"kau..!" ucap James dengan wajah terkejutnya.
Jelas saja ia akan terkejut, karna saat bertemu sebelumnya ia benar-benar percaya jika aku hanya tersesat saja.
"hai James, apa kabar? Akhirnya kau bisa keluar dari penjara itu ya? Wah, hebat!" sapaku pada James, namun ia menatapku tajam.
"kau ternyata pengkhianat! Kau membohongiku, ku pikir kau gadis baik. Nyatanya kau hanya sampah!" kecam James padaku.
Aku menatap malas James, lalu berdiri dari kursi yang ku duduki tadi. Perlahan aku melangkah mendekati James, kini aku berada di tengah antara James dan Louis.
"tenang donk, kok kasar sih? Aku akan jelaskan" kataku mencoba menenangkan mereka.
Ku lihat wajah mereka tidak terima, tatapan mereka tajam padaku. Sepertinya mereka memang marah, lalu apa peduli ku?
"ya, aku memang wanita di club saat bertemu denganmu Louis. Dan, ya aku memang benar-benar tersesat saat bertemu denganmu James. Itu memang benar, aku tidak bohong. Hanya saja, saat di club aku memang membuntutimu Louis. Karna aku ingin mencari informasi tentang Mafia Londerson! Ya, aku ingin menemuinya. Lalu kau membawaku ke tempat yang asing, tempat yang sama sekali tidak ku kenali. Disitulah aku bertemu dengan James, dalam keadaan tersesat. Aku ingin kabur sebelumnya, tapi aku malah masuk ke dalam ruang utama di rumah itu. Dan tanpa sengaja aku mendengar rencana kalian, lalu aku harus apa? Tentu saja ikut beraksi, benarkan?" jelasku pada mereka, lalu dapat ku lihat mereka terkejut dengan wajah marah dan amat kesal.
"jadi kau mempermainkan kami?" tanya James dengan nada tajamnya.
"ya, aku mempermainkan kalian. Menyenangkan bukan?" jawabku asal, walau sebenarnya tidak berniat begitu.
"cih, wanita sialan! Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau ingin ikut campur urusan kami?" tanya Louis penuh amarah.
"siapa aku? Apa aku harus menjawabnya?" balasku dengan dingin.
"sialan kau! Serang dia!" titah Louis pada pasukannya.
Mendengar perintah dari atasan mereka, para anggota itu langsung menyerangku. Jumlah mereka sekitar 15 orang, dan mungkin aku akan kelelahan nanti.
Dua dari mereka melayangkan pukulan padaku, aku menghindar dan membalas memukul mereka. Hingga kedua orang itu jatuh, lalu 4 dari yang lainnya bersiap menyerangku.
Aku mundur 2 langkah untuk memasang kuda-kuda pertahanan, tidak lama mereka menyerang kembali. Satu persatu menyerangku dengan pukulan dan tendangan, namun masih bisa ku hindari. Aku kembali menyerang mereka dengan pukulan telak, dan juga tendangan titik penting mereka.
6 orang sudah jatuh tidak sadarkan diri, masih ada 9 lagi di hadapanku. Mereka bersiap menyerangku, satu persatu dari mereka menyerangku. Lalu mereka menyerang bersamaan, membuatku kuwalahan.
Satu pukulan dan tendangan mengenai sudut bibirku dan perutku, lumayan sakit. Namun aku masih bisa melawan mereka, dengan menahan rasa sakit di tubuhku aku serang mereka kembali.
Habis sudah! Hanya tersisa aku, James, dan Louis di ruangan itu. Hanya saja tubuhku sudah lelah, dan tidak sanggup lagi bertarung.
"haha, dasar wanita bodoh! Kau pikir, kau bisa melawan kami? Jangan sombong dulu, bocah! Kau hanya gadis ingusan yang tidak tau apa-apa" kecam Louis padaku.
"hah.. Hah.. Benarkah? huh.. Melelahkan juga ternyata melawan kalian, aku ingin segera mandi" balasku cuek, mengabaikan ucapannya.
"cih, gadis menyebalkan!" umpat James sambil menatapku tajam.
Louis dan James sudah bersiap melawanku, namun tubuhku tidak sanggup lagi bertarung. Tenagaku hilang, dan rasa sakit di bibir dan perutku semakin terasa. Sepertinya aku hanya bisa menghindar saat ini, jika melawanpun aku pasti kalah.
Aku segera mengambil 2 bola kecil yang di berikan walikota Jhon sebelumnya, aku menambahkan sedikit bubuk obat tidur di dalamnya lalu melepas kunci tahan nya.
Lalu setelahnya aku melempar bola itu hingga menggelinding mendekati Louis dan James, lalu aku berusaha menjauh walaupun tertatih-tatih karna tubuhku yang kelelahan.
Kepulan asap memenuhi ruangan itu, dan tidak lama setelahnya Louis dan James melemah dan langsung tertidur. Aku kembali ke ruangan walikota Jhon, dan menyandarkan diriku di sofa.
"ternyata kau memang bukan orang sembarangan, dan tak terduga" celetuk walikota Jhon saat melihatku kembali.
.
.
.
.
.
Walikota Jhon mengompres luka di sudut bibirku, aku sudah menolaknya dan berkata akan melakukannya sendiri. Namun ia bersikeras untuk mengompres lukaku, dan akhirnya aku mengalah dan membiarkannya.
Aku meringis saat handuk dingin itu menyentuh lukaku, rasa perih langsung menjalar ke seluruh wajahku. Sesaat aku menahan nafas dan memejamkan mataku, merasakan sakit yang baru ini.
"shhh" ringisku menahan sakit.
"apakah sangat sakit?" pertanyaan bodoh yang tiba-tiba saja keluar dari walikota Jhon, dan hal itu membuatku kesal.
"tidak, sangat nikmat sekali. Apa kau mau merasakannya juga?" balasku dengan nada mengancam.
Aku lihat dia tertawa kecil, lalu merapikan bekas obat dan baskom air. Lalu membawanya ke luar ruang perpustakaan, tidak lama kemudian ia datang kembali dengan nampan yang berisi 2 gelas jus dan semangkuk bubur ayam.
"kenapa kau jadi baik padaku?" tanya ku bingung dan waspada terhadapnya.
"kenapa, apa tidak boleh?" jawabnya dengan tawa kecil.
Aku menatapnya jengah, jujur saja aku sedikit takut ia memiliki maksud lain terhadapku.
"aku hanya ingin membantumu, kurasa kita cocok untuk bekerja sama. Bukan kah kau ingin menghabisi mereka juga?" jelas walikota Jhon padaku.
"mungkin saja" balasku apa adanya, karna aku sendiri belum tau apa mereka terlibat dengan kematian papa dan mamaku atau tidak.
"kita bisa bekerja sama bukan, ku rasa kau bukan gadis biasa." ucap walikota Jhon santai.
Aku menatapnya datar, sambil mempertimbangkan ajakannya.
"bagaimana?" tanya walikota Jhon padaku.
"baiklah." jawabku singkat padat dan ku rasa cukup jelas.
"tapi sebelum itu, kau harus memberitahuku siapa kau sebenarnya?" tanya walikota Jhon serius.
"kenapa kau sangat ingin tau siapa aku? Apa itu sangat penting?" tanyaku balik padanya.
"tentu saja, sesama rekan harus saling mengenal bukan?" jawabnya atas pertanyaanku.
Alasan klise, benar-benar jawaban yang terbaik untuk membalikkan kata-kataku.
"Alexa" jawabku singkat.
"hanya itu?" tanya nya lagi menuntut.
"lalu kau mau tau apa lagi? Apa kau harus tau semua tentangku, begitu?" balasku kesal.
Lama-lama ini orang menyebalkan juga, membuatku bosan dan malas untuk berhadapan dengannya.
"maafkan aku, baiklah kita bisa memulainya dengan baik-baik. Aku Jhon, senang bekerja sama denganmu." ungkap Jhon sambil mengulurkan tangannya padaku.
Aku menatap tangannya yang terulur, dengan malas aku menjabat tangannya dan mengangguk mengiyakan.
"baiklah jika ada informasi, jangan lupa kabari aku. Ini kartu namaku, dan no telfon ku. Lalu kau?" jelas Jhon sambil memberikan selembar kertas kecil padaku.
"tidak ada, aku yang akan menghubungimu jika ada yang ku butuhkan." jawabku apa adanya.
Kulihat dia sedikit kesal, mungkin kata-kataku ada yang salah. Tapi dimana?
"kau mengabariku hanya jika butuh? Sungguh pemanfaatan yang baik, bukan?" sindirnya pada kata-kataku sebelumnya.
"lupakan, tunggu saja kabar dariku" balasku tidak memperdulikannya.
.
.
.
.
.