"hai jendral, apa kabar? Lama tidak bertemu," sapa pria itu pada Michael.
Aku hanya memperhatikan mereka saja dari sofa, aku sedikit terkejut saat tau pria itu yang datang. Kurasa dia belum menyadari kehadiranku disini, karna ia masih santai saja berbicara dengan Michael.
"baik Jhon, kau sendiri apa kabar?" balas Michael santai.
Ya, pria yang datang itu adalah walikota Jhon. Orang yang baru saja kutemui semalam, yang hampir saja di habisi oleh kelompok londerson atau mungkin yang menghabisi anak buah Londerson?
"baik jendral, ya begitulah" jawab Jhon dengan pasrah.
"sepertinya kau mengalami masalah besar, memangnya ada apa?" tanya Michael basa basi, padahal faktanya ia sudah tau semuanya karna aku sudah bercerita sebelumnya.
"ya memang ada masalah, dan ini cukup membuat kepalaku sakit" jawab Jhon jujur.
"baiklah, baiklah, lebih baik kita mengobrol sambil duduk saja. Tidak nyaman jika mengobrol sambil berdiri, bukan begitu nona?" ingat Michael Jhon, jika ada orang lain di ruangan itu selain mereka.
Aku hanya menatap mereka malas, sampai Michael memanggilku dan tatapan mereka menuju padaku. Aku mengangkat bahu acuh, namun tatapan Michael seolah memintaku untuk menyuruh Jhon duduk.
"apa? Jika mau duduk ya duduk saja, tidak ada yang melarang juga" balas aku malas.
Ku lihat Jhon menatapku dengan terkejut, seperti tidak percaya jika aku berada di ruangan ini juga.
"kau?" ucap Jhon dengan nada terkejut.
"apa?" jawabku malas.
"sedang apa kau disini nona Alexa? Ini bukan tempat untuk bermain-main, cepat pergilah dari sini." usir Jhon padaku.
Aku menatap tidak suka pada Jhon, dia berkata seakan aku ini seorang peganggu. Aku mengode Michael untuk menjawab ucapan Jhon, aku terlalu malas untuk menjawabnya.
"nona Alexa?" gumam Michael memastikan.
"ya, aku Alexa. Bukankah kau mengenalku, jendral?" balasku dengan sinis.
"ah ya, kau memang Alexa." tukas Michael kaku.
Kurasa Michael baru mengerti kenapa aku menggunakan nama lain, karna saat ini aku sedang menyamar dan melakukan misi.
"jendral, sebenarnya apa hubungan kalian? Dan kenapa gadis kecil ini berada disini?" tanya Jhon penasaran.
Michael menatapku seolah meminta izin untuk menceritakan tentang diriku, aku menyetujuinya tapi tidak untuk seluruhnya.
"ceritakan saja intinya, selain itu tutup" tukasku sambil menatap Michael.
Michael mengerti, sedangkan Jhon terlihat bingung dengan tingkah ku.
"ya Alexa adalah rekan kita Jhon, dia adalah.." jelas Michael ku potong.
"tingkat satu" potongku pada penjelasan Michael.
Michael menatapku heran, aku membalasnya dengan tatapan 'nanti akan aku jelaskan'
"ya, dia tingkat satu dan asisten pribadiku." lanjut Michael.
Jhon menatapku tidak percaya, dia memang cukup jeli untuk mengamati kami. Mau tidak mau aku harus jujur padanya, atau dia akan terus menanyaiku hal yang sama kedepannya.
"aku tidak percaya, kalian pasti berbohong." ucap Jhon curiga.
Baru saja ku katakan, dia sudah mengeluarkan pendapatnya.
"letnan tingkat 1" balasku jujur.
"apa? Yang benar saja, kau seorang letnan? Apa kau bercanda?" tanya Jhon tidak percaya.
"terserah jika kau tidak percaya" jawabku malas.
Michael menatapku bingung, namun ia mengalihkan pandangannya pada Jhon. Dapat ku lihat Jhon mempertanyakan kebenaran kata-kataku pada Michael, melalui tatapannya. Dan Michael menganggung mengiyakan, membuat Jhon menatapku heran.
"kau seorang letnan? Bagaimana bisa?" tanya Jhon masih tidak percaya.
"dia memang letnanku Jhon, kau baru mengenalnya jadi tidak percaya padanya. Tapi prestasinya cukup untuk membungkammu, aku pun terpukau pada aksinya." jelas Michael jujur, membuatku menatapnya tajam.
"benarkah? Aku benar-benar terkejut dia seorang letnan, pantas saja semalam ia bertindak seperti itu." balas Jhon mulai percaya.
"berhenti membicarakanku, lanjutkan saja obrolan kalian" kecamku pada mereka.
Aku melangkah akan keluar dari ruangan, namun Michael memintaku untuk ikut berdiskusi dengan mereka.
Mau tidak mau aku jadi ikut duduk bersama mereka, dan membangun rencana untuk menuntaskan kelompok londerson.
.
.
.
.
.
Hari sudah sore, aku berpamitan pada Michael dan Jhon untuk pulang. Tepat saat itu Jhon berpamitan juga, akhirnya aku dan Jhon keluar bersamaan -tanpa di rencanakan-
Saat kami di lift, Jhon kembali bertanya padaku. Dan bahkan ia mengejekku, jika saja tidak sedang dalam keadaan nyamar. Aku juga akan langsung membalas tiap ejekkannya itu, agar dia bungkam.
"tidak aku sangka, ternyata gadis kecil ini cukup berbakat juga. Ku pikir kau hanya bisa main-main, tapi ternyata ada pintarnya juga" ejek Jhon padaku.
Aku menatapnya malas, ingin sekali ku pukul mulut menjijikkannya itu.
"kau ini pria atau wanita sih, berisik sekali seperti ibu-ibu arisan" kecamku sinis, sambil menatapnya tajam.
Ku lihat Jhon terdiam, sepertinya ia memang merasa sesuai dengan apa yang aku katakan. Rasakan itu, makanya jangan mencari masalah denganku.
Sampai di lobi Jhon masih terdiam, dan aku hanya mengabaikannya. Namun, saat aku akan keluar dari gedung ini dia memanggilku.
"Alexa!" panggil Jhon padaku.
Aku berbalik menatapnya bertanya, dia melangkah menghampiriku lalu berdiri tepat di depanku.
"sebenarnya kenapa kau mau bergabung dengan MPD?" tanya Jhon serius, wajahnya menuntut.
"apa aku harus menjawabnya? Dengar, kita bahkan baru kenal." jawabku heran dengan keingin tahuan orang ini.
"ya memang, tapi aku ingin tau tentangmu. Dan apa alasanmu berada di lingkungan berbahaya seperti ini?" jelas Jhon jujur.
"bukan urusanmu tuan, yang harus kau lakukan hanya fokus pada urusanmu saja. Kau tidak perlu memperdulikan aku, karna aku juga tidak perduli padamu! Apa sampai sini kau mengerti? Jadi tolong, jangan ganggu aku lagi dengan pertanyaan bodohmu itu." tekanku padanya, rasa kesalku memuncak sudah.
Aku tau itu cukup keras, tapi aku tidak ingin dia terus mengorek info tentangku. Tanpa bicara lagi aku melangkah meninggalkan dia, tidak perduli apa yang terjadi dengannya.
.
.
.
.
.
Aku turun dari taksi dan berjalan melewati gang yang kecil dan kotor, hingga sampai di jalan kampung yang hanya setapak itu.
Suasana di kampung ini masih lumayan ramai, namun sebentar lagi akan gelap. Jadi semua warga mulai masuk ke rumah mereka, dan tidak keluar lagi sampai besok pagi.
Kapan aku bisa merubah peraturan itu? Hah, ketua mereka saja aku tidak tau. Bagaimana bisa aku merubah peraturan itu, tidak berguna.
Setelah sampai di rumah, aku membuka pintu dan masuk ke dalam. Aku membuka lemari es dan mengambil sebotol minuman soda dan cemilan, lalu membawanya ke ruang santai.
Aku baru saja teringat sesuatu, aku belum menyimpan nomor ponsel orang itu. Hah menyebalkan sekali, tapi ini hal yang perlu ku lakukan.
Ponselku berbunyi, ternyata Michael menelponku. Tanpa menunggu lama, aku segera menjawab telponnya.
"halo Kisha?" sapa Michael padaku.
"ya, ada apa?" balasku santai, sambil menikmati cemilan dan minuman soda yang tadi ku buka.
"aku hanya ingin bertanya, menurutmu rencana tadi bagaimana?" tanya Michael padaku.
"menurutku lumayan menarik, walau tidak terlalu sesuai denganku." jawabku apa adanya.
"ya, ku pikir juga begitu. Tapi Kisha, tolong jangan egois ya? Kau harus bekerja sama dengan Jhon, jangan mengambil langkah sendiri." saran Michael padaku, sepertinya ia khawatir.
.
.
.
.
.