▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬
Aku sedang dalam perjalanan ke kantin saat beberapa anak buah Lucia datang lalu menyeretku ke gedung olahraga yang kosong. Tidak lupa, mereka mengunci pintu agar aku tidak bisa keluar dari sana. "Kalian ini kenapa?" Mereka tertawa.
"Minggir! Aku mau lewat!!"
"Eitss tenang dulu ya, Cia. Kami hanya ingin bermain bersamamu. Apa kau tidak mau?"
"Apapun yang akan kalian lakukan, Aku tidak akan tinggal diam." Aku mencoba seberani mungkin agar mereka tidak macam-macam denganku. "Oh ya? Lalu kau pikir kami takut? Hahahahaha."
"Cia, Cia. Kau tau? Sebenarnya kau itu cantik tapi selalu kau tutupi dengan raut cemberut. Kau pikir kami tidak tau apa-apa?"
"Apa maksud kalian?" Tanyaku waspada.
"Sulit menjelaskannya pada orang bodoh sepertimu."
Ia mengubah ekspresinya menjadi angkuh dan memerintah teman-temannya untuk mengeluarkan apa yang sudah mereka persiapkan.
"Teman-teman, Keluarkan itu!" Seketika mataku membulat terkejut melihat apa yang mereka bawa.
Sial. Kenapa harus laba-laba? Aku tersaruk mundur melihat dua ekor laba-laba besar yang mereka taruh dalam boks kaca. "Jauhkan itu. Atau aku akan teriak."
"Teriak saja, Kau pikir akan ada yang mendengarmu?"
Sejak kecil aku mengalami Arachnophobia atau phobia laba-laba. Dan mereka memanfaatkan itu untuk menjebakku. Aku terus mundur tanpa henti karna mereka tidak ingin menyingkirkan serangga berkaki delapan itu dari hadapanku.
"Baik-baik. Aku akan lakukan apapun yang kau mau tapi ku mohon, jauhkan laba-laba itu dariku."
"Benarkah?" Tanyanya dan berhenti mendekatiku.
"Iya. Aku janji."
Ia tersenyum miring. "Kau pikir kami percaya? Ayo teman-teman, biarkan laba-laba yang manis ini mendekatinya."
Mereka semakin mendekat dan aku pun tidak menyadari bahwa di belakangku ada kolam renang sedalam dua setengah meter. Mereka melepas kedua laba-laba itu dan karna terkejut, Aku pun tidak sengaja melompat ke dalam air.
Mereka semua tertawa dan berpura-pura terkejut. "Ya ampun, Kenapa kau melompat ke dalam air, Cia? Hahahahaha."
Suara tawa mereka teredam saat telinga beserta kepalaku sepenuhnya berada di dalam kolam. Satu-satunya gaya berenang yang aku tau adalah gaya batu dan bisa di pastikan aku akan tenggelam sebentar lagi. Aku mengepak-epakkan tangan ku mencari sesuatu yang bisa ku jadikan pelampung. "Tolo_burbbbbb. Tolong aku_burrrrbbb. Aku_brrrbbbb_tidak bisaa_brrrbbbb_BERENANG."
"TOLONG!" Jeritku sebelum akhirnya tenggelam karna meminum terlalu banyak air. Aku merasa isi kepalaku akan pecah di penuhi air. Dan udara? Nafas? tidak ada. Hanya ada air dan penderitaan. Aku tidak tau apa yang terjadi di atas sana, Namun di bawah sini sangat tenang. Aku perlahan kehilangan kesadaranku setelah mendengar beberapa langkah kaki.
Rupanya langkah kaki yang ku dengar berasal dari anak buah Lucia tadi yang melarikan diri. Mereka mendengar suara sirine polisi dari loudspeaker sekolah dan melarikan diri dengan cepat. Kemudian Angga masuk dengan santainya dan menatapiku tenggelam dan sepertinya sudah kehilangan nyawa.
Mungkin beberapa menit sebelum Angga lagi dan lagi menyelamatkanku, aku benar-benar akan kehilangan nyawaku. Dan beruntungnya diriku ini yang masih diberi kesempatan untuk melanjutkan penderitaanku di dunia.
Angga menepuk pipiku. "Sadarlah." Kau pikir aku bisa bangun semudah itu? Dasar bodoh!
"Hei Cia. Kau masih hidup kan?" Angga memeriksa denyut jantungku yang ternyata masih berdetak lemah. "Ya! Bangunlah!! Kau tidak jadi mati, aku sudah menyelamatkanmu."
Ia menyentuh pipiku lembut. "Bagaimana bisa kau menahannya sejauh ini? Apa kau tidak lelah?"
Angga bermonolog. "Baik. Aku akan menyelamatkanmu." Kemudian, ia melakukan prosedur penyelamatan bagi korban tenggelam. Mulai dari memompa jantung dan memberi nafas buatan.
Ketahuilah. Jika saat ini aku sedang dalam keadaan sadar, Aku tidak akan pernah membiarkan ini terjadi. Hari ini tepat di gedung olahraga yang kosong, Cia sudah kehilangan first kiss nya demi untuk bertahan hidup. Angga perlahan menempelkan bibirnya dan bibir Cia lalu menjepit hidung gadis itu dan mulai membantunya bernafas.
Namun sayang, Tanpa Angga sadari seseorang menyaksikan itu semua dan memotretnya sedang memberi nafas buatan pada Cia. Tapi jika orang lain hanya melihatnya sekilas mereka akan salah paham dan menganggap bahwa Angga sedang berduaan dengan Cia.
"Ini akan jadi berita besar."
*****
Aku sampai di sekolah dengan kondisi yang benar-benar tidak baik. Entah bagaimana aku bisa menyelamatkan diri dari kolam renang itu dan tertidur sampai sore di sana. Seluruh tubuhku rasanya sakit dan nyeri hingga mandi saja aku sudah tidak kuat tapi ku yakinkan diriku untuk kembali ke sekolah hari ini demi mendukung Aya dalam lombanya.
Di koridor sangat ramai terutama di bagian Mading dan papan pengumuman. Aku menyelip di kerumunan dengan jaket kebesaran yang menutupi seluruh tubuhku.
Deg.
Itu...aku?
Dan siapa dia? Siapa yang menciumku? Kenapa aku bisa? Kenapa foto ini bisa di ambil? Tidak! Ini pasti hanya editan. Tanpa ba-bi-bu lagi aku langsung mencopoti seluruh foto yang menampilkan diriku yang sedang di cium oleh seseorang di Mading tersebut. Seluruh murid terkejut dan baru menyadari kalau itu adalah aku.
"Kenapa kau mencabutnya?" Tanya seseorang.
Aku berbalik dan menatap tajam mereka yang kemarin mengerjai ku di gedung olahraga. "Apa-apaan ini? Apa kau yang membuatnya?"
Aku merobek foto-foto itu lalu melemparkannya ke wajahnya. Mereka sudah keterlaluan, dan aku tidak akan tinggal diam melihat harga diriku di injak-injak seperti ini.
"Aku? Untuk apa aku melakukan itu? Justru kau! Kau yang kenapa melakukan ini? Kenapa kau melakukan hal yang tidak baik di sekolah? Apa kau mau mencemarkan nama sekolah? DASAR JA-LANG!!!"
Aku mendorongnya dengan amarah yang menggebu-gebu. "DIAM! AKU TIDAK MELAKUKAN ITU. ITU BUKAN AKU!! KALIAN SEMUA SALAH!"
Aku berlari dengan sesak yang semakin menumpuk di dadaku. Semua orang yang ku lalui menatapku seperti virus dan mengatakan hal-hal yang tidak baik.
Seperti. 'Wanita murahan', 'Tidak tau malu', 'Bahkan menuduhku merebut pacar seseorang'.
Kenapa tidak ada yang mempercayaiku? Itu bukan aku! Aku tidak pernah melakukan hal itu.
Aku mendobrak pintu kelas dan di sambut dengan Lucia yang siap menghancurkan wajahku dengan kuku panjangnya.
"AKHHHH dasar gadis murahan! Kau perebut pacar orang!!! Dasar jalang! Tidak punya malu!!! AKHHHH."
Aku menangis saat Lucia benar-benar menghajarku habis-habisan dan berniat menggunduli rambutku dengan menariknya. Tidak ada yang mencoba menghentikannya dan aku pun terus berusaha meyakinkannya bahwa itu semua tidak benar.
"Hiks akhhh sakit! Aku mohon, aku benar-benar tidak tau apa yang terjadi. Aku tenggelam di kolam dan tidak ada yang menolongku Hiksss. Saat aku sadar, di luar sudah sore, dan aku sudah berada di luar kolam. Hiksss aku tidak tau apa-apa, Ku mohon percayalah padaku Akhhh sakit!!"
"PEMBOHONG!!! AKU TIDAK PERCAYA PADAMU!!! Pasti kau sendiri yang menyuruh Angga kesana dan berduaan denganmu? KENAPA KAU MELAKUKAN INI? KENAPA??!!"
"Hikss aku bilang aku tidak tau. Aku tidak tau apa-apa Hiks..."
Aku merasa rambutku rontok sebagian. Dan tiba-tiba pahlawan pun tiba. Angga datang lalu mengamankan kekasihnya. "Kau ini kenapa? Kau mau membunuhnya?"
"YA!! AKU INGIN MELAKUKANNYA TAPI KAU MENGHENTIKANKU! BIARKAN AKU MEMBUNUH GADIS SIALAN INI!!!"
"Cukup, Lucia. Kau sudah salah paham. Kau bahkan tidak meminta penjelasanku dulu dan menuduh seenaknya."
"LALU AKU HARUS APA SAAT TAU KEKASIHKU BERCIUMAN DENGAN GADIS LAIN??!! APA AKU HARUS DIAM DAN MEMBIARKNNYA TERUS MENGGODAMU SEPERTI INI??"
Lelah menjadi tontonan orang-orang, Aku menghapus air mataku lalu berlari dari sana. Aku berlari dan sekeras mungkin tidak mendengar tuduhan-tuduhan yang mereka berikan padaku. Hingga aku berakhir di tempat dimana Dirga mati sekaligus tempat anak buah Lucia pernah hampir menggorok leherku. Jika di kelas, aku bisa melihat tempat ini dari jendela. Karna itulah aku langsung tau bahwa di sini sepi dan setelah kematian Dirga, tidak akan ada yang berani datang kemari.
Garis polisi bahkan masih terpasang di sana dan lingkungannya semakin kotor karna dedaunan yang terus berguguran seiring berjalannya waktu.
Sayangnya disini tidak ada kursi jadi aku memilih duduk di bawah salah satu pohon yang cukup rindang di sana. Aku menemukan beberapa pecahan kaca yang tergeletak di sana dan membayangkan bagaimana jika aku mati dengan bantuan benda tajam itu.
"Cih, Aku tidak akan bisa melakukannya."
Ku keluarkan ponsel, headset, serta buku dan alat tulis untuk sekadar mencari sesuatu untuk di kerjakan. Aku mendengarkan lagu di ponselku dan mulai mencatat not not yang kiranya kurasa bagus untuk di susun menjadi sebuah lagu. Tidak banyak yang tau, bahkan Aya bahwa aku tertarik dan memiliki bakat di bidang seni apalagi tari dan musik.
Namun, tidak mudah bagiku untuk mengekspresikannya. Mungkin karna aku terlalu pemalu dan tidak banyak bicara.
Aku bisa mendengar bisingnya pertandingan dari sini dan ku harap masalah yang tadi itu cepat selesai. Aku tidak tau yang sebenarnya terjadi apa tapi aku yakin, Angga adalah orang di balik semua ini.
Aku menggaruk kepalaku dan mendapati beberapa rambutku masih rontok dan berantakan. Aku benar-benar kacau. Ku habiskan waktuku berjam-jam di sana hanya untuk mendengar musik, mencatat not lalu kembali menangis.
Di tengah kesunyianku itu, Tiba-tiba seseorang melempar sebuah batu pada yang dililit surat padaku. Benar. Ini mungkin lanjutan hurufnya. Ku pungut surat itu yang kali ini berisi huruf L dengan tinta yang sama. Sejauh ini aku sudah menerima tiga surat yang jika di susun akan membentuk kata FIL?
FIL? Kurasa ini tidak benar. Aku akan menunggu kertas berikutnya sebelum menebak apa maksudnya.
"Hiksss kenapa? Kenapa harus aku? Kenapa semua teka-teki ini terus berdatangan? Apa salahku?" Lirihku pedih dibarengi isak tangis yang entah kapan akan berakhir.
****
"Saya tidak melakukannya."
"Kau yakin? Lalu bagaimana kau menjelaskan tentang foto yang sudah tersebar itu, Cia?" Tanya Wali kelasku.
"Saya tidak tau, Bu. Pada saat itu saya sepertinya tidak sadar setelah tenggelam di kolam."
"Cia, ibu tau kamu anak yang baik dan tidak akan melakukan sesuatu tanpa memikirkannya baik-baik. Ibu ingin sekali percaya padamu, tapi semua bukti yang ada mengarah padamu."
Sreeekk.
Tiba-tiba Angga datang lalu duduk di sebelahku. "Saya bisa menjelaskannya, Bu."
"Angga? Tapi ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu."
"Ada, Bu. Karena saya adalah orang yang bersama Cia di foto itu."
Jangan tanya bagaimana ekspresiku sekarang. Aku menunduk dalam-dalam hingga daguku menyentuh dada. Ku kulum bibirku untuk berhenti membayangkan apa yang dikatakan Angga barusan.
Jadi benar dia?
"Apa? Kau Angga? Kau tau apa yang kau lakukan itu salahkan? Jika kau ingin melakukan hal seperti itu, sebaiknya jangan di sekolah. Kau bisa di keluarkan dari sekolah kalau ketahuan melakukan hal seperti ini."
"Tapi, Bu. Saya melakukan itu untuk menyelamatkan, Cia." Aku menoleh hanya untuk menatapnya.
"Kemarin, saya ke gedung olahraga untuk mencari alat latihan untuk pertandingan lainnya tapi saat melewati kolam, Saya melihat ada seseorang tenggelam dan saya langsung memberikan nafas buatan untuk menolongnya."
"_Jika saya tidak melakukan itu, Mungkin Cia sudah tidak ada bersama kita hari ini. Ibu mau kalau hal itu sampai benar terjadi?"
Sepertinya wali kelas kami shok dan bertanya padaku. "Apa itu benar, Cia? Kau tenggelam?"
Aku mengangguk karna memang itu kenyataannya.
"Kalau ibu ingin menyalahkan seseorang, Salahkan saja orang yang menyebarkan foto itu. Dia yang bertanggung-jawab atas masalah ini dan membuat semua orang salah paham terhadap Cia."
"Kamu benar, Angga." Wali kelas kembali tenang dan aku dengan jantung berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya tidak sabar untuk meminta penjelasan dari Angga.
"Tapi_" Lanjut Wali kelas. "Kenapa kau bisa berada di gedung olahraga, Cia? Dan tidak mungkin jika kau menjatuhkan dirimu sendiri ke kolam."
Bagaimana ini? Apa aku harus cerita tentang anak buah Lucia yang menakutiku dengan dua ekor laba-laba hingga aku memutuskan menceburkan diri ke kolam?
"I-itu... Aku-Aku_"
"Ohh Itu, Bu. Sebelum aku, Sebenarnya Panitia lebih dulu yang memintanya ke sana untuk mengambil alat peraga tapi karna tak kunjung kembali, jadi mereka memintaku untuk menggantikan Cia. Karena itulah aku bisa menemukannya di sana. Dan kurasa saat melewati pingginran kolam, Cia sedang tidak fokus lalu terpeleset ke kolam."
"_Benarkan, Cia?"
Sekali lagi aku mengangguk demi meyakinkan wali kelas tentang cerita Angga yang penuh kebohongan. Ku akui bahwa dia punya skill akting yang mumpuni untuk seorang murid sekolahan.
"Syukurlah kalau ini semua hanya kesalahpahaman. Maafkan ibu ya, Cia karna sudah menuduhmu tanpa mencari tahu kebenarannya. Dan kau Angga_ terimakasih. Berkat kau, Ibu tidak jadi melakukan kesalahan dan semua masalah ini bisa cepat terselesaikan."
"Iya, Bu." Jawabku dan Angga. Kami diminta keluar dari ruang guru dan kembali menikmati festival yang sudah ramai dengan tamu-tamu dari luar sekolah. "Ku rasa kau berhutang penjelasan padaku." Kataku tanpa basa-basi ke Angga. "Apa? Aku sudah menjelaskan semuanya di dalam."
"Benarkah? Apa kebohongan tentang aku yang terpeleset di pinggir kolam dan perintah panitia itu sudah jelas?" Bisikku tajam.
"Apa yang ingin kau tau?"
"Tidak banyak. Hanya bagaimana kau bisa tau aku ada di gedung olahraga dan pertolongan itu. Apa maksudmu dengan memberi nafas buatan?! Ap-Ap-Apa foto itu benar? Jadi itu bukan editan?"
"Kau menanyakan terlalu banyak pertanyaan. Kau mau aku jawab yang mana dulu?" Tanya Angga santai sambil bersandar di koridor.
Aku menatapnya jengkel plus malu. "Semuanya! Kau harus jawab semuanya bersamaan."
Angga tersenyum jahil. "Kau mau beri aku apa jika aku melakukannya?" Aku berdiri tepat di hadapannya dengan wajah memerah karna geram. "Katakan saja jawabannya, Apa susahnya sih?"
"Wajahmu merah. Apa kau marah?" Dadaku sudah kembang kempis siap menyereduknya tapi ia masih bisa bertanya aku marah atau tidak?
"_Atau apa kau malu, Karna sadar sudah berciuman denganku?"
DEG! HOLY SHIT!!!
"KAU_" Aku ingin memakinya sebanyak mungkin tapi bingung harus memulainya darimana. Ku acungkan telunjukku di wajahnya dengan ekspresi yang tidak bisa ku kondisikan.
"Apa? Turunkan tanganmu atau aku akan menciummu lagi." Segera ku tarik tanganku kembali dengan cepat. Dasar berengsek!
"Aku benarkan? Kau ingat tidak, Aku pernah mengatakan bahwa banyak gadis di sekolah lamaku yang saling berebutan untuk mendekat bahkan hanya untuk sekedar menyentuh rambutku. Tapi kau, Kau satu-satunya yang berhasil menyentuh bahkan berciuman denganku. Kau harusnya berterima kasih untuk itu. Dan aku juga sudah menyelamatkan nyawamu berkali-kali, Itu juga belum kau balas apapun."
Aku berdecih lalu tersenyum miring padanya. "Aku tidak tau bahwa seorang Firlangga Adiyaksa adalah laki-laki yang lapar akan pujian dan semua perhatian yang ada. Sungguh, Aku berterima kasih karna kau selalu menyelamatkanku saat aku sedang berada dalam masalah. Tapi kau tau, aku tidak pernah meminta ataupun merasa paling beruntung atas semua yang selama ini kau lakukan padaku."
"_Dan dengar ini baik-baik. Aku tidak tau kita ini kawan atau lawan. Di satu sisi kau sering membela dan menolongku, Namun di sisi lain kau juga yang sering membuatku dalam masalah. Jadi aku bertanya, Sebenarnya apa maumu? Apa yang kau inginkan dariku? Sejak pertama kali pindah kemari, Kau selalu berada di sekitarku dan terkadang menjadi terlalu akrab denganku? Aku tau itu bukan kebetulan, Tapi kau menyembunyikan sesuatu. Mungkin mulai sekarang, Kita tidak bisa menjadi sedekat dulu saat kau masih menganggapku seperti adikmu sendiri. Aku tidak akan memaksamu untuk mengatakan segalanya tapi dengan sedikit usaha aku yakin bisa mengetahuinya sendiri."
"Permisi." Setelah penjelasan panjang lebar itu aku pergi meninggalkan Angga yang membeku seolah ketahuan bersalah. Ku rasakan beban di pundakku mulai berkurang dan semuanya seperti mulai terhubung satu sama lain.
Jika aku ingin menyelesaikan semua masalah ini dengan cepat, Aku harus berani mengambil resiko dan menyingkirkannya satu-persatu. Dan Angga adalah yang pertama. Aku terkena masalah dari Lucia karna dia. Dan untuk menghentikannya aku harus mengatakan itu semua pada Angga. Ku harap jalan yang aku ambil ini tidak salah. Aku yakin, setelah ini ia akan menjauhi dan tidak ingin bertemu denganku lagi.
Aku mulai melalui koridor yang lumayan ramai untuk menuju ke kantin. Perdebatan tadi membuatku lapar dan satu-satunya jalan untuk kesana adalah melewati koridor yang ramai ini. Ku rapatkan tudung jaketku agar tidak terlihat oleh orang-orang di koridor. Tidak mudah memang, berjalan dengan posisi kau hanya bisa melihat lantai yang ada di bawah. Mungkin ini juga yang sering di rasakan pria berjaket itu saat mengikutiku.
Dengan langkah lebar aku berhasil memasuki kantin dan memilih tempat duduk. Aku masih tidak berani membuka tudung jaketku karna kantin adalah lokasi rawan dimana anak buah Lucia bisa berkumpul dan muncul di hadapanku kapanpun mereka mau. Aku memesan sepiring nasi goreng dan es teh sebagai menu kali ini. Sambil menunggu, Aku kembali memikirkan lingkaran kejadian yang belakangan sering aku alami. Ku rasa ini semua ada hubungannya dengan kejadian yang pernah aku saksikan dan hanya aku yang tau kebenarannya.
Pesananku pun sampai dan aku pun langsung membayarnya agar tidak kesulitan nanti. Aku dengan tenang menikmati makananku tanpa tau Lucia dan anak buahnya mulai menyadari kehadiranku dan berniat melakukan sesuatu.
Salah satu anak buah Lucia menyenggolnya. "Lihat, Apa yang aku temukan."
"Siapa dia?" Tanya Lucia. "Tidak mungkin kau tidak mengenalinya. Itu Cia, gadis yang ingin merebut Angga darimu. Dia sendiri yang datang ke sini untuk menemui mautnya. Apa kau tidak keberatan jika aku bermain sedikit dengannya?"
"Tidak. Aku sendiri yang akan melakukannya." Lucia berjalan mendekati mejaku tapi karna terlalu fokus dengan pikiranku sendiri, Aku sampai tidak menyadari kehadirannya di belakangku.
Dan_ Syurrrr. Ia mengguyur nasi goreng yang baru ku makan setengah dengan es teh yang tadi sudah ku pesan.
"AHAHAHAHA." Ia di temani anak buahnya tertawa puas saat aku hanya diam dengan kepala tertunduk. "Opss maaf. Aku sengaja. Ahahaha."
Aku dengan lirik berkata. "Kenapa kau lakukan ini? Ku pikir Angga sudah memberitahumu yang sebenarnya."
"Kau bertanya kenapa? Ahahaha. Tentu, Angga sudah menjelaskan semuanya padaku. Tapi kau tau Cia? Aku sedang bosan dan kau satu-satunya mainan paling menyenangkan yang pernah ku miliki. Ahahaha."
Aku beranjak pergi dari sana dengan cepat. Aku tau, ini semua tidak akan berakhir dengan mudah. Mungkin efek dari pertengkaran ku dan Angga belum berpengaruh sekarang tapi aku yakin, Lambat laun Lucia akan berhenti menggangguku karna bosan dan mencari korban lainnya.
Selangkah lagi aku naik ke tangga, Aya tiba-tiba datang dan memanggilku. Tapi ku rasa festival itu tidak ingin melepasnya hingga saat ingin bicara denganku saja, Ia kesulitan karna panitia terus saja memanggilnya. Aku berhenti di ujung tangga lalu memberinya senyum menenangkan.
"Cia."
"Aku tidak apa-apa."
"Sungguh? Maafkan aku." Kata Aya dengan wajah penuh penyesalan. Aku yakin yang ia maksud pasti tentang kejadian di kolam. "Aya, ayo cepat. Masih ada lomba setelah ini." Panggil seseorang di lapangan.
"Tidak apa-apa. Pergilah, Kau masih punya banyak pekerjaan. Aku juga harus kembali ke kelas sekarang."
"Tunggu, Cia!" Aku menghentikan langkahku kembali lalu menerima operan minuman botol rasa coklat yang dilemparkan oleh Aya. "Kuharap kau menyukainya." Aku menerimanya dengan senang hati. "Tentu."
"Baiklah. Sampai jumpa nanti." Kugenggam botol itu erat-erat dengan senyum pedih karna lelah hingga tiba di kelas yang ramai dengan pameran karya seni yang dibuat oleh teman kelasku yang lain. Mereka sama sepertiku, Tidak memiliki bakat di bidang olahraga ataupun dalam arti tidak ingin tampil di depan banyak orang. Tapi setidaknya mereka punya bakat lain yang bisa mereka salurkan dari belakang dan berhasil menarik perhatian beberapa pengunjung dan mendapat pujian. Sedangkan aku? Sudahlah.
Aku membiarkan seluruh pertunjukan seni lewat begitu saja dengan alasan tidak percaya diri. Festival ini sebenarnya sangat lengkap mulai dari bidang olahraga dan kesenian. Dan aku sangat menyukai hal itu tapi aku masih belum tau cara mengekspresikan bakat yang ku miliki. Hingga seluruh festival berakhir nanti pun, Mungkin aku tidak akan terlibat dalam lomba apapun. Kurasa memang itu yang terbaik.
*****
▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬