Chapter 56 - Cowok Sampah

Hati Michael terasa sakit saat mendengar jawaban dari Gabby. Laki-laki itu melihat tangan Gabby, "Kalau gitu jangan marah, aku akan segera kembali kesini."

"Nggak usah pulang juga nggak masalah," Gabby menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk tersenyum, "Kamu bisa pergi kemanapun tanpa memberitahuku. Semoga liburanmu menyenangkan, selamat tinggal."

Selesai mengatakan itu Gabby bergegas meninggalkan Michael sendirian. Dia mendengar namanya dipanggil oleh Michael tapi dia tidak menoleh. Tetap berjalan dengan cepat ke arah rumahnya. Air hujan dan air mata membuat pandangan Gabby menjadi kabur.

--

Sesampainya di dalam rumah, Gabby tidak mengucapkan salam ke orangtuanya. Dia berlari menaiki tangga dan membanting pintu kamarnya.

Melihat sikap anaknya yang kelihatan kalang kabut membuat Daniel berpikir. Apakah Gabby dan Michael bertengkar? Jika iya hatinya terasa lega, dia berpikir mungkin ini adalah tanda. Tanda kalau memang anaknya tidak berjodoh dengan Michael.

Daniel mencegah istrinya yang terlihat seperti ingin berteriak memarahi Gabby. Daniel memegang pergelangan tangan Agnes dan melihat matanya, "Sepertinya anak kita lagi bertengkar dengan Michael."

"Bertengkar?" Agnes menaikkan kedua alisnya, "Kira-kira kenapa ya?"

Daniel mengangkat kedua bahunya lalu mengelus leher belakangnya, "Nggak tahu, aku kan sudah bilang kalau laki-laki itu tidak baik buat anak kita."

"Sudahlah, kau diam saja," Agnes mendorong pelan bahu suaminya, "Sekali lagi kamu mengatakan omong kosong seperti itu, aku akan berhenti memberimu makan." Agnes meninggalkan Daniel dan berjalan menuju kamar Gabby.

Agnes membuka pelan pintu kamar anaknya dan melihat bekas air hujan di lantai. Dia mengerutkan keningnya dan berjalan mendekat tempat tidur Gabby. Agnes berharap anaknya sudah berganti pakaian rumah.

"Gabby?" Tanya ibunya pelan, "Hey, ibu mau bicara sama kamu."

Agnes menepuk-nepuk badan Gabby yang tertutupi dengan selimut. Saat tidak menerima jawaban dari anaknya, Agnes mendengus kesal lalu mengancam Gabby dengan suara dingin.

"Kalau kamu nggak lihat ibu dalam tiga detik ibu akan memotong uang jajanmu." Agnes menarik selimut yang menutupi tubuh anaknya.

Mendengar ancaman dari ibunya membuat Gabby membuka selimutnya. Perempuan itu menoleh dan menunjukkan wajahnya yang merah. Pipinya dipenuhi oleh air mata dan hidungnya berwarna merah. Rambutnya yang sedikit basah terlihat acak-acakan.

"Hey, ada apa denganmu?" Agnes memegang pundak Gabby. Dia mengangkat tangannya lalu menghapus air mata di pipi anaknya.

"Ibu..." Bibir Gabby bergetar, "Michael mau kembali ke Amerika."

"Kembali ke Amerika?" Tangan Agnes terasa lemas, "Kapan dia bilang itu? Dia kembali ke Indonesia kan?"

"A-aku," Gabby terisak-isak lalu melanjutkan, "Aku nggak tahu bu. Tadi waktu pulang sekolah dia memberitahuku."

Gabby tidak membiarkan ibunya berbicara, "Laki-laki itu memang sampah! Aku nggak akan mempercayai laki-laki lagi." Air mata terus mengalir dari mata perempuan itu.

Agnes mengerutkan keningnya, dia merasa lebih sedih daripada anaknya. Mungkin anaknya bersedih karena takut kehilangan temannya. Sedangkan dia bersedih karena ditinggal oleh calon menantunya!

Jika Agnes kehilangan Michael mungkin dia akan menangis lebih keras daripada Gabby. Mungkin di Amerika Michael akan menemukan perempuan yang lebih cantik daripada Gabby. Michael akan melupakan Gabby dan memilih perempuan itu. Lalu mereka akan menikah dan hidup dengan bahagia. Agnes tidak menginginkan itu!

Berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa membuat Agnes semakin kepikiran. Dengan cepat dia berdiri dari tempat tidur, "Ibu akan berbicara dengan Michael."

"Jangan!" Gabby menahan tangan ibunya, "Kalau sampai Ibu menemuinya aku akan memusuhi ibu!"

"Gabby..." Ibunya mengelus-elus rambut anaknya. Dia mengangkat tangannya saat merasakan rambut Gabby yang sedikit basah. Agnes berjalan ke lemari dan mengambilkan handuk.

Gabby menghapus air matanya, "Dia tidak menginginkanku, aku juga tidak menginginkannya," Perempuan itu mengambil handuk dari ibunya lalu tidur menutupi tubuhnya dengan selimut, "Aku punya teman yang banyak, aku tidak membutuhkannya!"

Agnes menghela nafasnya saat melihat tubuh Gabby yang tertutupi dengan selimut. Dia mengambil seragam anaknya yang berserakan di lantai. Melihat Gabby sebentar lalu menutup pintu kamarnya dengan pelan.

--

Akhir-akhir ini Michael jarang tersenyum, wajahnya kembali terlihat dingin seperti dulu. Sehabis Michael dan Gabby bertengkar laki-laki itu ingin ke rumah Gabby dan meminta maaf. Tapi saat perasaan takut permintaan maafnya ditolak oleh Gabby, Michael mengurungkan niatnya.

Adam yang sibuk karena mengurus visa, tiket pesawat dan lain-lain pun menyadari ada yang salah dengan Michael. Hal yang paling membuat Adam khawatir adalah porsi makan Michael menjadi sedikit. Laki-laki itu hanya makan dua sendok lalu mengatakan kalau dirinya sudah kenyang.

Hal lain yang disadarinya adalah Adam jarang melihat Gabby. Biasanya hampir setiap hari perempuan itu berada di ruang musik bersama Michael. Apakah mereka sedang bertengkar?

"Aku sudah kenyang." Michael menaruh sendoknya lalu meninggalkan ruang makan.

"Ah tuan muda..." Adam membenarkan jasnya lalu bergegas mengikuti Michael.

Tirai jendela di kamar Michael tertutup menyebabkan kamarnya menjadi gelap. Adam membuka pintu lebih lebar dan mengelilingi kamar Michael dengan matanya. Dan tentu saja Adam melihat Michael sedang duduk di atas tempat tidur.

"Tuan muda." Adam berjalan mendekati Michael dengan hati-hati.

Michael menengadahkan wajahnya lalu mengerutkan keningnya, "Keluar."

"Tuan muda maafkan saya," Adam menghentikan langkahnya, "Apakah tuan muda sedang bertengkar dengan nona Gabby? Kalau tidak apa saya perlu menemui nona Gabby?"

"Jangan!" Michael menggelengkan kepalanya, "Jangan temui dia."

Jika Michael ataupun Adam ke rumah Gabby sekarang, mungkin perempuan itu akan semakin membencinya.

Adam menghela nafasnya, "Tuan muda, kita akan berangkat dua hari lagi. Selama dua minggu tuan muda akan tinggal di Amerika. Jika Tuan muda tidak meminta maaf mungkin nona Gabby akan melupakan tuan muda."

Seperti pisau tajam, kalimat Adam menusuk lalu merobek-robek hati Michael. Ketakutan terbesar Michael adalah Gabby tidak memaafkannya. Lalu perempuan itu pergi dan meninggalkannya sendirian.

"Sudah, lupakan saja." Michael menundukkan kepalanya.

--

Besoknya saat Gabby datang sendirian ke lapangan basket dia disambut oleh Steven. Laki-laki itu menghampiri Gabby dengan wajah penasaran, keningnya berkerut.

"Oi, mana suamimu?" Tanya Steven saat tidak melihat Michael.

Gabby melepas jaketnya lalu menaruh di atas kursi kayu panjang. Wajahnya terlihat muram dan bawah matanya berwarna hitam. Tadi malam Gabby baru bisa tidur jam sebelas malam dan bangun jam tiga pagi. Perempuan itu menunduk lalu mengambil botol minumnya.

"Aku lagi nggak mau main basket sama dia." Gabby menutup botol minumnya.

"Oh." Steven menganggukan kepalanya, takut bertanya lebih panjang, "Pemanasan yuk."

Saat mereka sedang pemanasan tiba-tiba Steven melihat sosok yang dikenalinya. Laki-laki itu menyenggol lengan Gabby, "Hey, suamimu lagi berdiri disana."

Mendengar itu membuat Gabby berdiri lebih tegak. Dia melipat tangannya lalu mengalihkan pandangannya dari lantai, "Jangan dilihat! Biarkan saja dia."

"Tapi dia terlihat sedih," Steven menarik tangan Gabby, "Apa kalian lagi bertengkar?"

"Itu bukan urusanmu ok?" Gabby menarik tangannya, "Ayo, katanya mau main?"

--

Setelah mereka selesai bermain, Gabby masih merasakan mata Michael yang mengikuti pergerakannya. Selama Gabby bermain pun dia dapat merasakan Michael mengawasinya. Tapi perempuan itu bersikeras untuk tidak memberinya perhatian. Gabby membuka tasnya lalu mengeluarkan handuk kecil.

"Dia masih ada disini." Bisik Steven, dia lalu meminum air dari botolnya.

Gabby pura-pura tidak mendengarnya dan tetap menghapus keringat di wajahnya. Tidak lama kemudian Steven memegang lengannya lalu kembali berbisik.

"Dia berjalan ke arah sini," Steven melepas pegangannya, "Aku akan memberi kalian waktu sendiri."

Belum sempat menjawabnya, Gabby dapat mendengar suara Steven yang menyapa Michael. Steven berjalan menjauh darinya lalu menepuk pundak Michael.

"Semangat ya." Seru Steven saat menghampiri Michael.

Michael hanya menganggukan kepalanya dan berjalan mendekati Gabby. Kepalanya terasa pusing dan matanya berat, semalam laki-laki itu tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh Gabby dan senyumannya.

Tiba-tiba tubuh Gabby terasa hangat. Perempuan itu dapat merasakan dua tangan yang menarik tubuhnya ke belakang. Gabby menundukkan kepalanya dan dapat melihat dua tangan yang melingkar di pinggangnya. Perempuan itu menghela nafasnya dan berusaha untuk melepas pelukan laki-laki itu.

"Gabby, aku nggak akan melepas pelukanku sampai kamu memaafkanku." Nafas Michael terasa dingin di telinga Gabby. Laki-laki itu mengeratkan tangannya saat merasakan Gabby berusaha melepas pelukannya.