Chereads / UNCOVER / Chapter 49 - Takdir Kita

Chapter 49 - Takdir Kita

"kakek mengumumkan kepada seluruh mafia di dunia ini, siapa saja yang memiliki lambang itu adalah keluarganya. Mafia manapun tidak boleh menyakiti orang itu, dan harus tunduk dihadapannya. Para mafia menyetujui aturan itu, mereka pun mengabdi sepenuhnya pada kakek.

Semakin lama kakek semakin tua dan meninggal, lambang itu jatuh ke papa. Hal itu di ketahui oleh tuan Wagner, ia tidak rela dan berusaha merebut lambang itu dari papah melalui anaknya yang bernama Leonard Wagner." sambung Kiano dengan wajah yang terlihat sedih.

"pemimpin kota saat ini kan Leonard Wagner, apakah dia yang kakak maksud?" tanya Kisha memastikan.

"ya, dia anak dari tuan Wagner. Tidak lama kemudian tuan Wagner meninggal, namun ia meninggalkan dendamnya pada anaknya. Dan ternyata tuan Leonard lebih berambisi di bandingkan ayahnya, ia lebih haus kekuasaan dan harta. Tua Leonard mengirimkan banyak pembunuh bayaran untuk membantai seluruh keluarga kita, agar tidak ada lagi yang menguasai lambang itu.

Papa menyadari hal itu, karna itulah papa memberikan lambang itu padaku. Seminggu setelahnya, prediksi papa benar. Papa di serang pembunuh bayaran, dan meninggal. Kau mungkin merasa heran saat itu, kenapa kakak tidak terkejut dan penasaran dengan kematian papa yang tiba-tiba dan mengenaskan.

Saat suara hantaman di kamar papa itu terdengar, kakak tau jika papa sedang berhadapan dengan pembunuh bayaran. Tapi kakak tidak bisa membantunya, karna itu adalah pesan papa pada kakak sebelum ia diserang. Kakak hanya bisa termenung, dan menangis dalam hati saat menyaksikan kematian papa begitu saja." jawab Kiano sedih.

Kisha terkejut, terjawab sudah pertanyaan yang ia cari selama ini.

"apa kematian mama juga karna orang itu?" tanya Kisha menuntut.

"ya, kematian mama juga bagian dari pengorbanan menjaga lambang ini." jawab Kiano sendu.

"kenapa? Aku tidak percaya semua ini, sungguh aku tidak percaya!" tukas Kisha lemah.

"tanggung jawab saat memiliki lambang itu sangat besar Kisha, bahkan kita harus mengorbankan perasaan pribadi. Sakit, menyesakkan, takut, dan derita adalah hal yang pasti mengintai. Bahkan saat ini pun, kakak sudah menjadi target mereka." balas Kiano memberi pengertian.

"tidak, aku tidak akan membiarkan siapapun menghancurkanku lagi. Keluargaku, tidak akan pernah bisa di dekati oleh mereka." gumam Kisha.

"Kisha, sebenarnya kakak berat untuk melakukan ini. Tapi kamu adalah putri Almora satu-satunya yang tersembunyi, di luar sana tidak ada yang mengenalmu sebagai putri Almora. Mereka hanya tau Almora memiliki seorang putri, tapi mereka tidak tau bagaimana dirimu.

Kakak akan menyerahkan segalanya padamu Kisha, waktu kakak tidak banyak lagi. Kamu harus mengendalikan semuanya, kakak akan bahagia jika kamu mau menerima takdirmu. Maafin kakak yang membuatmu jatuh ke lubang gelap ini, tapi inilah takdir keluarga kita." ungkap Kiano dengan sedih.

Kiano mengeluarkan sebuah kalung yang berbandul bintang yang di kelilingi bintang lain, lalu memakaikannya pada Kisha.

"ini hanya simbol saja, karna lambang yang sebenarnya akan terukir di pundakmu." ucap Kiano.

"kak, apa dengan begini kau bisa selamat?" tanya Kisha sendu.

Kiano tersenyum, lalu memeluk adik tersayangnya itu dengan erat. Seakan ia tidak ingin untuk berpisah dengan Kisha, Kiano ingin selalu bersama adiknya itu. Kiano melepaskan pelukannya dari Kisha, dan mengajak Kisha ke ruang bawah tanah rumahnya.

"kakak mau membawaku kemana?" tanya Kisha penasaran.

Kiano tidak menjawab, ia membawa Kisha masuk ke sebuah ruangan dan mengikat Kisha di kursi.

"kak, kenapa kakak mengikatku? Kak, jawab aku! Kenapa kakak melakukan ini?!" tanya Kisha menuntut jawaban.

Kiano membuka pakaian Kisha dengan paksa, lalu ia menyampirkan rambut Kisha ke samping dan memperlihatkan bahu Kisha yang putih bersih itu. Kiano menutup mulut Kisha dengan kain, air mata Kiano mengalir sejak tadi.

Sepatah kata pun tidak keluar dari mulutnya, Kiano langsung mengeluarkan sesuatu dari balik lemari. Itu adalah lambang khusus yang Kiano miliki, Kiano sudah melepas benda itu dari punggungnya sejak lama.

Kiano mendekati Kisha dengan wajah memohon dan air mata yang tidak berhenti keluar, seakan ia tidak bisa melakukan itu namun ia tetap memaksanya.

Kiano memanaskan lambang itu hingga sedikit meleleh, lalu dengan tangan bergetar Kiano menempelkan lambang itu pada bahu kiri Kisha. Lalu Kiano membuang muka agar tidak melihat wajah Kisha yang pastinya kesakitan.

Kisha berteriak histeris, namun sayang suaranya tidak keluar karna kain di mulutnya. Rasa sakit dan panas menjalar di bahunya, membuat dirinya tidak tahan untuk tetap membuka matanya.

Namun Kisha menahannya, ia ingin menuntut penjelasan pada sang kakak setalah ini. Kisha berusaha mempertahankan kesadarannya, walau keringat dan air mata keluar memenuhi tubuh dan wajahnya.

Kiano ikut meraung di lantai, tangisnya pecah saat itu juga. Ia tidak tega melihat sang adik kesakitan seperti yang ia rasakan dulu, tapi ini tanggung jawab dan pesan papanya. Kiano tidak bisa melanggar janji yang sudah di buatnya, walau hatinya hancur sekalipun.

Setelah beberapa saat, Kiano segera melepas lambang itu dari bahu Kisha. Nampaklah sebuah luka bakar yang menghitam, dan kulit yang terluka. Kiano langsung menghancurkan lambang itu hingga tidak lagi berbentuk, lalu ia segera membawa Kisha yang melemah kembali ke lantai atas dimana kamar Kisha berada.

Kiano menidurkan adiknya secara terbalik, ia melakukan itu agar luka bakar adiknya tidak tertekan dan semakin bertambah sakit. Kisha yang setengah sadar hanya bisa menangis, rasanya benar-benar menyakitkan.

"aku menunggu penjelasanmu, kak" ucap Kisha sebelum akhirnya jatuh tak sadarkan diri.

"kakak akan menjawabnya Kisha, kuatkan dirimu. Karna kau adalah pemilik selanjutnya, kakak harap kamu bisa menyelesaikan dendam ini." balas Kiano sambil membelai rambut Kisha, dan menciumnya sesaat.

Kiano menutup pintu kamar Kisha, dan meminta beberapa pelayan untuk siap sedia di depan kamar Kisha. Hingga saat Kisha terbangun nanti, ia tidak perlu repot-repot bangun dari ranjangnya.

.

.

.

.

.

Di pagi hari Kisha terbangun dari pingsannya, dan ia pun meringis kala rasa sakit dan perih menyerangnya. Kisha mencoba bangun dengan perlahan, ia melangkah dan berhenti di depan cermin yang cukup besar. Kisha berbalik dan menatap luka di punggung kirinya, benar-benar Hitam.

"apakah ini yang kau rasakan saat itu kak? Pasti kau menanggung banyak rasa sakit karna hal ini, sangat tidak ku sangka akan seperti ini kenyataannya." gumam Kisha pada dirinya sendiri.

Kisha melangkah menuju kamar mandi, ia sengaja mengguyur lukanya dengan air dingin. Dan tentu saja itu sangat perih dan sakit, tapi Kisha terus mengguyurnya agar terbiasa dengan rasa sakit itu.

"aku harus membiasakannya, mungkin nanti aku akan selalu mendapatkan luka yang sama seperti ini." gumam Kisha samar.