, Ven." Judy menopang dagunya di atas bahu Venda. Memperlihatkan sikap manjanya untuk merayu wanita itu agar tidak jadi marah.
Mendengar pujian yang keluar dari mulut Judy membuat Venda sedikit tersenyum tapi dia masih ingin berpura-pura marah kepada suaminya. Dia dengan sengaja membuka paksa tangan Judy dari lingkar pinggangnya. Namun, sang empu tangan tidak mengizinkan. Mengeratkan pelukannya lalu memutar tubuh Venda.
"Aku tahu kamu tidak benar-benar marah." Tangan Judy terulur mengangkat dagu sang istri. Venda membalas dengan setengah ulasan senyum. Tanpa membuang-buang waktu, pria itu pun menciumnya dengan hangat.
"Sial! Kamu selalu berhasil merayuku!" serunya di sela-sela ciuman mereka.
"Aku tahu kamu sangat mencintaiku," sahut Judy.
Venda pun membalas lumatan bibir yang dilakukan Judy. Sambil melakukan lumatan, Judy melangkah maju dan memaksa Venda melangkah mundur. Tidak ada kata malu di antara mereka walau tempat itu bukanlah villa yang mereka sewa. Dokter George pun terlihat tidak peduli dengan aksi pasangan pengantin baru itu. Keduanya lalu meneruskan keromantisan mereka di dalam kamar.
***
Antony baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah dengan handuk yang melilit setengah tubuhnya. Pria itu mengambil tas ranselnya. Dia belum membereskan pakaian yang ia bawa sejak tiba di mansion Dokter George. Diambilnya sebuah kaos oblong berwarna hitam berpadu dengan jeans hitam yang ia pakai sejak tadi.
Kling!
Sebuah pesan WA masuk ke dalam ponselnya. Antony melirik ke layarnya. Pesan dari Rachel.
Rachel : Bagaimana kabarmu, An?
Antony sontak mengernyit membaca pesan itu. Wanita masa lalunya tiba-tiba menghubunginya lagi. Dia hanya menghela napas kasar saat membacanya. Tidak ingin merespon pesan Rachel.
Tidak lama pesan masuk datang kembali. Masih dari orang yang sama.
Kling!
Rachel : Aku tahu kamu marah. Aku hanya ingin meminta maaf.
Antony meraih ponselnya. Dia hanya membaca pesan itu dan menutup jaringan pribadinya.
"Tuan Merlin kenapa tidak membalas pesanku dari tadi? Apa dia marah?" gumamnya bertanya kepada dirinya sendiri.
Antony membuka menu kontaknya. Ia ingin menelepon Merlin dan menanyakan keadaan di sana. Baru saja ingin memilih lambang hijau telepon, sebuah pesan WA masuk kembali.
Kling!
Rachel : Aku merindukanmu.
Melihat kalimat itu membuat Antony mengernyit. Tidak ada yang salah dengan kata merindu, dan jauh di lubuk hatinya mungkin dia pun merasakan perasaan itu. Namun, merespon pesan dari Rachel merupakan pantangan bagi Antony sekarang. Pria itu lalu mengabaikannya.
Belum ada lima detik pengabaian yang ia lakukan. Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Sebuah nama yang ia hindari meneleponnya. Rachel memanggil.