Ita yang telah selesai mandi masuk kedalam kamar . Ponselku sekali lagi berdering dengan nama Rama tertulis disana . Ita menyambar ponsel yang tergeletak di kasur lalu menjawab panggilan video tersebut . Ita mengarahkan kamera belakang ke arahku.
Rama : "Halo Gya ?"
Ita : " Halo Ram .." . Ita menyapa Rama tanpa memperlihatkan wajahnya .
Rama sepertinya segera mengenali interior kamar tersebut dengan nada sedikit keras ia mulai bertanya . "Kalian dimana !" . Ak mendelik ngeri menatap arah suaranya lalu berlari dengan cepat kearah Ita untuk membungkam mulutnya sehingga membuat tampilan gambar dalam panggilan video itu tidak beraturan . Rama masih menuntut penjelasan sekali lagi . "Gya ... kamu dimana !" . Tuhan bagaimana harus aku jelaskan padanya , keadaan begitu tak menguntungkan bagiku saat ini . Aku baru saja tiba di Jakarta dan akan memulai segalanya tapi kenapa ini terjadi .
Rama : "Halo , Gyaa... bisa kamu jelasin dimana kamu sekarang !"
Gya : "Eemmm "
Rama : "JUJUR !"
Aku menghadapkan kamera ponsel kearah samping wajahku sehingga hanya separuh wajah yang terlihat diponsel Rama . Ayolah otak berpikir ! . Andai aku dapat menyapaikan apa yang sebenarnya terjadi tapi aku terlalu takut untuk berkata yang sebenarnya pada Rama . Aku tau dia akan kecewa atau bahkan marah karena sejak awal dirinya sudah melarangku untuk memecahkan masalah ini . Tuhan , tolong hambammu ini.
Rama : "Kamu dengar kan ? coba jelasin kamu dimana sekarang !.
Gya : " Jadi gini..."
Aku berencana untuk berkata jujur pada Rama ,mungkin dengan aku berkata jujur dia akan memaafkanku daripada aku harus berbohong yang nantinya akan menciptakan masalah yang lebih besar lagi. Namun belum sempat aku melanjutkan kalimatku, tiba-tiba Rey Hardian memanggil kami berdua untuk ikut dengannya ke supermarket. "Gya, Ita ayo ke supermarket kita penuhin kulkas" . Rey berteriak dari ambang pintu kamar .
Ekspresi wajah Rama seketika berubah dilayar ponsel , sepertinya dia nampak kesal . Aku menghadapkan layar ponsel kearah wajahku sehingga seluruh wajahku terlihat jelas disana. "Ram ... aku bisa jelasin semuanya" . Aku memintanya dengan memelas . Namun Rama hanya terdiam , menatapku dengan wajah yang tak dapat aku artikan baik-baik saja . Beberapa detik setelahnya dia memejamkan mata lalu menggeleng cepat dan mematikan panggilan video tersebut.
Aku melempar ponsel kearah kasur diikuti dengan kubanting tubuhku juga ke atas kasur . Aku mengutuki segala hal yang aku lakukan saat ini sembari menutup kepalaku dengan sebuah bantal. "Are you okay ?" . Tanya Rey penasaran , sembari mencoba mendekat ke arahku.
Aku memberikan isyarat dengan menggunakan tangan bahwa aku tak ingin dirinya mendekat . "Kamu kenapa ?" . Ita juga mulai penasaran dengan tingkahku. Sementara itu aku hanya membenamkan wajahku kearah bantal . Sembari berteriak kencang. Aku mengutuki diriku sendiri dengan kata-kata yang tak pantas . Pikiranku kini berkecambuk . Aku takut Rama berpikir yang tak seharusnya . Dirinya pasti berpikir bahwa aku telah mengkhiati Rama . Astaga , aku tak dapat berpikir !.
Ita : "Yaudah kak , ayo kita ke supermarket aja biar bisa isi kulkas hehe "
Rey : "Bener kamu gapapa, Gya ?"
Sembari sesenggukan aku menjawab pertanyaan Rey Hardian itu . "uu.. emm ak gapapa kok tapi jangan ditinggal sendirian , aku mau ikut juga uu.. uu" .
***
*Supermarket
Aku mendorong troli belanjaan sembari melihat setiap barang yang tersusun rapi dikanan dan kiri . Rey berjalan bersamaku disebelah kiri sedangkan Ita tengah sibuk memilih conditioner mana yang akan ia beli. Ita terhenti di lorong tempat semua conditioner itu disusun dengan posisi jongkok Ita perlahan membandingkan komposisi dari contioner itu. Aku dan Rey sengaja meninggalkan Ita sendirian disana ,kami memilih untuk menuju rak bahan makanan .
Rey mencoba mengambil alih pegangan troli belanja . "Biar aku saja yang dorong". Lelaki itu sepertinya merasa kurang nyaman karena sedari tadi aku yang mendorong troli sedangkan dirinya hanya berjalan disampingku. Aku menatapnya sejenak lalu menggeleng cepat. "Tidak biar aku saja" . Aku berlalu begitu saja meninggalkan Rey yang tertinggal dibelakang.
"Gyaa, tunggu " . Diikuti tawa renyah khas dari Rey Hardian. Ia berhasil menyusulku lalu memegang pergelangan tanganku yang membuatku menghentikan dorongan troli. "Eh.. maaf !" . Rey langsung melepas pegangan tangannya. Suasana diantara kami berubah menjadi canggung . Aku mencoba mencairkan suasana tersebut dengan berjalan menuju rak bumbu instan yang kebetulan berada didepan kami saat itu.
Aku mengambil satu bungkus bumbu kare jepang instan. "Kak gimana kalo kita masak kare hari ini ?" . Sembari menunjukan bungkusan tersebut pada Rey . Rey nampak berpikir sejenak lalu tersenyum menyetujuinya. "Sama kita bikin udang goreng , chicken katsu gimana ?" .
Aku membalas senyuman Rey dan segera memasukan bungkusan tersebut kedalam troli. "oke sama udon ya ?" . Ku langkahkan lagi kaki mendorong troli menuju rak ayam segar serta udang .
Sementara Rey berada dibelakangku dengan santai berjalan sembari sesekali berhenti memilah sayur segar. Ku dorong troli hingga rak ayam segar mengambil 2 ekor ayam untuk persediaan kami nantinya. Tak lupa aku juga mengambil 2 bungkus udang segar yang berisi 12 ekor udang ukuran sedang. Ketika aku hendak berjalan menjauh dari rak tersebut. "Ahhh akhirnya " . Rey menjatuhkan satu pelukan penuh buah sayur serta beberapa bungkus udon.
"Wahh banyak banget ,kak ?" . Tanyaku keheranan . Sekarang di dalam troli yang aku bawa terdapat kentang 500 gram kentang serta wortel , 1 kilogram apel fuji , 4 bungkus udon , tepung roti dan tepung gandum masing-masing satu bungkus serta ayam , bumbu kare jepang dan udang yang sudah aku ambil sebelumnya.
Lelaki itu mengacak rambutku pelan lalu terkekeh . "Hari ini kita akan makan besar!" . Rey berlalu meninggalkanku menuju box pendingin es krim . Aku mengampirinya . "Mau beli es krim juga ?". Suasana canggung antara aku dan Rey kini sudah berubah menjadi suasana yang penuh tawa. Kami berdua seolah telah melupakan apa yang sebelumnya terjadi.
Rey memilah es krim yang berada dalam box pendingin . "Kamu mau yang mana?". Sembari menunjungkan 2 es krim dengan rasa yang berbeda.
"Aku mau yang ini". Aku menarik satu bungkus es krim rasa coklat dan memasukannya kedalam troli. "Dan yang ini untuk Ita". Aku juga mengambil satu es krim yang tadi ditawarkan Rey ke dalam troli.
"Ita kemana kok gak kelihatan ?" . Lelaki itu menengok ke kanan dan kiri mencari keberadaan Ita.
Aku menata barang-barang dalam troli agar tidak saling menindih dan bau ayam menyebar ke sayur. "Mungkin masih milih contioner , kak "
"Lama banget , coba kita cari" . Rey segera mengambil alih troli belanjaan dan berlalu meninggalkan aku .
Aku menyusul Rey dibelakang . "kak , pelan-pelan aja jalannya !" . Bisa dibilang aku tak kakiku tak selebar Rey Hardian sehingga langkah kaki kami pasti berbeda panjangnya . 2 kali langkah dari Rey bisa jadi hanya satu langkah kakiku jika ditambah dengan ritme kecepatan maka kesimpulannya aku tertinggal .
Dengan sedikit terengah akhirnya aku berhasil mengekor bukan berjalan disampingnya . Sial ! . Aku mengutuki diriku sendiri . "Gak ada" . Kata Rey yang terkejut karena Ita tak ada di dekat rak conditioner yang jelas tadi dirinya berdiam disana.
"Hah...hah.. apa ?" . aku terengah dan terkejut. Aku mengeluarkan ponsel dari saku celana , mencoba menelepon Ita . Berkali-kali aku coba namun tak ada jawaban. Saat aku masih mencoba berkutik dengan ponsel ternyata Rey sudah kembali memutari supermarket untuk mencari keberadaan Ita . "Kenapa tuh orang cepet amat sih !" . Aku segera berlari menyusul Rey .
Aku dan Rey berputar-putar disetiap sudut supermarket tersebut namun Ita tetap tak terlihat . Aku mencoba sekali lagi untuk menelepon dirinya namun tak ada jawaban juga. "Ayo kita ke kasir saja mungkin Ita sudah pulang" . Rey Hardian memberikan saran dan aku setujui dengan anggukan
***
*Jakarta , Rumah Rey Hardian
Rama berdiri didepan rumah yang sedang direnovasi tersebut ,wajahnya gelisah dan sesekali melihat jam tangan yang kini sudah menunjukan pukul 6 petang . Ia menggenakan baju hitam lengan panjang dengan topi hitam dan celana jeans coklat dengan sebuah tas kecil berwarna hitam dan sepatu casual berwarna putih . Ia berjalan mondar-mandir di depan gerbang menunggu sang pemilik rumah keluar membukaan pintu rumahnya.