Chereads / DISTRIK 25 : Sebuah Mimpi Buruk / Chapter 16 - Olahraga Santai

Chapter 16 - Olahraga Santai

Ku ganti perban di tanganku, kembali bersiap untuk latihan. Masih kaku tetapi sudah tidak begitu nyeri. Tangan kiri ku pun sudah dapat di gerakan dengan sempurna. Aku benar-benar beruntung memiliki tubuh yang sangat kuat ini.

Tidak ada bang Arlan, tidak ada yang berteriak nyaring memekakan telinga. Semuanya berjalan seperti biasa hanya sedikit lebih tenang. Arah pandangku tertuju pada pria yang sedang melilitkan kain di telapak tangannya, dia telah siap untuk kembali bertarung. Dia melakukan peregangan dengan menggerakan kepala, lengan dan kakinya bergantian, hal itu membuatku merinding tiba-tiba.

Untuk kesekian kalinya dia menyadari pandanganku, dia menoleh dan menatapku beberapa saat sebelum berlari melakukan pemanasan. Mata indah, struktur wajahnya yang sempurna menjadi sangat mengerikan dengan sikap diamnya itu.

Menurut kabar yang ku dengar, bang Athan merupakan anggota dari para elit Negara yang masih sangat muda. Tidak heran jika dia memiliki sikap yang tidak seperti masyarakat pada umumnya, dia sangat menjaga perilakunya, bahkan dia tidak berteman dengan siapapun. Sing dan Modi hanya pernah melihatnya mengobrol dengan bang Arlan, itu pun hanya sekali dan hal itu pula yang menyebabkan tersebarnya rumor kalau pria bermata indah itu bakal pengganti ketua pasukan hijau kelak.

Aku mulai berlari dengan perlahan, aku tidak ingin membuat kaki ku kembali sakit setelah beberapa hari berturut-turut selalu cidera cukup parah. Berlari dengan keadaan satu mata masih di perban sangat tidak nyaman untukku. Dalam setiap langkah, ku rasakan nyeri yang menjalar dari ujung kaki ke seluruh tubuhku. Baru satu putaran penuh, aku sudah memutuskan untuk beristirahat.

Para pasukan hijau tidak menegur ataupun memarahiku, ku rasa mereka benar-benar sedang bersikap lunak terhadap kami kali ini.

"Jangan paksakan dirimu, tubuhmu tidak akan sanggup."

Segera ku toleh seseorang yang berbicara itu, Athan, dia sedang duduk tak jauh dariku sambil mengamati lapangan. Ah, ku kira dia masih berlari.

"Hari ini mereka tidak akan menekanmu seperti biasa, kamu bisa beristirahat," ujarnya lagi, kali ini dia menoleh ke arahku dan membuatku paham kalau dia memang sedang berbicara denganku.

"Kamu mengkhawatirkanku?" tanyaku yang langsung membuatnya kembali memandangi lapangan.

"Jawab saja, iya atau tidak," kataku.

"Aku khawatir. Aku khawatir kalau aku melihat seseorang mati konyol tepat di hadapanku," sahutnya ketus. Kalimatnya itu sangat membuatku terkejut dan kesal sekaligus.

"Hei ! Calon pasukan hijau yang paling cantik jelita, kamu mau ini?" sapa seseorang yang tidak ku temui sejak kemarin, Ge menghampiriku yang masih menatap kesal bang Athan.

"Ami !" bentaknya membuatku langsung menoleh dan menghiraukannya. "Kenapa?" tanyaku.

"Kamu menyukainya? Pandanganmu bahkan tidak teralihkan,"

"Hah, aku membencinya," sahutku sambil mengambil buah jambu merah yang ada di tangan Ge.

"Aku juga," ujar Ge yang ikut duduk di tepi lapangan. Jawabannya itu sama sekali tidak membuatku tertarik, Ge memang selalu membenci pria yang lebih tampan darinya.

Aku menghunjurkan kaki sambil menggerakkannya pelan. Ujung sepatuku masih sangat bagus mengingat aku selalu mendapatkan luka dan cidera di bagian kaki sejak awal datang ke tempat ini.

Aku menanyakan kepada Ge mengenai Sam dan dirinya yang sama sekali tidak tampak kemarin. Dia bilang, dia tidak tahu tentang Sam karena semua tim berlatih di tempat yang berbeda.

"kami berlatih di arena bawah tanah. Kami berkuda dan memanah disana, benar-benar menyenangkan," Dia menceritakan dengan gestur. "Kalian? Apa kalian berlatih membunuh kemarin? Kalian semua memakai perban,"

"Ku rasa kami lah yang akan dibunuh. Benar-benar melelahkan,"

"Tapi kalian tidak mati, itu keren. Artinya kalian telah terlatih dan menjadi kuat,"

Plakk!!

Ku pukul keras kepala pria menyebalkan itu hingga membuatnya mengaduh. "Kalau kamu tidak menculikku, aku tidak akan menjadi seperti ini tau! Kamu bahkan masih bisa menertawan kami yang hampir mati?"

"Aku tidak menertawakan kalian, aku memuji kalian. Katamu tadi kalian akan dibunuh, tetapi kalian hanya cidera, itu bagus karena kalian kuat dan mampu melawan,"

"Apa bagusnya melihat dengan mata sebelah dan beraktifitas hanya dengan satu tangan begini, hah?" Kembali ku pukul dengan keras tubuh Ge, aku benar-benar kesal mendengar kalimatnya.

"Aku bahkan kesulitan makan karena bekas jahitan ini, sangat nyeri."

"Ahh ! Kalian berisik sekali !" Athan merebahkan tubuhnya di atas rerumputan dengan kedua lengannya sebagai alas kepala.

Aku dan Ge tidak mempedulikannya, kami hanya menoleh dan kembali membicarakan hal yang ingin kami bahas. Ge bercerita kalau dia bersama tim berlatih berkuda dan bertarung, mereka seolah-olah mengejar penjahat lalu menangkapnya. Mereka juga berlatih memanah dengan buah apel yang di letakkan di kepala temannya yang lain. Ge sangat antusias menceritakannya, dia juga bilang kalau dirinya sangat ingin kembali dan melakukan kegiatan itu.

Aku tidak tertarik untuk menceritakan hari kemarin, seharusnya tanpa ku beritahu dia telah mengerti apa yang terjadi sehingga keadaanku menjadi sangat menyedihkan seperti ini. Aku memandang jauh ke arah teman satu tim ku berlari dan berlatih, mereka masih semangat hanya saja lebih santai. Seperti ketika jam olahraga tetapi gurunya sedang libur, sehingga para murid dibiarkan bermain di lapangan tanpa di awasi.

"Oh itu," gumamku saat melihat para pasukan hijau sedang mendorong troli berisi banyak sekali minuman merah.

"Kamu juga meminum 'minuman darah'?" tanyaku pada Ge yang masih bercerita tetapi tidak ku hiraukan.

"Minuman darah?" Dia berpikir sejenak, otaknya masih di penuhi kisahnya kemarin. "Oh iya, minuman alkohol merah itu kan? Ahh rasanya benar-benar enak dan menyegarkan," imbuhnya.

"Kamu juga merasakannya?" tanyaku polos.

"Tentu, hanya meminumnya satu teguk aku sudah sangat senang dan tenagaku kembali pulih sepenuhnya,"

Aku memandanginya datar, aku tidak tau harus berekspresi seperti apa karena aku belum pernah merasakannya.

"Minuman itu terasa hambar di mulutku," kataku. Aku juga menjelaskan bagaimana tekstur minuman itu yang terasa seperti berlemak dan licin di tenggorokan.

Ge melengo sesaat, lalu dia menertawakanku. Dia turut berduka atas rusaknya indra pengecapku yang tidak akan lagi membuatku dapat merasakan manisnya dunia. Anak ini benar-benar membuatku naik darah.

"Cobalah lagi nanti malam. Ku dengar, mereka akan membagikannya kepada semua Anak Anggota. Mungkin lidahmu akan kembali normal setelah memakan nasi," ujarnya seraya menampakkan deret giginya.

"Kita sudah berusia legal untuk meminum alkohol, kan? Ku rasa aku akan meminumnya banyak mala mini," Ge ikut menghunjurkan kakinya sambil meregangkan otot lengannya.

"Apa kamu sudah memiliki kartu identitas penduduk?" tanyaku. Ge langsung menoleh dengan ekspresi terkejut. Aku sangat yakin dia masih belum mengurusnya sejak kami lulus sekolah sekitar lima tahun yang lalu.

"Apa itu artinya aku masih belum legal?" tanya nya. Aku hanya mengangkat kedua bahuku tidak berminat untuk menanggapinya lebih.

***