"Tada! Sudah tidak keluar darahnya lagi." Lori berseru dengan suara lantang sambil mengeluarkan jarinya dari mulutnya untuk menunjukkan kulitnya yang kini tidak berdarah lagi pada ayah tampannya.
"Siapa yang mengajarimu untuk langsung mengemut jari yang terluka?"
"Aku sering melihat mama melakukannya saat tangannya terluka."
"Ibumu sering terluka? Bagaimana bisa?" Richard tidak bisa tidak tertarik akan pernyataan Lori. Seingatnya, Qiao Anxia sangat ahli dalam menggunakan pisaunya, jadi tidak mungkin tangannya terluka.
"Mama selalu terluka tiap kali mengiris daging. Dia selalu sanggup meledakkan dapur begitu dia menyalakan kompor. Sungguh sebuah mujizat, kami masih hidup hingga sekarang."
Richard mengatup bibirnya rapat-rapat agar tawanya tidak lepas. Dia pasti akan tertawa terbahak-bahak bila tidak ada dokter Chard yang saat ini memasukkan darah Lori serta darah didalam botol kedalam sebuah alat.
Jika seandainya hasil tes darah mereka memang cocok, Richard ingin sekali bertemu dengan gadis seksi itu. Kali ini dia akan memburu gadis itu hingga menemukannya dan tidak akan membiarkan gadis itu meninggalkannya.
"Hasilnya sudah keluar." ujar dokter Chard sambil memberikan sebuah kotak segi empat pada Richard.
Kotak tersebut ada monitor yang dibagi menjadi dua bagian. Ada beberapa garis dengan motif sama namun warna berbeda pada dua bagian tersebut.
Tanpa perlu menunggu penjelasan dari dokter, Richard sudah tahu hasilnya. Untuk pertama kalinya sepanjang ingatannya, Richard tidak pernah merasakan dirinya seolah memenangkan pertandingan yang begitu berarti dan mendapatkan hadiah fantastis.
Bukan. Bukan fantastis lagi. Loreine adalah hadiah terbaik dari yang terbaik yang pernah ia terima.
"Kedua darah ini menunjukkan bahwa mereka memiliki hubungan darah. Siapa pemilik darah didalam botol?"
"Seorang kenalanku." jawab Richard datar telah memasang topeng palsunya dengan sempurna.
"Bagaimana anak ini bisa disini?"
"Dia terpisah dari ibunya. Jadi untuk sementara dia ikut denganku."
"Kalau begitu darah didalam botol tadi…"
"Milik orangtuanya. Aku hanya ingin memastikan orang yang akan menjemputnya adalah orangtua kandungnya." jelas Richard sekali lagi tanpa berkedip membuat dokter Chard tidak mencurigai kalimatnya.
"Ah, ternyata begitu. Apakah ada lagi yang butuh bantuanku?"
"Bagaimana dengan kesehatannya? Aku ingin tahu apakah dia sedang sakit atau apa."
Setelah memeriksa kondisi kesehatan Lori yang ternyata sangat sehat, Richard membiarkan dokter Chard pulang kembali.
Semenjak mengetahui bahwa Lori adalah putrinya, Richard tidak lagi berusaha menghindar. Malah sebaliknya, dia selalu mendekati putrinya karena ingin menebus semua waktu yang belum dilaluinya bersama putrinya.
Lori sama sekali tidak bingung dan sangat terbuka akan pendekatan yang dilakukan Richard. Dia malah menemukan tempat dudukan yang paling disukainya, yaitu pangkuan Richard.
Richard sama sekali tidak mengusirnya dan Lori juga tidak berniat menyingkir dari tempat duduknya yang nyaman itu. Apalagi terkadang Richard akan menggerakkan kakinya keatas bawah dengan cepat membuat Lori serasa seperti naik kuda.
Melihat interaksi kecil duo ayah anak itu, membuat lainnya benar-benar tercengang.
"Semakin melihat kalian, aku semakin melihat kemiripan diantara kalian. Kalau orang lain yang melihat kalian, mereka pasti salah mengira kau adalah ayahnya."
Kendrich serta adiknya mengangguk setuju terhadap opini Harmonie.
Richard hanya memberi senyuman datar padahal hatinya telah berbunga-bunga. Rasanya dia ingin sekali memberitahu mereka bahwa Lori memang adalah putri kandungnya.
Dia ingin berteriak dan membiarkan seluruh dunia tahu, dia telah memiliki seorang anak perempuan yang begini menyenangkan. Dan di usianya baru tiga tahun ini sudah bisa bicara tujuh bahasa berbeda.
Dia bahkan ingin membanggakannya pada saudara-saudaranya yang tinggal di Amerika dan memamerkan putrinya yang cantik pada mereka semua.
Tapi bukan saatnya. Dia tidak ingin membongkar rahasia besar ini karena ingin bertemu dulu dengan wanita seksi itu.
Kira-kira kapan wanita itu akan menghubunginya? Dia yakin Kendrich telah meninggalkan nomor kontak yang bisa dihubungi pada pihak bandara agar ibu anak ini bisa menghubungi mereka.
Dia akan menunggu hingga besok siang. Jika wanita itu tidak menghubunginya untuk menjemput Lori, dia sendiri yang akan melacak keberadaan gadis itu.
Lagipula, mengingat kelihaian serta ketelitian wanita itu saat menyerangnya tiba-tiba di kamar suitenya, seharusnya gadis itu tidak mungkin ceroboh meninggalkan Lori sendirian hingga hampir diculik oleh penjahat. Atau jangan-jangan wanita itu sengaja menelantarkan putrinya di bandara?
Kalau memang iya, dia akan memberi pelajaran pada wanita itu karena tega membuang putrinya.
Putrinya?
Ah, kenapa satu kata ini begitu menyejukkan hatinya?
Sementara itu, di sebuah apertemen kecil yang sederhana di kota Frankfurt, ibu kandung dari Loreine tengah sibuk mondar-mandir kesana kemari sambil menggigiti kukunya.
Saat dia sadar putrinya tidak berada disisinya, Qiao Anxia langsung mencari putrinya hingga ke parkiran. Namun langkahnya berhenti secara otomatis dan bersembunyi dibelakang salah satu mobil van besar saat melihat wajah seorang pria yang sangat dikenalnya.
Richard Calvin.
Apa yang dilakukan Richard disini? Sepengetahuannya Richard sedang berada di Jepang saat ini.
Anxia berusaha tidak hanya kabur dari Richard, tapi juga melarikan diri dari mantan majikannya. Dia bahkan menyembunyikan keberadaan Lori dan tidak memberitahu siapapun bahwa dia telah melahirkan seorang anak.
Profesinya adalah seorang pembunuh bayaran dan dia memiliki banyak musuh di luar sana. Jika sampai ada yang tahu dia memiliki seorang anak, mereka pasti akan menculik putrinya untuk mengendalikannya.
Dia mungkin memang membenci Richard, tapi dia sama sekali tidak membenci putrinya. Sebaliknya, Lori merupakan sumber satu-satunya untuk bertahan hidup. Satu-satunya orang yang dia sebut keluarga semenjak ibunya meninggal di rumah sakit jiwa.
Anxia akan melakukan apapun untuk menyembunyikan putrinya dari musuhnya. Dendamnya akan masa lalu masih ada hingga sekarang, tapi dia rela mengesampingkannya untuk memprioritaskan keselamatan putrinya.
Hanya saja, majikannya mulai mengendus keberadaan Lori, sehingga dia harus kabur dan berpindah-pindah dengan menggunakan identitas palsu berkat bantuan sahabatnya.
"Qiao Qiao, tenanglah. Lori akan baik-baik saja." Ling Meng, teman baik Anxia semenjak sekolah SMP berusaha menenangkan sahabatnya.
"Tidak. Aku tetap tidak bisa tenang. Aku takut dia akan tahu kalau Lori adalah putrinya."
"Lalu?"
"Bagaimana kalau dia mengambil Lori dariku? Aku tidak bisa membiarkannya. Tidak. Aku akan mengambilnya."
"Kau tahu dia tidak akan melepaskanmu begitu melihat wajahmu."
"Mengmeng, apa yang harus aku lakukan?"
"Bagaimana kalau aku yang menjemputnya? Aku bisa berpura-pura menjadi dirimu dan menghubungi pria itu untuk menjemputnya. Bagaimana?"
"Hm. Lakukan saja."
"Masalahnya adalah, putrimu tidak begitu menyukaiku. Aku ragu dia akan mau ikut denganku dengan sukarela."
"Katakan kalimat ini padanya. Aku yakin dia akan mendengarkanmu."
Setelah memberikan sepotong kalimat dalam bahasa asing yang tak dikenalnya, Ling Meng mengambil ponselnya dan menelpon sebuah nomor yang diambil Anxia di pihak informasi bandara.