Pada tahun 2040, Qiao Anxia hidup bahagia bersama kedua orangtuanya. Waktu itu Anxia masih berusia empat tahun dan tidak mengerti apa itu kematian atau pembunuhan.
Mereka bukan berasal dari keluarga terpandang namun juga kehidupan mereka tidak berkekurangan. Ayahnya merupakan pegawai tetap di sebuah perusahaan besar dan jabatan ayahnya cukup tinggi dengan posisi seorang kepala manajer.
Kebutuhan serta keinginan Anxia cukup terpenuhi dan tidak pernah sekalipun merasa kekurangan hingga hari penentuan itu terjadi.
Ayahnya dipecat dengan tidak hormat dengan tuduhan penggelapan dana serta usaha pembunuhan terhadap atasannya. Ayahnya masuk ke dalam penjara dan ibunya serta dirinya dikucilkan serta dihina oleh tetangga mereka.
Dalam sekejap, teman-teman bermain serta keluarga yang tinggal di daerah perumahannya berbalik mengacungkan tangan mereka ke arahnya serta ibunya. Walaupun mereka mengalami masa yang sulit, Anxia tetap bertahan berkat ibunya.
'Tidak perlu didengar, kau hanya perlu menutup telinga dan mata akan apa yang dilakukan semua orang disekitar kita. Selama kita tidak melawan, kita akan baik-baik saja.'
Itulah yang dikatakan ibunya padanya, sehingga Anxia tidak pernah sekalipun melawan ataupun membantah tuduhan yang diarahkan kearahnya. Lambat laun, semua orang menjadi mengacuhkannya. Tuduhan serta hinaan sudah tidak ada lagi membuat Anxia kecil merasa lega.
Namun kelegaannya langsung digantikan dengan perasaan gelisah begitu melihat ibunya menangis meraung-raung sambil melempar benda apapun didalam rumah. Piring, gelas, foto, bahkan kursi sekalipun dibanting hingga tak berbentuk oleh sang ibu.
Anxia menjadi ketakutan dan turut bersembunyi dibalik dinding menyaksikan kegilaan ibunya.
Waktu itu dia masih tidak tahu apa-apa dan berharap semua yang dilihatnya hanyalah mimpi buruk belaka.
Keesokan harinya Anxia baru tahu bahwa ayahnya tidak akan pernah pulang ke rumah. Dia tidak tahu apa itu kata 'kematian', tapi dia tahu satu hal… ayah yang paling disayanginya telah pergi ke surga. Dia mengetahuinya saat banyak dari keluarga ayahnya datang dengan memakai pakaian serba hitam sambil membawa bunga putih dan meletakkannya di depan figura foto ayahnya.
Anxia pernah beberapa kali diajak pergi untuk melayat oleh kedua orangtuanya. Saat dia bertanya apa yang sedang terjadi, ibunya berkata bahwa orang yang berada di figura itu telah pergi ke surga dan tidak akan kembali ke dunia ini.
Barulah saat itu Anxia menangis tanpa suara. Air matanya menetes tanpa henti, tapi tidak ada suara isakan terdengar. Kini dia tahu ayahnya telah meninggalkannya untuk selamanya. Lalu bagaimana dengan ibunya?
Selama beberapa hari ini dia tidak melihat wajah ibunya. Semenjak kejadian ibunya menggila didalam rumahnya, Anxia dibawa pergi oleh sahabat ibunya dan menginap di rumah wanita itu.
Disana dia berteman dengan gadis seusianya yang tidak lain adalah Michele Wong.
Hubungan mereka cukup baik hingga dia mendengar bahwa orangtua Michele yang telah menjebloskan ayahnya ke dalam penjara dan membunuhnya diam-diam. Waktu itu Anxia tidak mengerti apa yang dimaksud dengan membunuh diam-diam, dan dia baru mengerti saat orang tersebut mendemonstrasikannya persis didepan matanya.
Orang tersebut menyuruh anak buahnya membawa seorang pria yang diikat serta mulutnya disumpal. Lalu orang itu menarik sumpalan mulutnya dan memaksanya untuk memakan sesuatu dari tangannya.
Tidak lama kemudian, pria malang yang diikat itu mengalami kejang dan mengeluarkan busa dalam mulutnya sebelum akhirnya jatuh terlentang tak bernyawa.
"Itu adalah membunuh secara diam-diam." jelas orang itu pada Anxia kecil. "Dan ini…" orang tersebut lanjut mendemostrasikan kemampuannya dengan menggorok leher salah satu anak buahnya tanpa diduga.
Anxia kecil menutup mulutnya dengan kedua tangannya mencegahnya untuk berteriak sementara matanya dipenuhi air mata begitu melihat begitu banyak darah muncrat dari leher pria itu dan terjatuh keras menandakan pria itu sudah tidak hidup lagi.
"Adalah membunuh terang-terangan." lanjut pria itu sambil mengelap pisaunya dengan sapu tangan dengan ekspresi datar seolah dia tidak membunuh dua orang sekaligus didepan anak kecil. "Ayahmu mati dibunuh oleh keluarga Wong dan ibumu dimasukkan ke rumah sakit jiwa oleh mereka."
"Ti…Tidak." Anxia kecil menutup telinganya menolak mendengar kalimat apapun dari pria kejam itu.
"Ayahmu pasti kecewa melihat putri kecilnya hanya diam membiarkan Wong menyiksa kalian. Apakah kau tidak ingin membalas mereka? Aku bisa membantumu." pria itu berjalan mendekat ke arah Anxia sementara Anxia terpaku pada posisinya berdiri. Pria itu bersimpu satu kaki untuk mensejajarkan pandangannya dengan Anxia kecil. "Belati ini akan menjadi milikmu jika kau mau bekerja sama denganku. Aku akan membantumu menyelamatkan ibumu sekaligus membalas dendam kematian ayahmu. Bagaimana?"
Semenjak itu Anxia mengalami pelatihan keras dan kejam dari orang tersebut dan terbiasa akan luka-luka kecil dan berat. Dia juga diharuskan untuk belajar berbagai macam bahasa agar dia bisa dikirim keluar negeri untuk menjalankan misi.
Lalu sepuluh tahun yang lalu, Anxia mendengar majikannya berhasil menyingkirkan Tuan serta Nyonya Wong menyisakan Michele Wong yang masih berusia dua belas tahun.
Masternya juga merebut semua asset serta saham dan property yang dimiliki oleh keluarga Wong dan menjualnya dengan harga yang sangat murah. Sementara Michele dibiarkan telantar dan disandera oleh majikannya. Mereka berencana akan menjadikan gadis itu sebagai wanita penghibur begitu usianya mencapai delapan belas tahun.
Namun sayangnya, gadis itu beruntung sekali karena bertemu dengan Raymond Calvin disaat Michele berhasil melarikan diri dari tahanan. Semenjak itu Michele berada bawah perlindungan pemuda itu dan membawanya pergi ke Eropa.
Qiao Anxia tidak memiliki misi ke Eropa sehingga dia tidak bisa mengejar gadis itu. Walaupun Michele tidak memiliki hubungan dengan kasus pembunuh ayahnya, Anxia tetap membenci gadis itu. Dia akan melakukan apapun untuk membuat kehidupan gadis itu sengsara sama seperti orang tua Michele yang menghancurkan kehidupannya.
Seharusnya dia bisa bertumbuh menjadi gadis baik-baik bersama orangtuanya dan bukannya menjadi pembunuh bayaran seperti ini. Itu sebabnya, dia langsung merencanakan jebakan untuk menjerat Raymond agar berpisah dari istrinya begitu tahu Raymond datang ke Hongkong.
Tapi, siapa yang menyangka? Jebakannya malah membawanya masuk kedalam perangkapnya sendiri. Dan kini dia harus menghadapi salah satu pria yang ingin sekali dihindarinya.
Dan kini pria itu dengan tidak tahu malunya mempromosikan dirinya sebagai calon suaminya???
Tunggu!
Jika seandainya dia menikah dengan Richard, bukankah itu berarti dia akan memiliki kekayaan keluarga Calvin? Dia juga bisa bertemu dengan Michele secara rutin untuk membuat kehidupan pernikahannya hancur? Setelah ini semua selesai, dia akan membunuh Richard dan mengambil semua kekayaan pria ini untuk kepentingan balas dendamnya?
Dia bahkan bisa melepaskan diri dari cengkeraman majikannya dan hidup sebagai wanita bebas!
Akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti permainan pria itu. Dia berhenti meronta lalu menyenderkan kepalanya ke bahu Richard dengan manja.
"Kau ingin menjadi suamiku? Baiklah. Kapan kita akan menikah?"
Richard tercengang mendengarnya. Cepat sekali gadis ini berubah pikiran!?
Pada akhirnya mereka membuat janji temu di kantor pemerintah untuk meregistrasikan pernikahan mereka keesokan harinya. Dengan bantuan kenalan Richard, mereka bisa resmi menjadi suami istri walaupun kartu identitasnya bukanlah warga Hongkong.
Sayangnya, tidak peduli seberapa lama Richard menunggu, gadis itu tidak pernah muncul. Qiao Anxia tidak datang dan sepertinya telah berubah pikiran. Atau mungkinkah kemarin gadis itu hanya bersandiwara?
Kalau iya, maka Richard harus mengacungkan jempol. Dia sama sekali tidak bisa melihat sandiwara gadis itu.
Richard menengadah ke atas menatap langit yang terasa sangat jauh. Dia memang kecewa, tapi dia tidak marah. Richard juga tidak berniat untuk mengejar gadis itu. Jika gadis itu ingin menghindarinya, untuk apa dia membuang energi untuk memaksanya?
"Tuan muda, sekarang apa yang anda ingin lakukan?"
"Kembali pulang. Aku ingin bertemu dengan saudaraku."
Sekretarisnya langsung mengatur pesawat untuknya dan berangkat ke Singapura menyusul kedua adiknya.