Dalam waktu 25 menittan Polin sampai dengan nafas yang ngos-ngosan. Ia melihat ke kiri dan kanannya, lalu menemukan Shela Raymond duduk di kursi panjang taman yang ada di sekitar jalan Club.
"Apa kamu baik-baik saja?" Itu adalah kata pertama yang keluar dari mulut Polin setelah mendapatkan Shela hadir di depan matanya.
"Ya." Jawab Shela singkat.
"Kita kembali sekarang?"
"Baiklah." Lagi-lagi hanya jawaban singkat. Polin tahu sesuatu mungkin saja telah terjadi pada Shela, namun ia enggan untuk bertanya lebih lanjut akan hal itu. Ia juga penasaran, mengapa Shela bisa ada di tempat itu. Satu hal yang pasti, mungkin saja ia menemui Darlie di tempat itu.
"Shela, aku tidak bisa untuk terus menemanimu. Diana masuk rumah sakit dan sekarang dalam keadaan kritis. Maaf tadi aku ngak sempat bilang padamu." Kata Polin membuka pembicaraan.
"Iya..." Shela menjawab saat jiwanya entah melayang ke mana. Ia lalu mencermati baik-baik apa yang Polin katakan, lalu segera tersadar. "Tunggu, apa? Kalau begitu kita ke rumah sakit saja sekarang." Ujar Shela antusias. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ke arah mobil Polin.
"Jadi kakak parkir mobil di mana?" Lanjut Shela bertanya.
"Tunggu Shel, saya rasa kamu tidak perlu pergi ke sana." Kata Polin membuat langkah kaki Shela terhenti.
"Loh, kenapa?" Tanya Shela.
Polin diam saja dan enggan menjawab. Ia lalu mengalihkan topik pembicaraan, "Aku akan mengantarmu pulang ke apartemenku."
'Benar juga. Kalau aku jadi Diana, mana mau aku bertemu dengan orang yang membuatku bertengkar dengan pasanganku!' Pikir Shela dalam hati.
"Pokoknya ini tidak seperti yang kau pikirkan." Lanjut Polin membuka suara, seakan-akan tahu apa yang ada dipikiran Shela.
"Kamu mengerti maksudku, kan? Pokoknya kamu tidak boleh berpikiran yang aneh-aneh." Kata Polin lagi.
"Iya, aku mengerti." Jawab Shela lemas.
"Good." Singkat Polin.
Polin pun mengantarkan Shela kembali ke apartemennya. Matahari juga mulai meninggi dari ufuk timur dengan malu-malu. Sesampainya di apartemen Polin hanya berpesan agar Shela istirahat dan juga ia bisa memasak apapun yang ia mau. Semua perlengkapan dapur, serta bahan-bahan makanan juga ada di tempatnya masing-masing. Setelah itu, Polin meninggalkan Shela dan kembali ke rumah sakit tempat Diana di rawat.
Saat Polin sampai di rumah sakit, ayah dan ibu Diana sudah berada di rumah sakit. Saat melihat Polin, ayah Diana naik pitan dan menampar Polin tanpa mendengarkan penjelasan apapun dari Polin.
"Ayah, jangan terlalu keras begitu." Ibu Diana memegang tangan suaminya dan mencoba menenangkan hati ayah dari Diana.
"Aku sudah memberikan kamu kesempatan selama 10 tahun. Tapi lihat, kau sama sekali tidak bisa menjaga anakku dengan baik." Geram Fenilan, ayah dari Diana.
Polin diam saja. Iya enggan untuk membuka suaranya untuk melakukan pembelaan. Ia tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Fenilan benar adanya.
"Om, tante, maafkan saya. Saya tidak bisa menjaga putri semata wayang kalian dengan baik." Tutur Polin santun.
"Nak, itu tidak benar. Kamu sudah berbuat banyak untuk Diana. Ini hanya musibah yang tidak bisa dihindari. Itu saja." Ujar ibu Diana bijaksana.
Fenilan hanya melirik sinis. Ia tahu bahwa apa yang dikatakan istrinya tidak sepenuhnya salah. Fenilan lalu keluar dari ruangan Diana dan mencari udara segar. Ibu dari Diana pun mengikuti suaminya itu untuk keluar ruangan, agar Polin bisa berduaan dengan Diana.
Polin melangkah ke arah ranjang Diana dan menatapnya dalam. Ia duduk di kursi tepat di samping kasur Diana. Polin mengambil tangan Diana dengan lembut, lalu menempelkan tangan itu ke pipinya.
"Hei, aku tahu kamu ada di sana. Ku mohon, jangan seperti anak-anak. Kau tahu bahwa hatiku tidak pernah ada untukmu. Tapi walaupun begitu, kamu tahu bahwa aku selalu menyayangimu. Jadi Di, please buka matamu untuk kami." Ujar Polin dengan tulus.
Polin menunggu Diana beberapa saat, lalu keluar meninggalkan Diana sesaat setelah ia berkata-kata. Tanpa Polin sadari air mata Diana keluar mengalir jatuh mendengar ucapan Polin. Jika seandainya Diana bangun dan masih tidak memiliki hati Polin, maka Diana berpikir ia hanya akan menjalani kehidupan yang sia-sia. Sebab Polin adalah sumber kehidupan Diana.
Demi Polin, Diana yang merupakan putri tunggal pengusaha kosmetik ternama belajar memasak. Demi Polin, ia yang tidak tahu caranya membersihkan rumah, mulai belajar cara mencuci piring dan mengepel lantai. Dan demi Polin, Diana belajar caranya untuk tersenyum saat wajahnya menjadi kaku karena emosi.
Banyak hal, banyak cerita yang telah Diana lewati hanya untuk mendapatkan perhatian dari Polin. Namun dengan usaha yang begitu keras pun, hati Polin tetap teguh hanya untuk wanita yang ia temui 10 tahun yang lalu.
Diana berangan-angan, jika saja wanita yang ditunggu dan dicintai Polin adalah dirinya, mungkin dia tidak membutuhkan apapun lagi yang ada di dunia ini.
Saat melihat Shela, Diana langsung segera tahu bahwa Shela adalah wanita yang selama ini Polin tunggu. Cara Polin menatap Shela di leftbank restaurant tempat pertama kali ia bertemu dengan Shela, cara Polin bertutur kata dan gerak geriknya, dari awal Diana tahu Shela-lah orangnya. Wanita yang dicintai oleh Polin lebih dari 10 tahun lamanya.
Saat itu kecemasan mulai melanda hati Diana yang selama ini juga was-was. Apalagi saat tahu bahwa Polin membawa Shela ke apartemennya, jantungnya serasa mau berhenti dan ia sama sekali tidak bisa bernafas.
Tiba-tiba saja kepercayaan diri Diana menurun dan ia menjadi sangat takut, kalau-kalau Polin akan segera meninggalkannya.
Diana tahu bahwa Shela tidak mengenali Polin, tapi bukan berarti dia tidak akan jatuh hati pada Polin jika Polin berusaha untuk mendapatkannya.
Mungkin Shela adalah tunangan Darlie, namun tak menutup kemungkinan bahwa pertunangan itu hanya di atas kertas saja. Sama seperti cara kerja pernikahan yang didasarkan pada hubungan untung rugi, yang selama ini terjadi di dunia anak-anak konglomerat yang sering dijodohkan oleh kedua orang tua mereka.
Diana sama sekali tidak rela jika Shela datang dengan begitu tiba-tiba dan merebut semuanya dari dirinya. Diana sangat tahu dengan benar bagaimana selama ini Polin menantikan keberadaan Shela.
Saat menemukan foto Shela 3 tahun yang lalu, Diana menyadari bahwa ia tidak akan mendapatkan hati Polin sepenuhnya. Dan ketika ia melihat Shela, Diana tahu bahwa ia tidak memiliki kesempatan sama sekali. Bahkan mungkin, tidak pernah ada kesempatan bagi dirinya untuk menyelinap masuk ke dalam hati Polin.
Polin selalu menyimpan foto Shela di dalam laci meja belajar yang sekaligus adalah meja kerjanya. Foto Shela 10 tahun yang lalu di pantai Canggu, Bali.
Lalu, dengan alasan apa Diana akan bertahan? Ia sudah kehilangan arah, karena ia kehilangan Polin.
"Sayang, kenapa kau belum kunjung siuman juga? Ibu merindukanmu."
Saat Diana ingin pergi dan tidak lagi mau bertahan, suara ibunya terdengar begitu menghangatkan jiwanya yang perlahan mulai merapuh.
~To be continued