Antony mengerjapkan matanya. Dia meraih ponsel dari atas meja kecil di samping ranjang berukuran queen size kamar tidur. Waktu menunjukkan pukul empat sore.
Mengangkat tubuh bangun dari rebahnya, Antony mengucek mata yang masih sedikit mengantuk. Perjalanan panjang membuat ia sedikit lelah dan lelah itu pun sudah terbayar dengan tidur siang selama tiga jam setelah ia menelepon Martin tadi siang.
Sebuah pesan WA masuk ke ponselnya. Pesan dari Merlin. Sontak Antony melebarkan bola matanya.
Merlin : Apa sudah ada kabar siapa yang menyerang dan menembak anak dan menantuku?
Antony menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Terlebih Antony memang belum berdiskusi dengan Judy yang terlihat santai menanggapi penembak istrinya yang memang tidak terluka parah.
Antony : Tuan Judy belum membahasnya terlalu jauh karena ia menyuruh saya beristirahat lebih dulu.
Terkirim!
Sebuah balasan datang kembali.
Merlin : Redita dan Martin baru saja mengalami musibah. Mafia dari The Fog Shadow hampir menembak mereka hari ini.
Mata Antony sontak membulat. Segera bangkit berdiri dan mencoba menghubungi Martin. Namun ponselnya tidak bisa dihubungi sama sekali. Antony lalu menghubungi Redita. Tiga kali suara nada sambung terdengar jelas. Tidak lama kemudian Redita menjawab panggilannya.
"Antony!" teriaknya tanpa basa-basi.
Antony sontak menjauhkan speaker ponsel dari jangkauan indra pendengarnya. Setelahnya dia mendengar suara Redita yang mengomel tidak karuan, omelannya sangat panjang dengan nada suara yang tinggi. Namun, pria itu menjawab Redita dingin.
"Ya, Nona?"
"Antony, apa kau mendengarku?" tanya Redita tidak yakin.
"Tentu," Antony sedikit berbohong. Bagaimana ia bisa mendengar dengan jelas, jika suara Nona Mudanya terdengar tinggi dan cepat seperti tidak ada koma dan titik sebagai penjeda?
"Antony, Martin terluka. Kami diserang mafia dari The Fog Shadow. Mereka hampir membunuhku dan Martin," jelas Redita dengan napas memburu tidak teratur.
"Sebaiknya Anda mengatur napas terlebih dahulu kemudian berbicara agar saya bisa mendengarnya dengan jelas," saran Antony saat mendengar suara Redita.
"Baik-baik ...." Redita mengalah. Dia mulai mengatur napasnya di panggilan itu. Terdengar suara terengah-engah dari napasnya yang membangkitkan sedikit hormon testosteron Antony.
"Ceritakan dengan jelas," ucap Antony lagi.
"Kau tahu, aku dan Martin baru saja pulang makan siang di Lucky Fudy restaurant siang tadi. Dalam perjalanan kami di sebuah persimpangan lampu merah lalu lintas, ada dua orang pengendara motor yang mengarahkan senjatanya kepada kami. Mereka menembak dan membuat kaca mobil retak. Bersamaan dengan lampu hijau yang menyala, mereka berlalu dengan cepat dan kami mengejarnya hingga akhirnya mereka jatuh dari motor. Aku meringkus salah satunya dan Martin berhasil membunuh yang satu. Sayangnya, tawananku kabur ketika ada temannya datang dan membawanya," Redita menjelaskan dengan panjang lebar.
"Saya dengar kalian hampir tertembak."
"Apakah berita ini sudah sampai di telingamu?" Redita terkejut.
"Ya. Tuan Besar baru saja mengatakannya lewat pesan WA."
"Ayah?"
"Siapa lagi? Anda tidak apa-apa 'kan, Nona?"
"A-aku hanya terkena pukulan di perut dan wajah. Sialan! Orang itu membuat wajahku memar."
"Apa Anda tahu orangnya? Saya akan memburunya dan membuat perhitungan," sahut Antony dingin. Walau ia sudah bukan pengawal Redita, segala yang berhubungan dengan luka yang diderita wanita itu karena seseorang, akan ia balaskan walau hanya setitik.
"Tidak apa, An. Aku sudah ke klinik Dokter Anne. Martin yang parah. Dia tertembak di bahu dan kehilangan banyak darah. Sekarang Dokter Anne sedang merawatnya karena Martin sempat pingsan saat tiba di Mansion," jawab Redita lagi.
"Astaga! Pantas saja ponselnya tidak aktif. Apa saya harus pulang dan membantu kalian?" tanya Antony. Dia sangat terkejut teman sejawatnya mengalami hal yang buruk.
"Jika urusan di sana sudah selesai, kau bisa pulang."
"Ya, Nona."
"Sudah dulu, An."
Redita menyudahi panggilannya. Antony mengacak rambutnya frustrasi. Dia tidak menyangka ada hal buruk yang menimpa Nona Muda dan temannya saat ia tidak berada di sana.
Tiba-tiba Antony teringat dengan pesan yang dikirim oleh Merlin sebelum ia menjawab panggilan Redita. Segera, jemari itu dengan lincah bergerak di atas keyboard ponsel, mengetikkan balasan untuk Merlin.
Antony : The Fog Shadow? Kita tidak mempunyai hubungan dengan organisasi kecil itu.
Terkirim!
Antony menunggu balasan Merlin. Dia mondar-mandir di dalam kamar seperti orang bingung yang tidak tahu harus melakukan apa karena Merlin tidak segera membalas pesan itu lagi. Merlin pun tidak memberi instruksi selanjutnya.
Tidak lama kemudian, pria itu memutuskan keluar kamar untuk berkeliling mansion. Di depan kamar, pandangannya berkeliling. Suasana mansion terlihat sepi. Dokter George sangat sibuk sore itu karena kedatangan banyak pasien. Antony melangkah ke ruang tengah mencari Venda dan Judy. Namun, hanya ada Betty—sang asisten rumah tangga.
"Maaf, apa kau melihat Tuan Judy dan istrinya?"
Betty yang terkejut segera menjawab, "Mereka di pinggir kolam tadi."
"Terima kasih."
Betty tidak berkata apa-apa lagi. Antony lalu melangkah keluar. Tampak Venda dan Judy sedang bersantai di pinggir kolam renang, tapi mereka hanya berjemur dan tidak melakukan aktivitas olahraga tersebut. Mungkin jika luka tembak Venda sudah mengering, dia akan melakukannya.
Betapa muaknya Antony tiba-tiba melihat mereka. Seraut air muka sedikit tidak suka pun terpancar. Saat ayah mereka sangat mengkhawatirkan keadaan putra dan menantunya di negeri nan jauh dari Legiland, mereka terlihat santai seperti tidak terjadi apa-apa. Bersantai meneruskan bulan madu yang tertunda. Namun, bukan di tempat wisata atau sejenisnya melainkan di mansion Dokter George yang memiliki fasilitas lengkap liburan.
"Ehem!" Antony memecah keasyikan suasana romantis pasangan pengantin baru itu.
Keduanya terkejut, sontak menengok bersamaan. Melihat Antony yang memandang dengan tatapan dingin. Judy segera mengangkat tubuhnya dan duduk dengan posisi sempurna. Menyapa mafia senior itu sembari tersenyum.
"Hei, An. Sudah bangun rupanya."
"Iya, Tuan." Antony kemudian duduk di salah satu bangku panjang.
"Tadi saat kau sedang tidur, aku meminta data penjualan pabrikan senjata ilegal Ayah," katanya kemudian mengambil ponselnya dan memperlihatkan data-data tersebut selama setahun terakhir.
Antony segera mengubah air mukanya dan langsung dan melihat layar ponsel itu serius. Ada ratusan pelanggan dari dunia hitam yang memang melakukan transaksi secara ilegal. Walaupun pada dasarnya Mer Industri tidak menjual barang-barang itu hanya kepada para mafia dunia. Mer Industri juga menjualnya kepada pemerintahan, khususnya sebagai pemasok kebutuhan para militer baik dalam maupun luar negeri.
"Apa Tuan yakin? Mer Industri tidak hanya menjual kepada sesama mafia dari dunia hitam. Beberapa ada yang membeli senjata itu dari pemerintahan," sahut Antony sambil melihat data-data pembeli senjata dalam layar ponsel Judy.
"Pemerintah tidak akan mungkin menggunakannya sebagai alat membunuh warga sipil, An."
"Yeah, tetap saja."
"Berdasarkan peluru yang ditemukan, itu adalah keluaran baru tahun ini," tambah Judy lagi.
Venda yang sedari tadi diam lalu ikut berkomentar, "Entah mengapa aku curiga dengan The Fog Shadow itu."
"Kenapa The Fog Shadow?" Judy mengernyit bingung.
"Kelihatannya tidak terkenal. Pasti mafia kecil. Mafia besar tidak akan seceroboh itu menembakkan senjata mereka kepada anak dan menantu dari seorang pemasok senjata, kecuali jika mereka terang-terangan ingin mencari masalah," jelas Venda sangat yakin.
Antony yang mendengar penjelasan Venda lalu bergeming sejenak. Ada kemiripan nama pelaku jika memang dikaitkan dengan organisasi mafia itu. Tadi siang Redita dan Martin pun diserang oleh orang dari organisasi yang sama.