"PYARRR ..." . satu set gelas yang berjumlah 12 gelas terjatuh dari tanganku . Hampir saja badanku jatuh kelantai , namun Rey berhasil menangkapku tepat waktu dan kini aku berada di gendongannya . Mata kami saling bertatapan . "Kamu memang cantik Gya , pantas saja Dito bahkan Rama jatuh cinta " .
Belum sempat aku menjawab kata-kata Rey , terdengar suara Ita yang berteriak . "APA YANG KALIAN LAKUKAN !".
Ita berdiri mematung melihat kami berdua. Kondisi semakin tidak kondusif , pecahan gelas berserakan dilantai bahkan aku kira ada salah satu potongannya yang sudah mengenai kaki Rey yang kini masih menggendongku. "Ta , aku bisa jelaskan !" . Aku mencoba menenangkan Ita yang terlihat kaget dengan situasi saat ini. Ita masih diam disana dan tak bergerak dari tempatnya berdiri berteriak sebelumnya.
Jelas bisa aku rasakan bagaimana kagetnya dia. Coba bayangkan saja sahabatnya yang sebenernya akan menikah tetapi karena sesuatu hal sehingga harus mengundur pernikahannya malah terlihat sedang di gendongan lelaki lain disaat calon suaminya sedang berdinas di Jayapura , ditambah lagi lelaki lain itu Rey Hardian yang mana sudah dianggapnya seperti saudaranya sendiri. "Kak, tolong turunin aku !" .
Cengkraman tangan Rey semakin kencang . Ia perlahan malah berjalan menuju sofa ruang tengah melewati pecahan gelas yang berserakan dilantai . Aku mencoba melepaskan diri dari gendongannya tersebut karena perasaan canggung dan malu dihadapan Ita , yang sangat jelas terlihat kaget melihat kami berdua. Aku mengeliat mencoba melepaskan diri , namun Rey justru menghentikan langkahnya dan menatapku. "Diam ! bahaya jika kamu turun disini , banyak pecahan gelas dilantai !". Rey nampak serius dan aku mencoba menurutinya agar tetap diam berada digendongannya.
Rey membawaku ke arah sofa dan menurunkanku disana . "Dasar ceroboh !" . sembari mengacak lembut rambutku serta tak lupa diakhiri dengan senyuman . Aneh , seharusnya dia marah padaku saat ini namun dia malah tersenyum dan kembali kedapur untuk membereskan kekacauan yang aku timbulkan sebelumnya .
"Tolong jelaskan apa yang aku lihat barusan , Gya Vanessa!" . Dihadapanku kini ada sahabatku yang memasang wajah penasaran menuntut penjelasan dariku . Dia berdiri tetap dihadapanku dan melipat kedua tangannya didepan dada.
"Duduk dulu , aku jelasin sekarang " . Aku menyarankan Ita untuk duduk disebelahku agar dirinya lebih tenang dalam mendengarkan penjelasan yang akan aku berikan .
Ita menuruti apa yang aku sarankan padanya . "Gya , ini apa ?" . Dia memang wanita yang tak sabaran sepertinya . Baru saja aku menarik nafasku tapi dia sudah menjejaliku dengan pertanyaannya lagi . Kutarik nafas dalam sekali lagi dengan kuat dan kuhempaskan kuat-kuat dihadapannya.
Gya : "Jadi ini bukan seperti apa yang kamu bayangin , ta "
Ita : "hmm tapi kenapa kamu bisa digendongan kak Rey ?"
Gya : "Kejadian yang sebenernya adalah..."
Ita : "Ada tikus pasti karena kamu takut akhirnya kamu lompat kearah kak Rey , iya kan ?"
Gya : "Bukan, tapi waktu aku mau ambil gelas tadi ..."
Ita : "Ada kecowa terbang dari dalam lemari terus kamu takut akhirnya kamu jatuh ditanggap sama kak Rey , iya kan ?" .
Gya : "bukan !"
Ita : "Terus kenapa , bukan terus dari tadi jangan-jangan cuma alasan aja karena kalian ketangkep berduaan ?"
Gya : "Enggak gitu , makanya dengerin dulu ! Tadi aku lagi mau ngambil gelas buat bikinin minum buat tukang tapi waktu mau turun malah gak seimbang jatuh terus kak Rey nangkep gitu "
Ita : " Oooohhhh begitu rupanya tapi kak rey makin ganteng aja ya kalo dilihat-lihat? "
Gya : "Ahhh mulai !" .
Rey menghampiri kami berdua, sepertinya dia telah membereskan kekacauan yang aku perbuat sebelumnya. ahh... benar aku malu rasanya sampai ingin berlari dan bersembunyi entah dimana. aku mengigit bibir bawahku sembari mencuri pandang pada Rey yang membawa secangkir teh ditangan kanannya. Tak kuasa aku untuk menatapnya langsung saat ini . Tuhan tolong keluarkan aku dari situasi memalukan ini .
Kumainkan jemari tanganku juga menarik kuku-kuku disana yang tak sengaja pada akhirnya terkelupas . Melemparkan pandangan kearah lain yang kini aku lakukan karena malu, walaupun sesekali tetap ku lirik lelaki yang duduk dihadapanku . Ia tersenyum ! aneh , setelah apa yang aku perbuat dan dia masih bisa duduk santai disana dengan senyuman ? . Gila !
Aku menarik nafas dalam "Kak Rey , aku minta maaf " . Dengan spontan aku menutup mataku ,aku rasa kali ini senyuman tadi akan berubah dengan makian atau mungkin wajah tak mengenakan, Entah aku tak ingin melihatnya .
"OK" .ucap Rey . Aku mengerutkan kening , mencoba berpikir apakah dia marah atau bagaimana jawabannya sangat singkat namun nadanya sangat hangat . Ku beranikan diri perlahan untuk membuka mata ,perlahan kulihat wajah Rey Hardian dari ujung mataku . Tersenyum ! . Kubuka mataku lebih lebar lagi untuk memastikan apakah itu benar senyuman atau mataku saja yang menipu.
aku membuat mataku membulat dan melepaskan gigitan bibir bawahku. Astaga ,ternyata dia benar tersenyum . Lelaki itu masih tersenyum . Dia duduk dihadapanku dengan menyilangkan kaki, matanya menatapku hangat . Aku benar-benar tak tau apa yang harus aku lakukan saat ini , tanggapan dari dirinya sungguh diluar perkiraanku. "Udah gak usah dipikirin , itu tehnya diminum dulu !" . sembari memberikan secangkir teh itu padaku .
"Astaga kak , itu tangannya luka !". Sorot mataku beralih pada gengaman tangan dicangkir yang hendak diberikan padaku. Terlihat sebuah goresan sedikit dalam disela jari telunjuk dan ibu jarinya , darah sepertinya hampir mengiring namun karena celah luka tersebut belum menutup dengan sempurna masih ada darah yang keluar dari celah tersebut. "Ini bukan apa-apa" . Rey menjawab singkat dan segera menurunkan gelas ke meja dihadapannya.
Aku segera bangkit . "Apanya yang bukan apa-apa , itu luka kalo infeksi gimana ?" . Ku bubuhkan sedikit penekanan dalam kalimat yang baru saja aku lontarkan pada lelaki itu . Ia sontak melipat kedua bibirnya dengan tatapanya yang kini mengarah kearah lantai , sembari mencoba menutupi lukanya tersebut. Aku melisik keseluruh sudut ruangan sebelum aku beranjak meninggalkannya . Dengan sedikit terburu-buru aku mencari obat merah untuk mengobati lukanya . Aku berjalan menyelusuri ruangan hingga mencapai dapur , namun sebelum kakiku menginjak keramik pada lantai dapur di dinding terlihat kontak P3K yang tegantung disana. Tanpa berpikir panjang ku ambil obat merah yang ada didalamnya bersama kapas serta tak lupa alkohol untuk menyeterilkan luka . Aku tak dapat hanya berdiam diri begitu saja, melihat seseorang terluka . Aku mahasiswa kedokteran yang nantinya akan disumpah menjadi dokter . Apakah aku pantas dipanggil dokter nantinya jika melihat hal tersebut hatiku saja tak tergetar untuk menyembuhkannya . Sebagai pengemban hal tersebut sejak saat ini aku berusaha untul memastikan setiap keluarga maupun teman berada dalam kondisi yang baik , mengapa begitu ? Aku tak dapat memastikan semuanya sehat karena keterbatasan jarak maupun kemampuan diriku untuk mengontrol semua dalam keadaan sehat. Dalam kondisi baik setidaknya sudah cukup bagiku , aku tak ingin menjadi dokter hebat dalam menangani pasienku tetapi terlihat seperti menelantarkan keluargaku sendiri nantinya. Membayangkan hal tersebut saja sudah membuatku bergidik ngeri . Astaga aku tak ingin itu terjadi .
Aku duduk bersimpuh dihadapan lelaki itu lalu menarik tangannya perlahan. Ia nampak tersentak dan mencoba menarik tanganya , namun tanganku lebih kuat kali ini. Aku meneteskan beberapa tetes alkohol pada kapas dan segera membersihkan lukanya perlahan. Ia nampak menyeritkan alis dan menggigit bibir bawahnya kuat. "Tahan ini sebentar kok , kak !" . Ucapku menangkan dirinya yang nampak kesakitan . Setelah membersihkan lukanya aku kemudian meneteskan obat merah yang dilanjutkan dengan menutup lukanya dengan kain kasa .
"EHEMM!" Ita berdeham dengan kuat. Sungguh aku melupakan hal penting sedari tadi . Aku terlalu larut akan rasa tanggung jawabku sebagai calon dokter . Aku lupa bahwa sahabatku Ita juga ada disana , bahkan duduk bersebelahan dengan Rey Hardian dikursi itu. Astaga jangan sampai dia menyalah artikan rasa tanggung jawabku barusan . Tuhan bantu aku .
Aku segera bangkit . "emmm.. kak itttuuu bakkal semm... buh !" . Ucapku dengan nada yang sedikit terbata. Aku mengalihkan pandangan ke arah Ita dan memberikan kode untuk berpindah tempat . Namun seperti biasanya dia justru menggodaku dengan memberikan gelengan kepala cepat . Aku menatapnya tajam . Rey yang berada diantara kami mulai curiga . "Kalian kenapa ?" .
Aku menghempaskan nafas kuat lalu dengan sedikit kupaksakan senyuman ku jawab ucapan Rey . "Enggak ada apa-apa kok , kak" . Kemudian ku sambar tangan Ita yang berda di sebelah Rey secepat kilat dan menariknya menuju kamar . "Ehh ... Kenapa nih ?" . ujarnya kesal.
Aku menutup pintu kamar rapat lalu kembali kepada Ita . Ita duduk menatapku sembari menyeritkan kedua alisnya . Sepertinya dia menuntut penjelasan dariku saat ini . Aku tau pasti dia heran dengan sikapku . Ita sebenarnya sudah mengetahui jika aku pernah menyukai Rey ketika kami masih kecil tapi bagaimana mungkin saat ini dia juga berpikiran sempit dan mendasarkan tindakan yang aku lakukan merupakan perasaan masa lalu yang mulai timbul kembali . Aku hendak mencoba memberi penjelasan , namun seperti biasanya dia mendahuluiku, menjejali pertanyaan yang menyesakkan telinga.
Ita : "Apa tadi maksudnya ? Kamu gak lagi melakukan hal bodoh kan ? , kamu cerita kalo kak Rey menyadari perasaannya terus gimana kalo dia bener-bener jatuh cinta ke kamu ? Kamu gila , inget Rama mau dikemanain ?, Mereka bersahabat jangan buat mereka bertengkar , Gya !"
Gya : "Tenang .."
Ita : "Gimana mau tenang ? Aku sahabatmu Gya , aku tau kalo kak Rey Hardian itu cinta pertamamu bahkan kamu selalu menyebutnya panggeran "
Gya : " Aku bisa jelasin , Ta" .
Ita : "Jangan konyol ! kamu punya Rama , inget tujuan kita kesini mau menyelesaikan ini biar kamu bisa nikah !"
Aku menahan emosiku jauh kedasar diriku bahkan ku hempaskan nafas berkali-kali agar dapat memilah kalimat yang tepat untuk membungkam mulut pedas dari sahabatku itu. "Itu rasa tanggung jawab " . ucapku perlahan .
Ita terdiam sejenak lalu menatapku seolah tak mengerti apa arti dari kalimat itu . Aku mengulanginya sekali lagi dengan nada yang percaya diri kali ini . "Ya , itu tanggung jawab !" . Aku menatapnya tajam untuk menyakinkan dirinya akan kalimat yang baru saja aku lontarkan .
Ita : "Jangan berdalih akui saja perasaan masa kecil itu tumbuh kembali, kan ?"
Gya : "Tolong... jangan coba memprovokasiku , aku tak ingin bertengkar denganmu , ta "
Ita : "Terus apa maksudmu dengan kak Rey adalah tanggung jawabmu ?"
Gya : "Bukan itu point yang harusnya kau garis bawahi !"
Ita : "lalu ?"
Gya : "Kau harusnya paham , kita ini mahasiswa kedokteran apakah tak ada sedikitpun rasa tergetar dihatimu untuk membantu seseorang yang terluka ?"
Ita : "Kau lupa ? kita dokter gigi !"
Gya : "Okee tapi kita tetap mahasiswa yang nantinya akan menyandang gelar dokterkan ?"
Ita : "absolutly but ... kenapa itu jadiin alasan ?"
Gya : "Hmmm.. okee aku hanya ingin menolongnya itu saja !"
Perdebatan kami cukup panjang , sulit sekali meyakinkan sahabatku tersebut. Bukan hanya karena dia cerdas dalam membaca situasi dan kondisi psikologis seseorang tapi sebenarnya dia satu-satunya orang yang berdiri menjagaku seperti algojo yang dimiliki kerajaan romawi kuno. Dia sanggup memenggal siapa saja dengan kalimatnya mencegah setiap orang yang akan berbuat buruk untuk mendekat. Ya Tuhan aku tak tau harus bersyukur atau marah pada kondisi seperti ini dengan adanya Ita disampingku. "Oke aku mau mandi dulu kalo gitu " . Pungkasnya mengakhiri debat panjang kami .
***
Sampai saat ini aku belum memberi tau Rama perihal keadaanku sejak aku tiba di Jakarta . Aku tau pasti dia akan sangat kesal dengan keputusanku karena terkhir kali kali dia ngotot agar aku tidak ikut campur untuk menyelesaikan masalah ini. Aku tak dapat membayangkan akan semarah apa dirinya jika ia mengetahui aku sekarang berada di Jakarta , ditambah lagi aku menginap di rumah seorang laki-laki.
Saat aku masih tenggelam dalam lamunanku di kamar , tiba-tiba ada panggilan video yang masuk . Disana tertera nama Rama , seketika jantungku berpacu kencang mungkin hampir copot sepertinya karena terlalu kencang . Astaga , dia meneponku disaat yang tidak tepat . Aku ada di rumah Rey bahkan terpaksa harus menempati kamar Rey dan sekarang apa yang harus kujelaskan padanya.
Aku mencoba berpikir keras dan meletakkan ponsel begitu saja di atas kasur , ponsel itu terus berdering , sepertinya Rama memang sedang menuntutku kali ini untuk menjawab panggilan video . Kali ini dering itu berhenti sejenak , namun sekarang berganti ponsel Ita yang berdering dan tertulis nama Rama disana . Ponsel Ita tergeletak di meja . Rama sepertinya mencoba mencari keberadaanku dan hendak bertanya pada Ita namun sama saja tak ada yang menjawab .
Ita yang telah selesai mandi masuk kedalam kamar . Ponselku sekali lagi berdering dengan nama Rama tertulis disana . Ita menyambar ponsel yang tergeletak di kasur lalu menjawab panggilan video tersebut . Ita mengarahkan kamera belakang ke arahku.
Rama : "Halo Gya ?"
Ita : " Halo Ram .." . Ita menyapa Rama tanpa memperlihatkan wajahnya .
Rama sepertinya segera mengenali interior kamar tersebut dengan nada sedikit keras ia mulai bertanya . "Kalian dimana !" . Ak mendelik ngeri menatap arah suaranya lalu berlari dengan cepat kearah Ita untuk membungkam mulutnya sehingga membuat tampilan gambar dalam panggilan video itu tidak beraturan . Rama masih menuntut penjelasan sekali lagi . "Gya ... kamu dimana !" . Tuhan bagaimana harus aku jelaskan padanya , keadaan begitu tak menguntungkan bagiku saat ini . Aku baru saja tiba di Jakarta dan akan memulai segalanya tapi kenapa ini terjadi .