Melihat gerak-gerik cucunya yang tidak meyakinkan, Pramu lalu menyuruh Darlie untuk memberhentikan mobilnya. "Pinggirkan mobilnya sekarang juga!"
"Ya?!" Darlie tahu bahwa kakeknya memiliki rencana lain dengan memerintahkan dia untuk berhenti. "Sedikit lagi kita sampai kok, kek!" Lanjut Darlie berkata.
"Kamu ngak bisa diandalkan. Kakek sudah memberikan kamu kesempatan, tapi nyatanya kamu mengecewakan kakek. Sekarang pinggirkan mobilnya." Pramu mengambil handphone yang ada di saku kiri jas yang ia kenakan.
"Mau telepon siapa kek?"
"Kamu seperti tidak tahu kakek saja." Ujar Pramu, menunggu panggilan itu masuk ke nomor yang ia tuju.
"Tolong kamu lacak di mana keberadaan calon menantuku sekarang. Aku ingin tahu apa benar ia sudah terdaftar sebagai tamu di salah satu hotel yang ada di London." Kata Pramu.
"Baik, tuan." Jawab seseorang dari seberang telepon.
Darlie harap-harap cemas. Untung saja, ia sudah cepat mem-booking salah satu hotel mewah yang ada di London.
"Kenapa kamu tegang sekali?"
"Bukan apa-apa kek."
"Sekarang jalan. Kakek sudah mendapatkan lokasi tempat calon cucu kakek berada. Sebaiknya kali ini, kakek menemukan gadis itu dalam keadaan yang sehat dan yang paling penting dia tidak akan merubah keputusannya untuk menikahimu."
Darlie hanya menelan ludahnya. Ia kemudian menancap gas perlahan untuk pergi ke penginapan hotel, yang mungkin saja mereka tidak akan mendapatkan Shela di sana.
Sengaja Darlie mem-booking hotel yang berdekatan dengan apartemen Polin, sehingga ia harap setidaknya Shela melihat pesan teks yang ia kirimkan.
Pramu memandu lokasi hotel tempat Shela berada seolah-olah Darlie tidak mengetahui lokasi itu. Sebab, karena Darlie terus mengajak Pramu berkeliling London, Pramu mengambil kesimpulan bahwa cucunya tersebut tidak mengetahui di mana Shela tinggal.
Sesampainya di hotel tersebut, Darlie berjalan lambat. Ia selalu melihat ke arah handphone genggamnya. Disisi lain, pramu tampak tenang-tenang saja. Ia berjalan dan masuk ke dalam lift dengan penuh semangat. Langkah kaki Darlie terhenti.
"Apa yang kau lakukan? Cepat masuk!"
Ragu-ragu Darlie melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift. Ia mencoba untuk lebih santai, namun di dalam hatinya ia meraung-raung takut kalau-kalau Shela belum kunjung datang ke hotel tersebut.
Pramu melirik cucunya, lalu tersenyum. Kali ini dia tidak akan termakan oleh sikap dan rayuan cucu satu-satunya itu.
Pintu lift terbuka. Pramu keluar dengan berjalan yang tegak. "Kau ngak mau keluar dari lift?" Tanya Pramu melihat curiga.
"Sabar donk kakek. Kan, aku menunggu kakek berjalan keluar dulu." Culas Darlie.
"Ya, sudah ayo. Kakek sudah tidak sabar untuk bertemu dengan calon cucu kakek."
Mereka berjalan melewati koridor dan sampai di kamar nomor 300, kamar presidential suite.
Melihat Darlie yang kebingungan mau melakukan apa, Pramu bertanya. "Apa yang kau lakukan?"
"Maksud kakek?" Darlie menjawab pertanyaan dengan pertanyaan yang lain.
Pramu melihat Darlie dan mengarahkan matanya menuju ke bell kamar hotel tersebut. Memberitahukan agar Darlie cepat-cepat memencet bell agar Shela mengetahui bahwa mereka sedang menunggu di luar ruangan kamarnya.
Cemas. Dengan tangan yang agak gemetaran dan mata yang tertutup erat Darlie memencet bell dari pintu hotel tempat Shela menginap.
Jika Shela tidak ada di ruangan tersebut, maka matilah ia!
Ting... Tung... Bell pun berbunyi dan tidak ada respon apa-apa dari dalam ruangan tersebut.
Sekujur tubuh Darlie mengeluarkan keringat dingin. 'Habislah aku!' Batin Darlie.
"Coba pencet lagi." Kata Pramu.
Darlie melihat wajah kakeknya mulai menaruh curiga padanya. "Kek, mungkin Shela tidak menginap di sini." Ujar Darlie.
"Kamu bagaimana sih. Kamu bilang tadi kamu sudah mengurus penginapan Shela, tapi kamu malah berputar-putar seperti tidak tahu menahu dengan keberadaan calon cucu kakek. Informan kakek tidak mungkin salah, kecuali kamu sudah mengusirnya pulang ke Indo."
"Bukan begitu kek. Aku benar-benar..." Darlie menggaruk kepalanya.
"Kamu benar-benar tidak bisa diandalkan. Itu kan yang mau kamu bilang?" Pramu melotot. "Sudah, pencet saja bell-nya sampai Shela membukakan pintu." Pramu mengintimidasi.
Darlie menghela nafas dan hanya bisa melakukan kemauan kakeknya. Ia memencet bell kamar itu berulang-ulang dan akhirnya pintu itu pun terbuka. Jatung Darlie berdetak kencang, ia berharap Shela-lah yang ada di balik pintu tersebut.
Namun ternyata, "Ada yang bisa dibantu tuan-tuan?" Kata seseorang pelayan yang membukakan pintu kamar Shela.
"Di mana calon cucu saya?" Tanya Pramu kepada pelayan yang memakai seragam hotel tersebut.
"Ah, nona Shela?"
"Iya. Dia tunangan dari pemuda gila ini." Lanjut Pramu.
Pelayan itu melirik Darlie dan tersenyum. Darlie pun membalas senyuma itu dengan kedipan sebelah mata. Tampaknya, tubuh gadis itu adalah idaman Darlie.
"Ehemmm." Pramu tidak suka dengan pelayan yang saling bertukar pandang dengan cucunya.
"Maaf tuan. Saya tidak fokus karena cucu laki-laki anda sangat tampan. Mari silahkan masuk." Ujar sang pelayan. Darlie tersenyum.
Pelayan tersebut membawa mereka masuk ke ruang tamu kamar tersebut, "Nona Shela sedang mandi. Harap tuan-tuan bisa menunggu sebentar. Apa tuan-tuan menginginkan suatu hidangan tertentu selama menunggu?" Lanjut sang pelayan.
"Segelas wiski." Kata Darlie tidak sungkan.
Pelayan itu lalu melayangkan pandangannya ke arah Pramu. Hendak menunggu orderan dari beliau dengan senyuman. "Bawakan aku segelas anggur." Singkat Pramu.
"Baik." Pelayan itu pun berpaling pergi dan meninggalkan Pramu serta cucunya dalam keadaan hening.
Tidak perlu waktu yang lama, para pelayan membawakan apa yang dipesan oleh kakek dan cucunya tersebut.
"Jadi, apakah cucu perempuanku masih lama?" Tanya Pramu.
"Nona akan segera siap untuk menyambut kedatangan tuan-tuan." Jawab pelayan wanita yang tadi. Dan benar, tidak lama setelah itu Shela muncul di hadapan mereka dengan gaun rumah yang indah.
"Kakek, maaf saya sedikit terlambat untuk menyambut kalian." Kata Shela yang datang dengan berjalan anggun ke arah mereka.
Darlie terpesona. Ia tidak menyangka bahwa Shela akan terlihat sangat cantik dengan gaun mahal yang ia siapkan. Ia juga baru pertama kali melihat gadis itu memakai riasan. Shela terlihat sangat anggun.
Tidak seperti Darlie. Pramu tersenyum melihat keanggunan yang terpancar saat Shela berjalan ke arah mereka. Pramu berdiri dari kursinya dan menyambut Shela, ditengah-tengah Darlie yang tertegun karena tak percaya akan hal indah yang ada di depan matanya saat itu.
"Hai sayang, bagaimana kabarmu?" Tanya Pramu dengan ramah.
"Saya sangat baik-baik saja kakek. Darlie mengurusku dengan sangat baik." Jawab Shela dengan nada yang melembut. Ia mengarahkan matanya ke arah Darlie yang masih melongo.
Seakan tak percaya dengan apa yang Shela katakan, Pramu pun refleks mengalihkan pandangan ke arah cucunya yang sekarang berada di samping kursinya.
"Iya kan, sayang?" Tanya Shela kepada Darlie.
~To be continued