Dalam pelarian dan persembunyiannya, Tuanku Imam Bonjol terus mencoba mengadakan konsolidasi terhadap seluruh pasukannya yang telah bercerai-berai dan lemah, tetapi karena telah lebih 3 tahun bertempur melawan Belanda secara terus menerus, ternyata hanya sedikit saja yang tinggal dan masih siap untuk bertempur kembali.
Tuanku Imam Bonjol menyerah kepada Belanda pada Oktober 1837, dengan kesepakatan bahwa anaknya yang ikut bertempur selama ini, Naali Sutan Chaniago, diangkat sebagai pejabat kolonial Belanda.
Pada tanggal 23 Januari 1838, Imam Bonjol dibuang ke Cianjur, dan pada akhir tahun 1838, ia kembali dipindahkan ke Ambon. Kemudian pada tanggal 19 Januari 1839, Tuanku Imam Bonjol kembali dipindahkan ke Lotta, Minahasa, dekat Manado, dan di daerah inilah setelah menjalani masa pembuangan selama 27 tahun lamanya. Pada tanggal 8 November 1864, Tuanku Imam Bonjol meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864. Beliau dimakamkan di tempat pengasingannya tersebut.