"Tunggu, dimana ilham?" ucap Seina yang baru sadar jika Ilham sedari tadi tak ada.
"Bukankah dia tadi ke toilet?" ujar Devan yang juga bingung karena Ilham terlalu lama di toilet.
"Hei.. kenapa kalian ninggalin aku.." seseorang berteriak dari arah lain. Devan dan Seina pun spontan menoleh dan melihat ilham yang berjalan terpekeh-pekeh sambil memegangi perutnya.
"Kenapa kamu?"
"Kayaknya makanan jepang memang gak cocok buat aku. Aku mending makan nasi sama sambel aja deh." ilham tampak sangat tersiksa wajahnya pucat dan ia mengeluarkan keringat dingin.
"Ham kamu kenapa?" tanya Seina dengan khawatir.
Ilham pun menjelaskan jika perutnya terasa sakit. Mual dan diare. Sepertinya efek dari makan makanan asing dalam porsi yang terlalu banyak. Ilham tadi memang makan dengan rakus dan melahab habis semuanya karena ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini kapan lagi ia makan makanan jepang dan di traktir. Namun nyatanya perutnya tak bisa di ajak berkompromi. Semua yang ia makan malah justru terbuang sia-sia.
"Sudah buruan masuk mobil. Kita ke klinik aja. Bisa bahaya kalo di biarin. Mungkin saja kamu alergi terhadap salah satu jenis seafood." ujar Devan yang tak tega melihat wajah Ilham yang memucat tak seperti saat mereka berangkat tadi kini ilham lebih banyak diam dan menenangkan dirinya agar tak lagu mual.
Devan segera memacu mobilnya dan mengendarainya menuju ke sebuah klinik terdekat. Ia tentu saja tak mau ilham sakit. Karena tugas ilham adalah menjaga Seina. Bukan malah Seina yang harus menjaga Ilham.
Sesampainya di klinik dokter pun memeriksa dan memberikan ilham sejumlah obat yang harus ia minum untuk meredakan nyeri pada perutnya. Dokter menganjurkan agar ilham makan makanan yang bertekstur lembut dulu agar lambungnya tak bermasakah lagi. Sistem pencernaan ilham tak mampu menerima makanan yang tak diolah. Meskipun bahan yang digunakan di restoran tersebut fresh namun daya tahan tubuh setiap orang berbeda-beda ada yang bisa menerimanya ada yang tidak.
"Sudah kamu istirahat aja dulu." ucap Seina kepada ilham. Mereka kini sudah kembali kerumah kontrakan.
Ilham yang masih merasa lemas pun hanya menurut ia segera masuk kedalam kamarnya setelah meminum obat. Ia ingin tidur dan merebahkan tubuhnya untuk beristirahat. Dia sudah kapok makan makanan jepang. Lain kali meskipun di traktir ia tak mau lagi. Baginya makanan lokal lebih bersahabat dengan pencernaannya.
"Sekarang bagaimana?" tanya Devan kepada Seina yang duduk terdiam di atas sebuah sofa.
"Apanya?"
"Bukankah kini kau sudah tau fakta yang sebenarnya. Lalu apa rencanamu selanjutnya?"
Seina terdiam cukup lama. Ia memandang kosong pada satu arah. Pikirannya melayang-layang tak menentu. Ia sendiri bingung harus bersikap bagaimana dan seperti apa.
"Mas Devan.."
"Ya." Devan mendongak menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari bibir seina.
"Ayo kita menikah saja."
"Ha?? Menikah? Kau.."
"Bukankah hal itu yang juga kau inginkan bukan? Bukankah kau bilang jika kau bisa membuatku tau tentang bukti yang kau lihat di dompet Adiguna kita harus menikah. Dan kini aku sudah tau. Bukankah itu artinya aku dan kamu memang harus menikah?"
Devan tertegun mendengar jawaban Seina. Ia tau betul ini bukan keinginan dari Seina sendiri. Ia bilang begitu hanya karena sebuah keterpaksaan atas apa yang pernah ia janjikan sebelumnya.
"Apa kau serius?" tanya Devan yang masih tak yakin dengan keputusan Seina.
"Ya. Sepertinya inilah yang terbaik." seina mengubah tatapan matanya dari yang awalnya kosong kini menatap Devan dengan tatapan yang sulit diartikan. Seolah ia ingin menumpu semua masalahnya bersama Devan. Karena ia tau. hanya devan yang bisa membantunya.
Devan sendiri tertegun. Meski awalnya ia yang terkesan terburu-buru namun kali ini ia tak menyangka jika Seina yang menawarkan diri untuk menikah dengannya.
"Apa kau yakin dengan keputusanmu ini?" tanya Devan sekali lagi.
Seina hanya membalasnya dengan sebuah anggukan tatapan matanya begitu dalam namun sangat sulit diartikan.
Seina tak peduli lagi jika nanti mungkin karirnya akan hancur karir yang baru saja akan ia mulai akankah gagal di tengah jalan jika ia sudah menikah ataukah justru karirnya akan semakin melambung setelah ia menikah ia tidak pernah tahu akan hal itu ia yang jelas hanya ingin segera menikah dengan Devan ia ingin bisa semakin dekat dengan Adiguna.
Entah, Apakah keputusannya ini benar atau tidak yang jelas ia sudah menepati janji yang ia buat kepada Devan untuk menikah dengannya setelah ia tahu bukti dan fakta jika apa yang Devan katakan adalah benar tentang foto ibunya yang berada di dompet Adiguna.
Meski di antara mereka berdua tidak pernah ada perasaan saling suka ataupun sebuah cinta namun Seina yakin akan keputusannya untuk menikah dengan Devan walaupun ia sendiri ragu apakah mungkin hubungan keduanya akan menjadi baik selama menikah ataukah menjadi semakin memburuk karena tak ada cinta di antara mereka yang ada hanyalah sebuah kompromi untuk saling menguntungkan satu sama lain.
" Mas Devan. Bisakah kamu memenuhi satu permintaanku?" tanya Seina dengan penuh harapan.
" Apa itu? Katakan Saja..!"
"Jika mungkin nanti kita menikah. Aku ingin yang menjadi wali pernikahan ku adalah Adiguna. Apakah kau bisa mengatur lalu itu untukku? Hanya itu yang aku inginkan saat pernikahan nanti." Devan memandang dalam ke arah Seina tak menyangka jika Seina hanya menginginkan itu saat pernikahannya bukan sebuah mahar yang mahal dan juga mewah. Ia hanya ingin disaksikan dan diwalikan oleh ayah kandungnya sendiri.
"Aku akan mencobanya. Dan aku berjanji kepadamu aku pasti akan bisa mewujudkan impianmu itu ucapan dengan tegas meskipun ia sendiri tak yakin apakah ia bisa membuat Adiguna menjadi wali atau saksi pernikahan Seina dan dirinya ataukah tidak.
"Lalu kapan kau ingin menikah denganku?" Imbuh Devan.
"Aku Ingin secepatnya. Tapi mungkih memang lebih cepat mungkin lebih baik."
"Aku tahu hal itu aku sendiri juga ingin menginginkan hal yang sama tapi kau sendiri tahu jika kita berdua sekarang adalah seorang public figure kau sendiri juga adalah artis pendatang baru semua media pasti ingin meliput pernikahan kita tak mungkin kita hanya menikah dengan sederhana tanpa sebuah awak media."
"Tapi aku tidak butuh sesuatu yang mewah. Bukankah yang terpenting adalah status di antara kita..?"
"Setidaknya kita buat seluruh dunia tahu jika kita memang seolah-olah saling mencintai."
"Huftt.. " Sena membuang nafasnya dengan kasar "Baiklah kalau begitu Bagaimana jika 2 bulan lagi? sepertinya cukup untuk kita membuat suatu perencanaan dan persiapan pernikahan ."
Devan diam dan berpikir sejenak lalu ia menyetujui usulan Seina "baiklah 2 bulan lagi lagi kita akan menikah aku akan mulai mengurusnya sekarang." imbuh Devan dengan mantap.
Bersambung..!